Mongabay.co.id

Warga Desa Buluhawar Swadaya Listrik dari Energi Air

 

 

 

 

Edi Bukit, operator pembangkit listrik tenaga mikro hydro (PLTMH) membuka pintu ruangan mengecek kondisi usai hujan deras. Tidak lama, dia menuju saluran air dan menarik daun yang menumpuk di penyaring. Pekerjaan ini rutin Edi lakukan terlebih saat musim penghujan.

Edi baru dua tahun jadi petugas operasional mesin pembangkit PLTMH yang dikelola masyarakat secara mandiri di Desa Buluhawar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Saat hujan turun tak mengenal waktu, Edi harus melihat kondisi mesin agar tak ada sampah mengganggu arus. Berhubung, suplai listrik bakal terganggu kalau arus air terhalang sampah.

Hambatan terbesar dari PLTMH, katanya, sampah saat musim hujan datang dan air surut ketika kemarau. Kalau debit kecil, katanya, tak cukup untuk menghasilkan energi listrik.

“Mesin tidak pernah mati, kecuali saat jadwal perawatan sebulan sekali, karena diolesi minyak khusus,” katanya kepada Mongabay, 13 Agustus lalu.

Edi sehari-hari sebagai petani. Dia cerita, selama jadi operator mesin PLTMH Buluhawar, harus bolak-balik saat malam atau dinihari. Dia peroleh upah Rp500.000 perbulan.

Capek, tapi kalau tidak, ya gelap, tidak ada lampu. Jika hujan bisa lima kali dilihat supaya sampah tidak masuk. Tidak tidur juga pernah, kalau jatuh kepeleset sering, lampu mancis cuma senternya, jam 4.00 pagi pun tetap datang.”

 

PLTMH di Desa Buluhawar, Deli Serdang. Fot0: Sri Wahyuni/ Mongabay Indonesia

 

***

Renta Boru Sitepu, warga Desa Buluhawar merasakan manfaat besar dari kehadiran PLTMH. Aktivitas rumah tangga terbantu dan bisa menjalankan bisnis kedai sampah. Biaya yang harus dikeluarkan setiap bulan juga ekonomis.

Dia masih ingat, sebelum ada PLTMH, penerangan di rumah pakai lampu sumbu berbahan bakar minyak tanah. “Ada listrik ini terbantu, karena kerja apapun kita kalau tidak ada lampu ya susah,” katanya yang sehari-hari berjualan bahan baku pangan.

Untuk biaya iuran, katanya, setiap bulan membayar Rp50.000. Selain PLTMH, rumah juga dialiri listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan besaran pengeluaran lebih Rp100.000.

“Di desa ini sudah ada aliran PLN, belum lama, baru beberapa tahun ini saja. Biasa aku gunakan untuk memasak nasi,” katanya.

Listrik PLTMH di di sana hidup tanpa henti selama 24 jam. Jadwal mati hanya saat saat pemeliharaan atau musim kemarau, karena mesin tak bisa beroperasional maksimal karena kekurangan debit air.

“Selama 24 jam PLTMH tanpa dimatikan, kecuali saat-saat tertentu. Listrik PLN saat cuaca buruk (hujan lebat), listrik mati. Keduanya sangat membantu.”

 

Turbin PLTMH di Desa Buluhawar. Listrik bersumber air ini hadir atas swadaya warga. Foto: Sri Wahyuni/ Mongabay Indonesia

 

125 keluarga teraliri

Obet Bukit, Kepala Desa Buluhawar, mengatakan, sudah 100% rumah warga sudah teraliri listrik PLTMH di desa itu atau sekitar 125 keluarga. Pengelolaan lewat swadaya masyarakat, dari iuran wajib setiap bulan.

Iuran bervariasi, sesuai daya listrik yang akan dikumpulkan petugas yang datang rumah-rumah warga.

“Iuran dibayarkan setiap bulan,” katanya.

Obet mengatakan, operasional PLTMH tak memakan biaya besar, perawatan juga tak sulit.

Di Buluhawar, tersedia listrik mikro hidro dan PLN,tetapi warga lebih senang gunakan listrik PLTMH karena lebih murah, Rp30.000 untuk rumah biasa dan Rp50.000 khusus rumah yang punya warung atau buat usaha.

“Tak memakai meteran, berapa pun daya listrik yang digunakan warga, biaya tetap sama,” katanya.

Sejak beroperasi pada 2016, selalu beroperasi, hanya sempat setop beberapa hari untuk ganti ke mesin kapasitas lebih besar.

“Warga tambah banyak hingga mesin turbin diperbesar, supaya daya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan listrik.”

Listrik tenaga air ini hadir di desa ini atas kerjasama dengan Yayasan Ate Keleng Geraja Batak Karo Protestan (GBKP) Sibolangit, Deli Serdang. Mesin, didatangkan dari Jerman.

“PLTMH ini hasil swadaya masyarakat dibantu yayasan,” kata Obet.

Untuk pengelolaan, katanya, sepenuhnya dipegang desa lewat teknik pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sebelumnya, masih dibantu Yayasan Ate Keleng GBKP.

“Belum maksimal tata cara pengelolaan administrasi, rata-rata pendidikan warga masih lemah.”

Obet berharap, lokasi PLTMH bisa dipindah ke tempat yang lebih tinggi dan dekat arus air sungai utama dengan debit lebih besar. “Air berasal dari Sungai Laupaipai. Harapannya bisa dipindah dari yang sekarang ke dekat hulu sungai. Butuh biaya besar, semoga bisa terealisasi.”

 

Saluran air dekat turbin PLTMH yang harus tetap terjaga, jangan sampai ada sampah atau dedaunan yang menumpuk. Kalau ada sampah atau dedaunan bisa menggangu pasokan listrik warga Desa Buluhawar. Foto: Sri Wahyuni/ Mongabay Indonesia

 

Energi terbarukan 44%

Yasmir Lukman, Manager Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Induk Wilayah Sumatera Utara, mengatakan, konsumsi listrik energi terbarukan, termasuk bersumber dari air di Sumatera Utara sudah menyentuh 44%.

Sumut, katanya, jadi provinsi dengan energi terbarukan tertinggi di Indonesia. “Pada 2022, awal ada satu PLTMH dibangun swasta. Penggunaan energi terbarukan di Sumut akan terus ditingkatkan dan menuju pengurangan pemanfaatan diesel atau fosil,” katanya.

Yasmir mengatakan, pemanfaatan energi terbarukan di Sumut tersebar di beberapa wilayah, seperti PLTMH di Dolok Sanggul, Humbang Hasundutan, PLTA di Asahan, juga ada pembangkit lain di Langkat, Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba.

Ilustrasi. Penuhi  listrik dari sumber air desa Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

********

Exit mobile version