Mongabay.co.id

Konflik Buaya dengan Manusia Makin Mengerikan di Maluku Utara

 

Konflik manusia dan buaya di Maluku Utara dalam bebeberapa waktu belakangan ini makin mengerikan. Dalam beberapa bulan saja sudah ada puluhan warga di Maluku Utara jadi korban diterkam buaya. Dalam sehari saja ada tiga orang yang beraktifitas menangkap ikan maupun saat ke kebun menjadi korban keganasan predator tersebut.

Informasi yang berhasil dihimpun Mongabay Indonesia di lapangan, buaya menyerang warga di tiga tempat berbeda dalam satu hari Minggu (2/10/2022), yaitu di Halmahera Barat, kemudian Tidore Kepulauan dan di Kabupaten Kepulauan Sula.

Di Halmahera Barat, Dorlin Domaha (29 tahun), seorang warga asal Desa Ulo, Kecamatan Jailolo, ditemukan tewas mengenaskan, Minggu (2/10) dini hari sekira pukul 01.00 WIT. Dia diterkam buaya saat mencari ikan malam hari di perairan Desa Tataleka, Kecamatan Jailolo Selatan.

Dorlin memanah ikan bersama rekannya Melkon Doraka (30 tahun) dan Alfreido Woka (29 tahun). Mereka menceritakan berangkat mencari ikan sekira pukul 22.00, Sabtu (1/10) malam. Setelah sampai di laut dekat desa tersebut, mereka langsung mulai memanah ikan. Jarak satu sama lain berkisar 10 meter. Selang beberapa menit, korban sudah tak ada di tempatnya.

Melkon berusaha mencari korban menggunakan senter namun hanya melihat alat panah dan senter korban hanyut terbawa arus.

“Melkon sempat lihat seekor buaya yang melintas di depannya. Adanya kejadian itu, kita langsung memberitahukan ke warga Desa Tataleka meminta pertolongan dan pencarian korban tapi belum ditemukan,” ungkap Alfreido.

baca : Mengapa Konflik Manusia dan Buaya Tinggi di Maluku Utara?

 

Upaya pencarian korban yang diterkam buaya. Foto : Basarnas Ternate

 

Karena peristiwa ini warga selanjutnya menginformasikan ke Bhabinkamtibmas dan meminta bantuan warga tetangga Desa Ulo yakni Tauro di kecamatan yang sama untuk membantu pencarian di pesisir Desa Gamlenge.

“Sekitar pukul 03.30 pagi WIT warga mendapati korban di Desa Gamlenge dalam kondisi sudah meninggal dunia,” jelas Alfreido. Polisi kemudian melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) ditemukan tubuh korban mengalami luka gigitan buaya di telinga, tangan dan kaki. Korban selanjutnya diambil keluarga dan dikebumikan.

Di Kabupaten Kepulauan Sula tepatnya di Desa Partina, Kecamatan Sulabesi Barat, seorang anggota TNI di Kepulauan Sula, Maluku Utara bernama Serda Ahmad Ismi Lajidu (32) juga dilaporkan diterkam buaya juga saat memanah ikan. Korban yang   yang bertugas di Kodim 1510 Kepulauan Sula itu mencari ikan bersama dua temannya, Praka Budiarjo Umasugi dan Ongen, warga Desa Waiipa.

Peristiwa mengenaskan itu terjadi sekira pukul 16.55 WIT, saat mereka menyelam di perairan Desa Partina. Tiba-tiba korban diserang seekor buaya. Hingga saat ini, korban belum juga ditemukan. Warga yang membantu melakukan pecarian hanya menemukan alat tangkap berupa, panah, pelampung dan seekor ikan diduga milik korban.

Babinkamtibmas Desa Fokalik, AIPDA Syahrudin Umaternate menyampaikan jasad korban masih dicari oleh warga, tim Basarnas, TNI dan kepolisian.

Dari proses pencarian sejak Minggu (2/10/2022) jenazah korban akhirnya ditemukan dalam keadaan utuh saat operasi SAR hari kedua, Selasa (4/10/2022) sekira pukul 09.25 WIT.

baca juga : Banyak Kasus Buaya Terkam Manusia di Maluku Utara, Ada Apa?

 

TIM SAR bersiap menyisir area yang dicurigai tempat hilangnya korban yang diterkam buaya. Foto : Basarnas Ternate

 

Sedangkan di Kabupaten Tidore Kepulauan, Halima Ningsi (39 tahun) dan suaminya Sahbudin Sangadji (48 tahun), warga Desa Maidi Kecamatan Oba Selatan, juga menjadi korban serangan buaya.

Usai bekerja di kebun, mereka pulang ke rumah melewati Kali Hitam di kampung itu. Sungai tersebut terkenal memiliki banyak buaya. Sahbudin pertama kali melintas, disusul Halimah. Namun naas saat giliran Halimah menyeberang sungai tiba-tiba seekor buaya langsung menerkam.

Sahbudin langsung melompat ke dalam sungai dan menarik tubuh istrinya. Halimah berhasil ditarik, namun kaki kanannya nyaris putus usai diterkam buaya.

Karena kondisi istrinya yang cukup parah itu, Sahbudin meminta pertolongan warga Trans Maidi mengevakuasi korban. Halimah lalu dibawa ke Puskesmas di ibu kota kecamatan di Payahe menggunakan mobil truk milik warga setempat.

