Mongabay.co.id

BPJN NTT Tanam Bakau di Maumere, untuk apa?

 

Suasana di pesisir hutan mangrove Kampung Garam, pagi itu tampak ramai. Ratusan orang dari paguyuban ibu-ibu Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) NTT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), murid SD Inpres Sinde Kabor serta mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere berkumpul.

Mereka akan melakukan kegiatan penanaman bakau Rhizophora mucronata di tanah lapang berlumpur di samping perumahan warga Kampung Garam. Tanah lapang itu dulunya direncanakan untuk lokasi tambak garam di areal hutan mangrove

“Penanaman harus dilakukan pagi hari sebab jam 11.00 WITA air laut sudah pasang dengan ketinggian minimal 30 sentimeter,” ujar Petrus Blasing, Ketua RT 13 RW 04, Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Sabtu (24/9/2022).

Petrus menyebutkan, penanaman bakau telah berulangkali dilakukan di sebelah utara dekat hutan mangrove, namun bakau selalu saja mati. Kemungkinan karena daerah yang ditanami bukan daerah berlumpur.

“Makanya kami memilih menanam di dekat perkampungan karena tanahnya berlumpur dan mudah dilakukan pengontrolan. Apabila bakaunya mati maka diganti dengan yang baru,” ujarnya.

Lokasi pemukiman warga Kampung Garam berada dekat hutan mangrove. Sekitar 150 meter ke arah utara, hutan mangrove membentengi perkampungan.

Sayangnya, areal hutan mangrove berkurang karena maraknya pembangunan rumah warga di pesisir dan adanya tambak ikan.

baca : Hutan Mangrove Mageloo, Perjuangan Peraih Kalpataru Menghutankan Pesisir Pantai

 

Penanaman bibit mangrove di Kampung Garam, Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT yang diinisiasi oleh paguyuban ibu-ibu BPJN NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Tanam dan Rawat

Hari itu dilakukan penanaman 200 bibit dari rencana 1.000 pohon mangrove di tanah lapang itu. Sulitnya mendapatkan anakan bakau menjadi kendala yang dihadapi.

Kepala BPJN NTT Agustinus Junianto menyebutkan pihaknya baru pertama kali menanam bibit bakau. Kota Maumere, Kabupaten Sikka dipilih untuk penanaman mangrove karena pernah terjadi tsunami hebat tahun 1992 yang memporak-porandakan bangunan di pesisir pantai.

Agustinus menyebutkan pihaknya diminta melakukan penghijauan sebagai bagian dari program pemerintah.

“Setiap selesai membangun jalan atau jembatan maka harus dilakukan penghijauan. Contohnya setelah pembangunan ruas Jalan Tanah Mori – Labuan Bajo selesai, kami menghijaukan kembali dengan tanaman lokal dan tanaman dari pulau Jawa,” ujarnya.

Selain itu, Menteri PUPR sempat menyampaikan usai pembangunan waduk atau bendungan maka harus dilakukan penghijauan. Agustinus menyebutkan di Flores ada bambu kualitas terbaik di Bajawa yang menjadi lokasi pembibitan untuk ditanam di bendungan.

Ia berharap dengan penanaman bakau maka penduduk di pesisir pantai Kota Maumere bisa terhindar dari abrasi, rob dan ancaman saat gelombang pasang dan tsunami.

“Harapan kami daerah pesisir pantai penduduknya bisa aman ketika hutan bakau hidup. Juga bisa memberikan kehidupan bagi biota laut. Dengan menanam bakau maka kita melestarikan alam kita,” ucapnya.

baca juga : Tanam Mangrove di Maros, Luhut Tegaskan Pentingnya Rehabilitasi Mangrove untuk Masa Depan

 

Mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere menanam bibit bakau di Kampung Garam, Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Agustinus menegaskan pihak pemerintah daerah khususnya Kelurahan Kota Uneng bisa berkoordinasi dengan BPJN NTT dalam menanam dan merawat bakau. Bila bakau yang ditanam mati maka pihaknya siap menggantikannya.

“Masyarakat harus bisa memelihara dan menjaga. Pihak kelurahan bisa berkoordinasi dengan kami sehingga kalau ada yang mati bisa diganti. Kami siap menanam sebanyak-banyaknya,” tegasnya.

 

Manfaat Mangrove

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Nipa Maumere, Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba mengatakan kepadatan mangrove di kampung garam tergolong rendah.

Dengan kondisi itu, lanjut Barnabas, perumahan di pesisir pantai rentan terdampak tsunami. Hutan mangrove yang lebat, katanya, dapat berfungsi sebagai pelindung kawasan pesisir dari gelombang tsunami.

Menurutnya, hutan mangrove memiliki manfaat ekologis mendukung keberadaan lingkungan fisik dan biotanya.

