Mongabay.co.id

Apakah Transisi Energi di Jawa Tengah akan Berhasil?

 

Salah satu daerah yang dinilai serius merencanakan transisi energi fosil ke energi bersih adalah Jawa Tengah (Jateng). Apa saja yang sudah dimulai, apakah akan berhasil mencapai target?

Jateng disebut provinsi pertama yang menyelesaikan rencana umum energi daerah (RUED) dengan target 21% bauran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025. Dalam sebuah diskusi di Bali pada akhir Agustus lalu, diputar sebuah video berjudul jelajah energi yang merangkum langkah Jateng dalam proses transisi energi.

Misalnya di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Jeruklegi, Cilacap, ada pengelolaan sampah atau refuse-derived fuel (RDF) kerjasama beberapa kementerian, Bappenas, dan Pemerintah Denmark mengolah 200 ton per hari. Sebanyak 70 ton RDF jadi bahan bakar produksi semen oleh PT Solusi Bangun Indonesia. Namun fasilitas ini perlu memperhatikan baku mutu emisi dan gas buang karena didominasi plastik.

Kemudian ada proyek Pertamina rifanery unit V Cilacap memasang PLTS di atas atap rumah sakit, hamparan lahan, dan perumahan dengan daya 1,34 MWp. BUMN ini mengklaim bisa menghemat biaya listrik Rp100 juta per bulan.

Sedangkan di Desa Kaliurip, Banyumas, ada pompa air bertenaga PLTS untuk irigasi sawah yang letaknya diatas sungai. Berikutnya, di Desa Wanayasa, Banjarnegara, ada pengurangan elpiji dengan gas rawa untuk 100 KK desa dengan biaya Rp20 ribu per bulan.

baca : Tak Sekadar Solusi Sampah, RDF Jadi Energi Terbarukan Rendah Emisi

 

Petugas memperlihatkan sampah yang diolah dengan teknologi refuse-derived fuel (RDF) menjadi energi bersih di TPST Desa Tritih Lor, Cilacap, Jateng. Foto : dokumentasi panitia/Mongabay Indonesia

 

Sujarwanto Dwiatmoko, Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jawa Tengah menjelaskan pihaknya mempunyai misi untuk kedaulatan pangan dan energi dari sisi penyediaan energi, dimulai dengan utilisasi potensi energi di daerahnya. Desa didorong menjalankan program desa mandiri energi. Hampir 2.000 dari 7800 desa dan 56 kelurahan disebut sudah menginisiasi program itu.

Pihaknya belajar memahami energi primer dari teknologi sederhana sampai kompleks. Dari sisi permintaan, upaya kemandirian, upaya hemat energi, dan air. Bagaimana hal ini bisa diterapkan sebagai program nasional.

Tantangannya, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.90/2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah yang dinilai membatasi otoritas Pemda. Karena itu perlu UU mengatur pemerintahan daerah yang memberi ruang. “Jateng akan memulai penyuluh energi oleh anak muda untuk edukasi warga,” katanya dalam diskusi di Bali pada akhir Agustus 2022.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memaparkan praktik pengelolaan energi bersama rakyat hasil jelajah energi Jawa Tengah. Energi fosil diakui sudah membangun peradaban, tapi untuk masa depan perlu ganti yang lebih bersih.

Transisi energi didorong tiga faktor masalah global saat ini yakni pemanasan global penyebab perubahan iklim, menipisnya energi fosil, dan perkembangan energi bersih. Tiga fitur yang dikampanyekan untuk menjawab masalah itu adalah dekarbonisasi mengurangi karbon dengan pemanfaatan energi bersih, desentralisasi penyediaan terdistribusi, dan digitalisasi pemanfaatan teknologi digital untuk membuat elektron mengalir dari berbagai sumber energi tersedia. Transisi energi di Indonesia mengaktifkan tiga fitur tersebut.

baca juga : Cerita Masyarakat Karangtengah Mandiri Energi dari Aliran Sungai

 

PLTS panel surya di atap rumah sakit Pertamina, Cilacap, Jateng. Foto : IESR

 

Menurutnya ada tiga alasan penting kenapa harus terdesentralisasi pembangkitan energi. Pertama, berbeda dengan fosil yang terkonsentrasi di daerah tertentu, energi terbarukan ada di berbagai titik skala. Misalnya PLTS potensinya lebih dari 3.400 GW dari keseluruhan bauran 7.000 GW. Misalnya aliran air di Karang Tengah, Jawa Tengah, skalanya kecil untuk komersil, tapi nilai sosial dan ekonomi tinggi untuk dimanfaatkan.

