Mongabay.co.id

Tambang Emas Ilegal Rusak Rumah ‘Petani Hutan’ di Panua

 

 

 

 

Ketika hutan di Cagar Alam Panua terbabat tambang ilegal, bukan hanya pepopohan yang hilang atau kekhawatiran sumber air rusak, tetapi kehidupan satwa endemik seperti julang Sulawesi (Aceros cassidix) pun terancam.

Pertambangan emas ilegal itu berada di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, yang berangsek masuk ke Panua.

“Dari semua jenis spesies dilindungi di Cagar Alam Panua ini, julang Sulawesi yang paling terdampak dari aktivitas terlarang ini,” kata Abdul Mutalib Palaki, anggota Resort Cagar Alam Panua, kepada Mongabay, belum lama ini.

Resort Cagar ini di bawah wewenang Seksi Wilayah II Gorontalo Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara. Abdul juga warga Desa Karya Baru.

Dia kerap menyaksikan beberapa kali warga memburu burung endemik Sulawesi yang berstatus rentan dan terancam punah ini.

Pada 2018, Abdul pernah beberapa kali menangkap warga sekitar yang memburu julang di Panua dengan senjata. Warga diminta membuat surat pernyataan tak mengulangi perbuatan terlarang itu. Sayangnya, praktik perburuan masih kerap terjadi dan dilakukan warga penambang ilegal hingga sekarang.

Sebelumnya, Abdul merupakan petugas penangkar penyu. Sehari-hari, harus menjaga habitat penyu di pesisir pantai kawasan Cagar Alam Panua. Belakangan, tugas ditambah untuk ikut mengawasi Panua dari pembalakan liar, kerusakan hutan, hingga perburuan satwa. Dia menjadi petugas di lapangan yang tiap hari mengawasi Panua dari aktivitas terlarang.

 

Baca juga: Tambang Emas Ilegal Jarah Cagar Alam Panua

Cagar Alam Panua, perlahan tergerus tambang emas ilegal. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Bekerja seorang diri di lapangan mengawasi kawasan konservasi sekitar 36.575 hektar, bukan hal mudah. Tak heran, walau sudah melarang, dia pun sulit menindak pertambangan ilegal walau masuk kawasan konservasi.

Abdul pun sulit hadapi perburuan julang oleh warga.

“Pertambangan ilegal ini menjadi biang kerok utama, karena aktivitas terlarang itu yang membuka akses warga agar mudah masuk dalam kawasan hutan dan konservasi. Dengan itu, habitat julang Sulawesi benar-benar terganggu,” katanya

Apalagi, pertambangan emas ilegal dengan eksavator. Pohon, sebagai rumah bagi julang bertumbangan.

Fransisxo Guru Singa Tambunan, Kepala Resort Cagar Alam Panua mengafirmasi itu. Dia bilang, pertambangan emas ilegal di Desa Karya Baru, merusak habitat julang.

Cagar Alam Panua ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 472/Kpts-II/1992 tertanggal 25 Februari 1992 luas 45.575 hektar. Luas ini menyusut ketika disahkan rencana tata ruang wilayah Gorontalo pada 2010 jadi 36.575 hektar.

Pembentukan cagar alam ini diperuntukkan bagi perlindungan maleo, dan babi rusa, hingga pembagian administratif kawasan ini masuk dalam Desa Maleo di pesisir Kecamatan Paguat, Pohuwato. Penangkaran maleo ada di desa itu.

Di kawasan konservasi ini juga sering ditemukan penyu tempayan, penyu sisik, penyu belimbing, babi rusa, anoa, tarsius, monyet Sulawesi, itik, dan kakatua putih. Juga, raja udang, rusa, biawak, kuskus, kera hitam, ular sawah, nuri Sulawesi, serindit, kasturi, isap madu, kumkum, ayam hutan, dan julang Sulawesi (rangkong).

Topografi Cagar Alam Panua beragam, mulai dari dataran rendah hingga perbukitan. Dataran berada pada ketinggian 1.420 meter di atas permukaan laut. Gunung yang masuk dalam kawasan ini adalah Gunung Langge, yang jadi lokasi pertambangan emas ilegal di Desa Karya Baru. Di Langge ini habitat julang Sulawesi.

Baca juga: Kala Tambang Emas Ilegal Rusak Sungai Tihuo Dengilo dan Lahan Tani di Pohuwato

Sepasang Julang SulawesiFoto: Rhett A. Butler/Mongabay Indonesia

 

Si ‘petani hutan’

Dalam buku ‘Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi’ yang ditulis pada 2022 oleh Abdul Haris Mustari, dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, institusi Pertamina Banding (IPB) mengatakan, julang Sulawesi (Aceros cassidix) merupakan burung endemik Sulawesi beukuran tubuh besar, mencapai 104 cm.

