Mongabay.co.id

Sedih, Gajah Berkalung GPS Collar Ditemukan Mati di Bengkulu

 

 

Seekor gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] berkalung GPS Collar, ditemukan mati di Hutan Produksi [HP] Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, Selasa [13/09/2022].

Tim Patroli Konsersium Bentang Alam Seblat yang langsung ke lokasi, hanya mendapati tulang- belulang dan tengkorak kepala saja.

Ali Akbar, Penanggung Jawab Konsorsium Bentang Alam Seblat menjelaskan, data GPS Collar mulai tidak bergerak di titik posisi gajah mati sejak Sabtu, 20 Agustus 2022.

“Gajah betina ini merupakan pemipin kelompok wilayah HP Air Rami,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, Rabu [14/09/2022].

Baca: Pembalakan Liar di Bentang Alam Seblat Tak Kunjung Berhenti

 

Tulang gajah yang ditemukan di Hutan Produksi [HP] Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, Selasa [13/09/2022]. Foto: Tim Patroli Konsersium Bentang Alam Seblat

 

Data GPS Collar menunjukkan, pergerakannya terpantau melewati lahan terbuka pada 14-18 Agustus 2022. Dua hari berikutnya, terlihat berjalan menjauh dari wilayah tersebut. Lalu,  Sabtu, 20 Agustus, tak ada pergerakan sama sekali.

“Pemantauan ini kami lakukan pada Sabtu, 10 September 2022,” lanjutnya.

Minggu, 11 September 2022, Tim Patroli Konsorsium Bentang Alam Seblat langsung ke lokasi.  Hasilnya nihil. Hari ketiga penyisiran, tepatnya Selasa, 13 September 2022 pukul 09.45 WIB, tim menemukan bangkainya di wilayah HP Air Rami.

“Kondisinya hanya belulang dengan GPS Collar di tulang tengkorak.”

Baca: Bentang Alam Seblat, Jalur yang Bebaskan Gajah Sumatera dari Kungkungan [Bagian 1]

 

Saat ditemukan, hanya tersisa tulang-belulang dan tengkorak kepala gajah saja. Foto: Tim Patroli Konsersium Bentang Alam Seblat

 

Belum diketahui pasti penyebab kematian gajah berkalung GPS Collar tersebut. Lalu apakah masih ada gadingnya? Ali tak bisa menjawab.

“Tim patroli kami tidak melihatnya, sebab tulang belulang dan bagian tubuh lain terbenam lumpur akibat pembusukan daging.”

Dalam perkembangannya, Kamis [16/09/2022] pagi, Ali menjelaskan kembali terkait bagian tubuh gajah yang tidak ada.

“Caling dan gigi bawah kiri hilang,” ujarnya.

Baca: Bentang Alam Seblat, Pisau Bermata Dua Perlindungan Gajah Sumatera [Bagian 2]

 

Berdasarkan pemeriksaan, caling dan gigi bawah kiri gajah betina itu tidak ditemukan lagi. Foto: Tim Patroli Konsersium Bentang Alam Seblat

 

Upaya maksimal

Said Jauhari, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Bengkulu mengatakan, tim langsung ke tempat kejadian perkara [TKP].

“Kami cek lokasinya,” terangnya, Rabu [14/09/2022].

Dony Gunaryadi, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia [FKGI] melalui keterangan tertulis menyatakan, sangat menyesali kejadian itu. Gajah berkalung GPS Collar yang seharusnya membantu mendeteksi konflik antara manusia dengan gajah, nyatanya ditemukan mati di wilayahnya sendiri.

Temuan ini menandakan, upaya hebat harus dilakukan untuk melestarikan gajah sumatera. “Penyebab kematian harus diusut tuntas,” paparnya.

 

Penyebab kematian gajah berkalung GPS Collar ini masih diselidiki. Foto: Tim Patroli Konsersium Bentang Alam Seblat

 

Pembukaan lahan marak

Berdasarkan hasil analisis tutupan hutan di Kawasan Bentang Alam Seblat yang dilakukan Konsorsium Bentang Alam seblat, terdiri Kanopi Hijau Indonesia, Genesis Bengkulu, dan Lingkar Inisiatif Indonesia rentang 2020-2022, seluas 6.350 hektar hutan alami kawasan tersebut sudah dirambah.

Dari Buku Rencana Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial [KEE] Koridor Gajah Sumatera Lanskap Seblat Provinsi Bengkulu 2018-2020, diketahui bentang ini merupakan habitat alami sekitar 70-150 individu gajah sumatera. Bentang Alam Seblat didominasi hutan produksi dan perkebunan.

Habitat alami yang terfragmentasi mengakibatkan kelompok besar gajah terpecah menjadi kelompok kecil yang terdiri beberapa individu. Hingga saat ini ada empat kelompok kecil, yaitu Kelompok Air Teramang – Air Dikit, Kelompok Air Teramang – Air Berau, Kelompok Air Ipuh – Air Teramang, dan Kelompok Seblat.

 

Perlu upaya hebat untuk menjaga kelestarian gajah sumatera. Foto: Tim Patroli Konsersium Bentang Alam Seblat

 

Dari laporan Forum Kolaborasi KEE Seblat, dijelaskan penyebab utama penurunan populasi gajah karena kerusakan habitat, konflik manusia dengan satwa, perdagangan, perburuan, dan penangkapan.

“Pembukaan hutan di Lanskap Seblat untuk areal perkebunan dan permukiman transmigrasi secara intensif terjadi sejak 1970,” tulis laporan tersebut.

Konflik antara manusia dengan gajah di Bengkulu pertama kali dilaporkan tahun 1988 di Kabupaten Bengkulu Utara. Kemudian, 1989 di Kecamatan Kaur Tengah, Bengkulu Selatan. Tahun-tahun selanjutnya semakin banyak laporan, terutama Bengkulu Utara di wilayah Kecamatan Putri Hijau. Begitu juga di Kabupaten Mukomuko, khususnya Kecamatan Pondok Suguh.

Akibat berkonflik dengan manusia, gajah ada yang mati diracun atau dipindahkan ke pusat latihan gajah.

“Konflik antara manusia dengan gajah merupakan masalah signifikan dan ancaman serius bagi pelestarian gajah sumatera,” tulis laporan tersebut.

 

Exit mobile version