Mongabay.co.id

Masuk Bandara ‘Tanpa Tiket’, Julang Sulawesi Diamankan BBKSDA Sulsel

Julang sulawesi. Foto: Eko Prastio Ramadhan (Burung Indonesia)

 

Sebuah peristiwa unik terjadi di bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Rabu (28/9/2022), di mana seekor burung Julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix) ditemukan masuk ‘tanpa tiket’ ke ruang tunggu lantai 2 bandara. Sontak kehadiran burung yang dilindungi ini menyita perhatian pengunjung dan sempat viral di media sosial.

Menurut Jusman, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Selatan, informasi tentang adanya satwa yang dilindungi tersebut diperoleh melalui akun Instagram Info Kejadian Makassar dan laporan masyarakat melalui call center BBKSDA Sulawesi Selatan.

“Dari Kepala Kantor Cabang PT. Angkasa Pura I Cabang Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin-Makassar diperoleh informasi bahwa kemungkinan burung tersebut masuk bandara melalui plafon gedung yang sedang direnovasi. Plafon gedung yang terbuka memungkinkan burung dapat masuk ke lantai 2 ruang tunggu bandara, yang kemudian diamankan oleh petugas PT. Angkasa Pura I,” jelas Jusman.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Kepala BBKSDA Sulsel, bersama Kepala Bidang Wilayah II, Kepala Seksi Konservasi Wilayah IV, Kepala Resort Bandara Sultan Hasanuddin, dan tim medis dokter hewan Wildlife Rescue Unit (WRU) melakukan pengecekan satwa di lokasi, Kamis pagi, 29 September 2022.

Dari hasil pengecekan diidentifikasi bahwa Julang Sulawesi tersebut berjenis kelamin betina, terlihat dari paruh yang berwarna kuning dengan kerutan oranye kecokelatan di pangkal rahang dan kepala serta bulu leher berwarna hitam. Setelah pemeriksaan, dilakukan serah terima burung dari pihak Airport Security Investigator PT. Angkasa Pura I Cabang SHIAM ke BBKSDA Sulsel dan Tim WRU.

“Julang Sulawesi dalam keadaan sehat terlihat dari nafsu makan dan minum yang baik, perilaku yang normal, bulu yang normal serta tidak ada cacat fisik,” tambah Jusman.

baca : Julang Sulawesi, Jenis Burung yang Selalu Setia pada Pasangannya

 

Burung Julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix) yang ditemukan masuk ‘tanpa tiket’ ke ruang tunggu lantai 2 bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar. Foto: BBKSDA Sulsel.

 

Dijelaskan Jusman bahwa Julang Sulawesi termasuk dalam daftar merah IUCN berstatus rentan (Vulnerable/VU) dengan status Appendix II menurut CITES. Perlindungan Julang Sulawesi diatur dalam UU No.5/1990, PP No.7/1999 dan Peraturan Menteri LHK RI No.P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi.

Julang Sulawesi diketahui merupakan burung endemik Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya termasuk Pulau Lembeh, Kepulauan Togean, Pulau Muna dan Pulau Buton.

Terkait upaya penyelamatan burung ini, Jusman menyampaikan apresiasi ke berbagai pihak termasuk ke manajemen bandara.

“Ucapan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kami sampaikan atas kerja sama PT. Angkasa Pura I Cabang Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin-Makassar dan Unit Reskrim Polsek Bandara terhadap upaya pelestarian satwa liar yang dilindungi,” katanya.

Setelah serah terima, nantinya akan dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh oleh tim medis dokter hewan di kandang transit BBKSDA Sulawesi Selatan. Selain itu, tim medis juga akan memastikan Julang Sulawesi tersebut memenuhi animal welfare atau kesejahteraan hewan.

“Jika hasil pemeriksaan dalam kondisi sehat, selanjutnya Julang Sulawesi tersebut akan dilepasliarkan di kawasan konservasi BBKSDA Sulawesi Selatan,” tutup Jusman.

baca juga : Akhirnya, Elang dan Julang yang Dipelihara di Rumah Dinas Gubernur Aceh Diserahkan ke BKSDA

 

Proses pemindahan Julang Sulawesi dari kandang milik PT Angkasa Pura I ke kandang transit milik BBKSDA Sulsel. Foto: BBKSDA Sulsel.

 

Julang Sulawesi sendiri adalah spesies burung rangkong termasuk dalam Bucerotidae yang endemik di Sulawesi. Terdapat tiga nama lokal untuk menyebut jenis burung ini bagi masyarakat Sulawesi, yaitu Allo, Taong, dan Lupi. Pada 2013, Julang Sulawesi dipindahkan kedudukan genusnya dari Aceros ke Rhyticeros.

Panjang tubuh dapat mencapai 100 cm pada jantan, dan 88 cm pada betina. Julang Sulawesi memiliki tanduk (casque) yang besar di atas paruh, berwarna merah pada jantan dan kuning pada betina. Paruh berwarna kuning dan memiliki kantung biru pada tenggorokan.

Julang Sulawesi menghuni hutan primer dan hutan rawa. Terkadang ditemukan di hutan sekunder yang tinggi dan petak hutan yang tersisa dengan lahan pertanian yang luas. Terkadang pula mengunjungi hutan bakau.

