Mongabay.co.id

Bintang Laut Berduri Ini Jadi Musuh Terumbu Karang

 

 

Saat berenang di laut, pernahkah Anda melihat bintang laut berduri? Sangat dianjurkan untuk tidak menyentuhnya, apalagi sampai terkena durinya yang tajam.

Sengatan duri tersebut sungguh nyeri dan bisa menyebabkan pembengkakan selama berjam, atau hingga beberapa hari. Tubuh kita juga akan demam.

Bintang laut mahkota berduri memiliki nama ilmiah Acanthaster planci. Dalam Bahasa Inggris disebut crown of thorn starfish. Disebut mahkota duri karena durinya yang memanjang ke atas, menutupi tubuhnya.

Hewan ini merupakan predator rakus yang memakan polip terumbu karang, baik itu karang bercabang atau karang meja. Seperti jenis acropora dan jenis terumbu karang lain hingga spons, serta organisme seperti alga.

Bintang laut tersebar luas di perairan laut Australia dan Indo-pasifik. Di Indonesia, bisa dilihat di Taman Nasional Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Masyarakat lokal menyebutnya lipan laut.

“Lipan laut banyak ditemukan dan menjadi hama di sini. Apalagi di sini banyak wisatawan  mancanegara yang memuji keindahan terumbu karang, namun terancam  lipan laut. Beberapa kali kami melakukan pembersihan lipan laut, tapi masih banyak juga. Pembersihan rutin merupakan bagian dari pemulihan ekosistem,” kata Darwis Ambotang, warga dan pemilik homestay di Pulau Papan, Togean, awal September 2022.

Baca: Ikan Kaca, Ikan Aneh yang Hanya Ditemukan di Papua dan Australia

 

Bintang laut mahkota berduri di Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Tahun 2019, sekitar 8.000 ekor bintang laut mahkota duri ukuran diameter 8-48 cm, diangkat dari perairan Taman Nasional Kepulauan Togean. Pembersihan tersebut menggunakan metode Fine Scale Survey Method. Tim melakukan survei lokus kegiatan yang diduga memiliki populasi bintang laut berduri cukup tinggi.

Bintang laut diangkat menggunakan alat bantu penjepit bambu. Pengumpulan dilakukan di atas perahu untuk menghindari kontak langsung. Hal tersebut bertujuan mencegah bintang laut mengeluarkan larvanya untuk regenerasi menjadi utuh kembali.

Di Great Barrier Reef, Queensland, Australia, Pemerintah Australia telah bertahun-tahun coba menghilangkan bintang laut berduri, guna melestarikan Great Barrier Reef. Namun, upaya yang dilakukan tidak efektif dan efisien.

Hingga kemudian dibuatkan metode baru mengenai injeksi mematikan, yang dikembangkan para peneliti dari James Cook University. Metode tersebut dapat membasmi 1.000 bintang laut berduri dalam satu kali penyelaman selama 40 menit. Lebih dari 250.000 bintang laut berduri dari Great Barrier Reef dibasmi selama dua tahun terakhir.

Baca: Sejak 1974, Pari Gergaji Sentani Tidak Terlihat Lagi

 

Penampakan bintang laut mahkota berduri di Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Pemangsa karang

Sebuah penelitian bintang laut berduri di Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan, berjudul “Kelimpahan Acanthaster Planci Sebagai Indikator Kesehatan Karang Di Perairan Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten” menjelaskan bahwa bintang laut merupakan salah satu masalah besar yang potensial dihadapi dalam pengelolaan terumbu karang.

Hewan ini merupakan pemangsa karang paling berbahaya. Ketika terjadi ledakan populasi, hampir seluruh karang hidup dimangsa.

“Berdasarkan penelitian, setiap individu bintang laut dapat memangsa karang seluas 5–6 m2 /tahun. Jadi, dapat dibayangkan seberapa luas kerusakan yang dapat ditimbulkan jika ribuan atau bahkan jutaan biota ini berada dalam ekosistem terumbu karang,” ungkap Neviaty P. Zamani, sang peneliti.

Dia menjelaskan, meski ada sejumlah teori tentang penyebab ledakan populasi bintang laut berduri, namun hanya ada 3 teori yang secara logis dapat diterima para ahli. Teori tersebut belum ada yang membenarkan atau membantahnya.

Baca juga: Air Mata Dugong Hanya Mitos, Hentikan Perburuan

 

Bintang laut mahkota berduri musuhnya terumbu karang. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Pertama, fluktuasi populasi bintang laut berduri merupakan fenomena alami dinamik. Dalam kondisi normal dapat ditemukan lebih kurang 10 ekor per hektar, namun jika tidak normal jumlahnya ribuan ekor per hektar.

Kedua, hilangnya predator atau pemangsa bintang laut berduri. Ketiga, kegiatan manusia di wilayah pesisir dan daratan menyebabkan bertambahnya makanan bagi larva hewan ini di laut. Meningkatnya jumlah larva yang hidup, menyebabkan ledakan populasi tidak bisa dihindari.

Sementara pada lokasi Perairan Pulau Tunda, dalam penelitian itu disebut kelimpahan bintang laut berduri masih dalam status alami. Belum memberikan ancaman berarti terhadap ekosistem terumbu karang. Jumlahnya yang relatif kecil bahkan dapat menjaga keseimbangan ekosistem terumbu karang.

 

Exit mobile version