“Hutan mangrove juga menjadi penyumbang zat hara yang berguna untuk kesuburan perairan di sekitarnya,” terangnya.

Sedangkan manfaat ekonominya, hutan mangrove dapat dimanfaatkan kayunya untuk bahan bangunan dan lainnya, penghasil madu serta produksi ikan.

Damanik & Djamaludin (2012) menyatakan bahwa hutan mangrove dengan ketebalan 600 m sampai satu km mampu meredam sekitar 80% gelombang tsunami setinggi 10 meter.

Disebutkan bahwa mangrove di Indonesia berada pada kondisi yang memprihatinkan (FAO, 2007). Tingginya aktivitas manusia sangat berpengaruh pada menurunnya kondisi ekosistem mangrove di Indonesia, termasuk perubahan pola distribusi dan penurunan jenis mangrove.

Pembukaan lahan untuk tambak dan pelabuhan,penebangan secara massal merupakan beberapa contoh aktivitas manusia yang dapat mengganggu distribusi mangrove baik dari aspek luasan maupun komposisi spesiesnya.

baca juga : Muhamad Hamsah, Pelopor Penanaman Mangrove di Golo Sepang

 

Murid SD Inpres Sinde Kabor, Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT sedang melakukan penanaman bibit mangrove. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Data dari kkp.go.id menyebutkan,berdasarkan Peta Mangrove Nasional yang resmi dirilis oleh KLHK tahun 2021, total luas mangrove Indonesia 3.364.076 Ha.

Merujuk pada SNI 7717-2020, kondisi mangrove lebat adalah mangrove dengan tutupan tajuk lebih dari 70%, mangrove sedang dengan tutupan tajuk 30-70%, dan mangrove jarang dengan tutupan tajuk kurang dari 30%.

Dari total luasan mangrove Indonesia seluas 3.364.076 Ha, kondisi mangrove lebat seluas 3.121.239 Ha (93%), mangrove sedang seluas 188.363 Ha (5%), dan mangrove jarang seluas 54.474 Ha (2%).

 

Pemulihan Mangrove

Dalam jurnal, Studi Karakteristik Mangrove di Kawasan Teluk Maumere, Kabupaten Sikka oleh Angelinus Vincentius, Yohanes Don Bosco R. Minggo dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Nipa Maumere serta Nurjannah Nurdin dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makasar dijelaskan tentang sebaran mangrove di Teluk Maumere.

Sebaran mangrove di kawasan Teluk Maumere, Kabupaten Sikka terpusat pada empat daerah yaitu bagian barat Kabupaten Sikka; Kampung Garam dan wilayah sekitarnya; bagian timur Kabupaten Sikka dan pulau-pulau kecil di Teluk Maumere.

Berdasarkan hasil analisis spasial pada tahun 2017, luas hutan mangrove di seluruh kawasan Teluk Maumere Kabupaten Sikka adalah 564,32 ha. Kondisi tutupan mangrove tersebut sebelumnya mengalami penurunan tahun 1991–2006.

Menurut Gumilang et al. (2013) penurunan tutupan disebabkan oleh konversi lahan dan bencana alam tsunami 6,8 SR pada tanggal 12 Desember 1992.

Hasil penelitian Vincentius et al. pada 2018 menyebutkan bahwa mangrove di wilayah Teluk Maumere umumnya dalam kondisi baik dengan tutupan tajuk antara sedang sampai padat.

baca juga : Bekantan, Monyet Belanda yang Menyukai Hutan Mangrove

 

Hutan mangrove di Kampung Garam, Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2006–2016) telah terjadi pemulihan kondisi tutupan mangrove dan luas areal.

Ini disebabkan karena faktor lingkungan alamiah yang memungkinkan mangrove dapat tumbuh baik, masih rendahnya tekanan dan konversi lahan oleh penduduk dan adanya program restorasi mangrove oleh masyarakat, pemerintah serta LSM.

Peningkatan luas dan tutupan mangrove menjadi target dengan bentuk kegiatan antara lain, reboisasi di wilayah Magepanda (Fata dan Ndete), larangan penebangan pohon mangrove di wilayah Talibura dan Darat Pantai (Lestari et al., 2012), dan hybrid enginering mangrove di Magepanda (Fata) dan Talibura (Gumilang et al., 2013).

Di Kampung Garam, sebagian kecil dari lokasi mangrove dikonversi menjadi tambak sudah berlangsung sejak 1980. Tambak tidak dikelola secara baik sehingga produksi ikan bandeng sedikit, hanya untuk konsumsi rumah tangga.

Lokasi mangrove juga dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan alat tangkap, mengikat perahu dan tempat istirahat bagi nelayan yang pulang melaut

Luas mangrove tertinggi di Darat Pantai (133,43 ha), ketebalan tertinggi di Kampung Garam II/Wuring (427,61 m) dan tutupan tertinggi di Talibura (80,63 %).

 

Exit mobile version