Tiba di Puskesmas langsung diberi penanganan medis. Namun karena luka cukup parah, Halimah selanjutnya dirujuk ke RSUD Chasan Boesoirie Ternate untuk menjalani operasi.

baca juga : Buaya Muara Bermunculan dan Tewaskan Warga di Maluku, Ada Apa?

 

Setelah dua hari dilakukan pencarian oleh tim SAR gabungan korban akhirnya ditemukan pada Selasa (4/10/2022) dan selanjutnya korban diserahkan ke pihak keluarga. Foto : Basarnas Ternate

 

Papan Peringatan

Sebelumnya, pada periode Juli hingga Agustus lalu, empat orang menjadi korban diterkam buaya. Dalam peristiwa Selasa (23/8/2022) itu, dua orang meninggal dan dua orang selamat. Seorang korban meninggal bernama Rosadi Umamit (32), warga Desa Capalulu, Mangoli Tengah, Kabupaten Kepulauan Sula.

Selanjutnya  Farjan Idham (16 Tahun), diterkam saat memancing di Danau Tolire, Pulau Ternate, Selasa (2/8/2022). Pada Senin (25/7/2022) seorang pria di Jailolo Halmahera Barat sedang memanah ikan di laut desa Tuada diterkam buaya. Beruntung pria ini mampu menyelamatkan diri. Sedangkan pada Selasa (26/7/2022), Ferdinan Serang (39 tahun) diterkam buaya saat mencari kepiting di hutan bakau di Kali Kosa, Kelurahan Payahe, Kota Tidore Kepulauan.

Kepala Seksi Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Wilayah I Ternate, Abas Hurasan dikonfirmasi Selasa (4/10/2022) mengatakan pihaknya belum mendapatkan data tentang buaya menerkam manusia di Maluku Utara karena tidak ada warga yang melapor ke ke BKSDA. Padahal, tren peristiwa konflik buaya vs manusia di Malut begitu tinggi.

Sebagai langkah pencegahan, BKSDA hanya memberi himbauan kepada masyarakat terutama yang wilayahnya dekat dengan habitat buaya, baik rawa, sungai dan muara sungai, agar selalu berhati-hati saat beraktifitas.

Abas mengatakan saat ini pihaknya sedang mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi lokasi atau wilayah yang menjadi tempat hidup buaya untuk bisa dipasang papan informasi peringatan.

“Kita belum pasang pengumuman atau papan peringatan. Saat ini masih mengumpulkan informasi terkait habitat buaya yang berdekatan dengan pemukiman masyarakat. Selanjutnya disampaikan ke Kantor BKSDA di Ambon untuk pembuatan dan pemasangan papan peringatan tersebut,” katanya.

baca juga : Habitat Rusak, Konflik Manusia dan Buaya Muara Tinggi, 2 Warga Maluku Tewas

 

Ilustrasi. Buaya muara [Crocodylus porosus] yang berada di Pusat Penyelamatan Satwa [PPS] Alobi Foundation Bangka Belitung di Air Jangkang, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Konflik manusia dengan buaya muara terjadi karena rusaknya habitat buaya di daerah aliran sungai [(DAS]. Foto: Cici Nasya Nita/Mongabay Indonesia

 

Penangkaran Buaya

Sedangkan Hellen Kurniati , Peneliti Buaya dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dihubungi Mongabay Indonesia, Selasa (4/10/2022) menjelaskan, ada dua persoalan serius yang membuat buaya menjadi sangat mengancam manusia saat ini, yaitu rusaknya habitat dan meningkatnya populasi buaya.

Hellen mengatakan dulu perburuan buaya terjadi berbagai tempat ada untuk kepentingan produksi kulit. Namun seiring waktu, penangkapan satwa dilindungi itu menjadi sorotan dunia karena mengancam populasinya. Karena perburuan berhenti, populasi buaya meningkat dan berdampak pada penyebarannya ke berbagai tempat termasuk di laut.

Dia menjelaskan habitat buaya terancam karena dampak industri ekstraktif seperti tambang dan aktivitas pembangunan baik perkebunan maupun pemukiman. Hal itu menyebabkan buaya kemudian mencari habitat lain terutama daerah pasang surut. Dia bilang, dulu jarang ditemukan ada buaya menyerang manusia di laut. Sekarang sudah sangat banyak peristiwa terjadi di laut dan daerah pasang surut.

“Contoh kasus yang saya amati di Timor yang juga tinggi konflik manusia dan buaya, di sana banyak sungai yang rusak. Baik karena tambang dan aktivitas lainnya oleh manusia. Akhirnya buaya berpindah dan hidup di muara. Biasanya dia lebih suka muara sungai terutama air pasang surut,” katanya.

Dia menyarankan adanya langkah pencegahan konflik buaya dan manusia dari BKSDA. “Saran saya buaya ditangkap, bukan dibunuh karena masuk hewan dilindungi. Selanjutnya dibuat penangkaran dan dijadikan indukan,” usulnya. Hal itu karena buaya yang pernah menyerang manusia, cenderung akan menyerang manusia kembali.

Hellen mengusulkan penangkapan dan penangkaran karena konflik buaya dengan manusia semakin tinggi di lima provinsi. Di beberapa provinsi seperti di Bengkulu, Aceh dan Kalimantan sudah mulai melakukannya. (*)

 

Exit mobile version