Tubuh burung berwarna hitam, paruh kuning besar, dan ekor putih. Membedakan antara betina dan jantan hanya dari ukuran tubuh, warna bulu leher, dan terdapat tonjolan di atas kepala (casque) yang sangat mencolok dan membedakan dengan jenis burung lain.

Penyebaran alami burung ini di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitar termasuk Pulau Lembeh, Kepulauan Togean, Pulau Muna dan Pulau Buton.

“Julang Sulawesi sering dijumpai mencari makan di pohon beringin yang sedang berbuah, burung ini sangat menyukai buah beringin,” kata Haris dalam bukunya.

Julang Sulawesi termasuk satwa yang dilindungi berdasarkan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, juga Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

 

Nasib Cagar Alam Panua, terbabat tambang emas ilegal. Foto: Sarjan Lahay. Mongabay Indonesia

 

Satwa ini juga terdaftar pada Lampiran II Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Terancam Punah (CITES)

Lembaga konservasi dunia the International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengategorikan julang Sulawesi atau orang lokal Gorontalo menyebut alo ini berstatus rentan (wulnerable/VU). Berarti memiliki 10% kemungkinan punah dalam waktu 100 tahun ke depan.

Yoyok Hadiprakarsa, pendiri dan peneliti dari Rangkong Indonesia mengatakan, ancaman julang Sulawesi adalah perburuan dan habitat rusak karena pengambilan kayu untuk bahan bangunan rumah maupun pertambangan emas ilegal dan legal.

Dia bilang, julang sangat bergantung dengan hutan sebagai tempat pangan, berkembang biak dan bersarang untuk hidup. Kalau hutan rusak, katanya, akan mengganggu populasi julang Sulawesi.

Julang, katanya, penting bagi ekosistem. Satwa ini sering disebut ‘petani hutan’ yang mampu menyebarkan biji-biji dari sisa buah yang dia makan dalam cakupan terbang hingga rentang 100 kilometer persegi. Saat biji-biji dari sisa buah jatuh di tanah, akan menjadi bibit dari pepohonan dan suatu saat jadi pohon-pohon besar. Julang berandil besar dalam regenerasi hutan.

“Pertambangan ilegal yang sudah merambat kawasan Panua bisa dipastikan sangat mengganggu habitat dan populasi julang Sulawesi. Apalagi, pertambangan ilegal itu dengan alat berat,” kata Yoki, sapaan akrab Yoyok.

 

Julang Sulawesi [Knobbed hornbill] yang merupakan endemik Sulawesi. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Pertambangan emas ilegal, kata Yoki, akan membuka akses bagi orang sekitar untuk berburu. Apalagi, ada kepercayaan beberapa warga kalau kepala julang memiliki nilai magis, seperti penolak bala. Ia dipercaya sebagai simbol kemapanan.

Sutan Sahala Muda Marpaung, peneliti juga mahasiswa S3 Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan IPB University geram dengan pertambangan emas ilegal yang merambah ke Panua.

Aktivitas terlarang itu, pasti akan memberikan kontribusi besar terhadap deforestasi hutan di Pohuwato.

Global Forest Watch mencatat, sejak 2002-2021, Pohuwato kehilangan 16.200 hektar hutan primer basah, menyumbang 44% dari tutupan pohon dalam periode sama. Sejak 2001-2021, Pohuwato kehilangan 37.800 hektar tutupan pohon, setara penurunan 9.4% tutupan pohon sejak 2000, atau 25.4Mt emisi CO₂e.

Sutan katakan, Pemerintah Pohuwato bersama BKSDA serta aparat penegak hukum harus secepatnya bertindak.

Dia sarankan, pemerintah setempat harus membuat rencana strategis konservasi bagi julang Sulawesi. Pemerintah diminta segera menertibkan dan menghentikan aktivitas tambang.

“Perlu ada kolaborasi berbagai lembaga menyusun strategi konservasi, termasuk soal julang,” katanya.

Sumitro Monoarfa, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pohuwato mengaku Pemerintah Pohuwato sedang koordinasi berbagai lembaga untuk mencari solusi pertambangan emas ilegal kabupaten itu, termasuk di Desa Karya Baru.

Pada pertengahan Agustus lalu, informasi dari Abdul ada enam eksavator beraktivitas dalam Panua.

Dia sudah menghalangi aktivitas itu, tetapi warga tetap menerobos masuk Cagar Alam Panua.

Bagaimana nasib Cagar Alam Panua ke depan?

 

Sungai pun tercemar tambang emas ilegal di Pahuwato. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

********

Exit mobile version