Mongabay.co.id

Bukan Hanya Wisata Religi, Kopi Muria Bisa Jadi Andalan

 

Harum semerbak bunga kopi menguar dari kebun kopi di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Aroma harum itu berasal dari bunga kopi robusta yang sedang bermekaran. Bunga-bunga berwarna putih terhampar luas di kebun kopi yang ada di pinggir jalan menuju ke makam Sunan Muria.

Ditengah lalu lalang kendaraan motor tukang ojek yang mengangkut para peziarah, seorang pria berkaos putih berkerah terlihat tekun memanen buah kopi. Dari jalan raya, kaosnya terlihat sangat kontras dengan hijaunya daun-daun kopi.

Pria itu memanen dengan cara memangkas batang tanaman kopi. Hal itu dilakukan untuk mengatur pertumbuhan vegetatif tanaman kopi ke arah pertumbuhan generatif yang lebih produktif.

“Ini panen terakhir di musim ini, makanya sekalian saya lakukan perawatan awal,” terang Santoso, 60 tahun, pada akhir Agustus 2022. Dengan begitu, harapannya di musim berikutnya cabang dan daun bisa tumbuh lebih banyak, sehingga buahnya bisa lebih maksimal.

Selain itu, pemangkasan bertujuan tujuan agar pohon kopi tetap rendah, sehingga perawatannya bisa lebih mudah dan mempermudah dalam pengendalian hama penyakit yang menyerang.

baca : Cerita Para Pemuda Tuai Keberkahan Dari Panen Kopi Musiman

 

Santoso (60) menunjukkan kopi yang dipanen dengan cara dipangkas. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Umumnya, pemotongan ini dilakukan setelah buah kopi sudah habis dipanen. Namun, untuk menekan biaya perawatan, Santoso memilih memanen dengan cara memangkas batang yang masih ada buahnya, dan batang yang tidak dikehendaki seperti cabang yang sudah tua atau cabang yang sudah kering.

Cabang yang kurang produktif dipangkas agar unsur hara yang diberikan bisa tersalur kepada batang-batang yang lebih produktif. Cahaya matahari yang masuk juga bisa lebih mudah.

 

Cegah Longsor

Untuk meningkatkan produksi buah kopi Santoso juga menggunakan teknik penyambungan pucuk kopi. Dengan cara itu dia menilai banyak keuntungan yang didapat. Misalnya, buah kopi menjadi lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya yang relatif kecil-kecil.

Selain itu, hasil panennya juga meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini karena pucuk tanaman kopi yang disambung itu merupakan pucuk tanaman kopi unggulan. Di lahan dengan keluasan 700 meter persegi itu awalnya Santoso hanya bisa panen 5 kuintal. Namun, setelah disambung hasilnya menjadi 10 kuintal.

Menurut dia, dari hasil yang diperoleh itu masih belum maksimal dibandingkan dengan hasil dari kebun kopi milik tetangga-tetangganya. Sebab, dari 700 pohon kopi yang ditanam baru 70 persen yang disambung.

baca juga : Mahniwati, Putri Pariwisata yang Terjun ke Bisnis Kopi dan Dampingi Petani di Lombok

 

Buruh perempuan memanen kopi robusta. Kopi merupakan salah satu subsektor tanaman perkebunan unggulan di lereng Gunung Muria, Jawa Tengah. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

“Sebenarnya saya sudah menanam kopi sejak lima tahun lalu. Tapi baru serius ngerawat dua tahun ini,” ujar Santoso ramah. Sebelumnya, pria yang pernah bekerja sebagai tukang ojek para peziarah Sunan Muria ini menanam tanaman semusim seperti ganyong, talas, jagung, maupun sayur-sayuran di lahan miliknya yang letaknya di lereng bukit.

Tetapi karena di perbukitan tanaman semusim itu dinilai dapat merusak unsur hara tanah dan berpotensi menyebabkan banjir dan tanah longsor, dia memilih berganti tanaman keras dan bisa bertahan lama seperti kopi.

Hal senada disampaikan, Jasri, 60 tahun. Sejak awal dia menanam kopi di lahan milik Perhutani untuk mencegah bencana banjir, tajuk batang yang berlapis membuat tanaman kopi mampu melindungi tanah dari guyuran air hujan langsung. Selain itu, akar pohon kopi juga bisa mengikat tanah.

“Kalau tanah disini lebih cocok ditanami kopi. Tanahnya bisa lebih kuat dan cocok tidak bahaya kena banjir dan longsor,” kata bapak dua anak ini.

baca juga : Sabun Kopi, Cara Eka Besse Wulandari Bangkitkan Ekonomi Petani

 

Lahan terasiring bekas ditanami tanaman semusim di Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Selain merusak unsur hara, tanaman semusim juga dinilai bisa menyebabkan banjir dan tanah longsor. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tingkatkan Level Kopi

Di Colo, kopi merupakan salah satu subsektor tanaman perkebunan unggulan. Selain wisata religi, tanaman yang memiliki nama latin Coffea Spp. L. Ini merupakan salah satu komoditi perkebunan andalan warga setempat.

Dalam sejarahnya, perkebunan kopi di Desa yang berada di lereng Gunung Muria di Kabupaten Kudus itu sudah ada sejak tahun 1799.

Melihat potensinya, Teguh Budi Wiyono, Aktivis Perkumpulan Masyarakat Pelindung Hutan (PMPH) bersama Pokdarwis Padhang Bulan sejak tahun 2014 tergerak merancang wisata edukasi kopi. Upaya ini dilakukan untuk mengenalkan kopi Muria ke khalayak umum.

Keinginan lainnya yaitu untuk memberi kesempatan kepada warga penduduk lokal lainnya yang tidak punya kebun supaya bisa turut menikmati kebermanfaatan kopi muria.

Wisata edukasi kopi ini, kata dia, menawarkan paket wisata dengan mengunjungi langsung tempat budidaya kopi dari proses perawatan, pemanenan, penjemuran, hingga pengolahan.

Dengan begitu, para pengunjung akan memperoleh gambaran yang jelas tentang bagaimana proses yang dijalani oleh sebuah kopi sampai dengan menjadi minuman.

“Pada saat nanti wisata religi tidak bisa diandalkan seperti yang terjadi ketika Pandemi kemarin, mungkin kopi ini satu-satunya yang bisa kita andalkan,” jelas laki-laki kelahiran 1974 ini.

baca juga : Hanya Kopi Arabika di Hati Masyarakat Gayo, Bukan Tambang Emas

 

Teguh Budi Wiyono, aktivis Perkumpulan Masyarakat Pelindung Hutan saat di Goodang Kopi Muria. tempat pengolahan kopi pasca panen. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Data tahun 2020, lanjut Teguh, panggilan akrabnya, ada 372 jumlah petani kopi di Colo. Sedangkan keluasan lahannya sekitar 175 hektare. Tidak lebih dari 45 hektare lahan yang dimiliki oleh warga setempat, sisanya merupakan lahan milik perhutani.

Pria yang seringkali patroli ke hutan ini mengaku, untuk meningkatkan nilai jual kopi Muria bersama PMPH mulai tahun 2020 sampai sekarang dia juga mengelola Goodang Kopi Muria. Tempat pengolahan kopi pascapanen ini diinisiasikan untuk menyerap kopi petani agar penjualan kopi di Colo lebih terorganisir dan memiliki nilai jual lebih tinggi.

“Tahun lalu dari petani yang berhasil kami serap itu 20 ton baik itu kopi asalan maupun premium. Untuk tahun ini target kami 25-30 ton,” pungkasnya.

 

Exit mobile version