Kedua, transisi energi prosesnya kompleks, jangka panjang, dan berisiko. Karena itu sistem pembangkitan dibagi ke unit-unit kecil. “Infrastruktur, distribusi, dan sistem penyimpanan terasa berat karena itu dibagi ke unit kecil,” urainya. Ketiga, mengubah sistem energi perlu biaya. Dekarbonisasi perlu biaya sekitar Rp1,3 triliun dollar sampai 2050 atau 150-200% dari total investasi seluruh energi saat ini. Investasi besar ini bisa dipenuhi dari daya inovasi warga dan pemerintah daerah serta pendanaan swasta.

Saat ini di Jateng, menurutnya, ada inisiatif untuk refokusing anggaran dan mengganti PLTD puluhan tahun dengan PLTS yang menghemat biaya BBM dan subsidi solar. Hal ini sudah dimulai tahun 2019.

Staf Ahli Kemendagri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga Togap Simangunsung mengatakan dari 34 provinsi, sudah 27 daerah menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Daerah yang sudah masuk program perencanaan dan sedang dibahas dengan DPRD adalah Banten, Kepulauan Riau, Papua Barat, dan Sulawesi Utara. Sementara daerah yang sudah masuk program perencanaan daerah dan akan mulai pembahasan dengan DPRD adalah DKI Jakarta dan Papua.

Togap mengutip catatan terbaru, bauran energi bersih saat ini sekitar 12,16% dari target 23% pada 2025. Masih ada kesenjangan 10,54% dalam 3 tahun ini karena kewenangan urusan energi baru dan terbarukan masih terbatas. “Wewenang daerah terbatas, maka demikian juga alokasi anggaran. Saat ini sedang dibahas rancangan Perpres terkait EBT,” ujarnya.

Sedangkan Kepala Biro Perencanaan Kementerian ESDM Krisnawan Aninditya mengingatkan, pada 2020 sektor pembangkitan listrik bertanggungjawab pada 30% emisi dari bahan bakar fosil. Indonesia akan menuju net zero 2060 sepenuhnya menggunakan EBT dengan kapasitas total 738 GW dengan pengembangan penyimpanan dan peluang pemanfaatan energi nuklir. Untuk distributsi energi berbasis EBT menggunakan smart grid dan super grid.

baca juga : Menuju ‘Provinsi Surya,’ dari Petani sampai Industri Mulai Pakai Energi Matahari di Jateng

 

PLTS untuk menggerakkan pompa irigasi sawah di Desa Kaliuirp, Kabupaten Banyumas, Jateng. Foto : IESR

 

Dalam diskusi panel, hadir Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani, tim ahli Gubernur Bali Ida Ayu Giriantari, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN Persero Bob Saril, dan Direktur IESR Fabby Tumiwa.

Ganjar Pranowo mengatakan kebijakan energi jangan seragam karena potensinya berbeda. Misal ada desa yang tidak mau pakai listrik dari PLN karena ada gas rawa ada di beberapa tempat. Kemudian secara ekonomi, menurutnya, PLTS atap tidak bagus tapi perlu dicoba. Menurutnya Jateng paling banyak potensi air untuk EBT. Ada pondok pesantren yang mengelola mikrohidro. Sementara pembangkit tenaga angin atau PLTB kurang sukses. Sedangkan pengolahan sampah jadi energi atau waste to energy bagus tapi ada masalah biaya tipping fee.

Sementara potensi EBT di Jambi, Abdullah Sani menjelaskan adalah air seperti Sungai Batanghari yang panjangnya lebih dari 800 km. Ada juga potensi angin di dua kabupaten di pinggir pantai, dan PLTS. Pihaknya memberikan bantuan Rp2 miliar per kecamatan untuk pengembangan PLTS. Di sisi lain masih banyak daerah yang belum teraliri listrik.

Sementara di Bali, Giriantari menyebut potensi terbesar EBT dari energi surya, karena sumber daya alam yang terbatas, sementara konsumsi listrik di atas rata-rata nasional karena aktivitas pariwisata. Pada 2020 konsumsi energi jauh menurun karena pandemi Covid-19. Selain Pergub tentang energi bersih, ada juga surat edaran gubernur pada 2022 mendorong pemanfaatan PLTS atap. Sasarannya fasilitas pariwisata dan perkantoran. Targetnya pada 2045 zero emisi.

Bob Saril menyebut ada komitmen PLN di energi bersih. Saat ini sekitar 35 ribu watt dominan fosil. Pada 2040 ditargetkan zero batubara. Saat ini listrik disebut oversupply. Kini, masyarakat didorong menggunakan kendaraan listrik, karena subsidi BBM besar sekitar Rp500-an triliun. Ia menyayangkan dana bantuan sekitar 100 miliar USD yang dijanjikan pada konferensi perubahan iklim belum terealisasi untuk investasi EBT.

 

Exit mobile version