Julang Sulawesi biasa terbang di atas dan sekeliling tajuk dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah, tetapi terkadang berkelompok sampai lima puluh individu atau lebih. Ketika terbang sayapnya berbunyi berisik seperti mesin uap.

Julang Sulawesi dikenal sebagai burung yang tidak bisa tinggal di daerah monokultur, dan yang sangat bergantung pada hutan. Ia sanggup mengonsumsi 2-15 buah per menit. Sehingga, ketika temboloknya penuh, bisa sampai 300-400 gram.

Di hutan, burung ini menjadikan lubang-lubang alami pada pohon sebagai sarangnya. Meski demikian, diketahui pula beberapa Julang Sulawesi bersarang di lubang karst, misalnya di wilayah Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Lubang-lubang itu merupakan tempat paling aman untuk berkembang biak serta menghindari pemangsa.

Setelah betina menentukan pasangannya, mereka akan hidup bersama dalam sarang. Uniknya, rangkong merupakan spesies monogami. Mereka hanya memiliki satu pasangan, hidup bersama hingga salah satunya mati.

Kehadiran burung ini di bandara kemungkinan karena kawasan bandara yang tak jauh dari wilayah Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.

baca juga : Julang Sulawesi, Si Cantik Semakin Terancam Perburuan Liar

 

Pelepasliaran sejumlah jenis burung pada grand launching Desa Wisata Tondongkura di Kecamatan Tondong, Pangkep. Burung yang dilepasliarkan adalah jenis Elang Paria (Milvus migrans), Opior Sulawesi (Lophozosterops squamiceps), Kacamata Sulawesi (Zosterops anomalus) dan Cucak Kutilang (Pycnonatus aurigaster). Foto: BBKSDA Sulsel.

 

Pelepasan Burung dan Pemberian Penghargaan Konservasi

Sehari sebelumnya, Selasa, 27 September 2022, sebagai bagian dari kegiatan grand launching Desa Wisata Tondongkura di Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Kepala BBKSDA Sulsel melakukan aksi pelepasan burung dan memberi penghargaan konservasi sebagai upaya mendukung pelestarian tumbuhan dan satwa liar.

Burung yang dilepasliarkan adalah jenis Elang Paria (Milvus migrans), Opior Sulawesi (Lophozosterops squamiceps), Kacamata Sulawesi (Zosterops anomalus) dan Cucak Kutilang (Pycnonatus aurigaster).

Sementara untuk penghargaan konservasi diberikan kepada Bupati Pangkajene dan Kepulauan, Muhammad Yusran Lalogau, dan Kepala Desa Tondongkura, Muhammad Ikhlas. Penghargaan diberikan atas dukungan mereka selama dalam upaya pelestarian tumbuhan dan satwa liar di daerahnya masing-masing.

baca juga : Elang Jawa, Penguasa Langit yang Menghadapi Risiko Kepunahan

 

Penyerahan penghargaan konservasi dari Kepala BBKSDA Sulsel kepada Bupati Pangkajene dan Kepulauan Muhammad Yusran Lalogau. Foto: BBKSDA Sulsel.

 

Khusus untuk launching Desa Wisata Tondongkura dilaksanakan di kawasan wisata puncak Tondong Karube Desa Tondongkura, yang dikembangkan melalui konsep agrowisata, ekologi, kebudayaan serta konservasi alam.

Selain keindahan alamnya, Desa Tondong Kura diberkahi tanah yang subur untuk pertanian di mana mayoritas pekerjaan masyarakatnya adalah bertani dan berkebun cengkeh, sayuran dan buah-buahan. Selain itu, salah satu potensi wisata yang bisa dikembangkan di desa terkait keberadaan primata Tarsius yang biasanya aktif di malam hari.

Tarsius adalah satwa bertubuh kecil dengan mata yang sangat besar, dengan tiap bola matanya berdiameter sekitar 16 mm dan keseluruhan berukuran sebesar otaknya. Kaki belakangnya juga sangat panjang dengan tulang di bagian kaki sangat panjang dan dari tulang tarsus inilah nama Tarsius berasal. Panjang kepala dan tubuhnya 10 sampai 15 cm, tetapi kaki belakangnya hampir dua kali panjang ini, mereka juga punya ekor yang ramping sepanjang 20 hingga 25 cm.

Menurut Jusman, Tarsius berpotensi sebagai obyek wisata minat khusus terutama bagi wisatawan mancanegara.

“Pengamatan Tarsius yang aktif pada malam hari dapat menjadi paket wisata dengan tour guide dari masyarakat desa setempat.”

Usulan wisata minat khusus ini sendiri dinilai sejalan dengan tujuan dari pengembangan desa wisata, yang memberdayakan masyarakat agar dapat berperan sebagai pelaku langsung serta meningkatkan kesiapan dan kepedulian dalam menyikapi potensi pariwisata atau lokasi daya tarik wisata di wilayah masing-masing desa.

 

 

Keterangan foto utama : Julang sulawesi. Foto: Eko Prastio Ramadhan/Burung Indonesia

 

Exit mobile version