Mongabay.co.id

Kedai Kopi ala BRGM, Restorasi Gambut dan Mangrove Bersama Perguruan Tinggi

 

 

 

 

Kedai Kopi, begitu nama program yang diluncurkan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) belum lama ini di Riau. Kedai Kopi ini kepanjangan dari kedaireka, kolaborasi, partisipasi dan inovasi. Dalam kegiatan ini BRGM menggandeng sembilan perguruan tinggi untuk mendukung dan mempercepat restorasi gambut serta rehabilitasi mangrove di Indonesia.

Agenda BRGM ini sejalan dengan program matching fund Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk menciptakan kolaborasi dan sinergi strategis antara perguruan tinggi dan industri. Capaiannya, mahasiswa dan dosen dapat pengalaman dari kegiatan di luar kampus. Ini satu dari delapan indikator kinerja perguruan tinggi.

“Restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove tidak bisa kita lakukan sendiri. Karena itu, kami menggandeng berbagai pihak, salah satunya universitas,” kata Suwignya Utama, Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRGM, belum lama ini.

Dia berharap, melalui kerja sama ini, pengalaman dan inovasi dapat bermanfaat bagi semua dan aspek keberlanjutan restorasi gambut lebih terjamin: pemberdayaan dan pengembangan ekonomi masyarakat.

Riau, katanya, salah satu target perlindungan gambut dan mangrove terbesar di Indonesia sekaligus bentuk penghargaan atas visi Riau Hijau yang diusung Gubernur Syamsuar.

Syaiful Bahri, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Sistem Informasi Universitas Riau, menyambut baik kerjasama ini dan berterimakasih pada Kemdikbudristek.

“Kegiatan ini implementasi hasil penelitian ke lapangan. Selain menjalankan kegiatan belajar kampus merdeka, juga memberi pengalaman ke mahasiswa.”

 

Pengukuran tinggi muka air gambut. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Erika Budiarti Laconi, Wakil Rektor Bidang Inovasi, Bisnis dan Kewirausahaan IPB, berharap melalui Kedaireka, seluruh inovasi di perguruan tinggi bisa menjadi jembatan manfaat bagi masyarakat.

Melansir kedaireka.id, kata ini akronim dari kerjasama dunia usaha dan kreasi reka. Juga disebut kedaulatan Indonesia dalam reka cipta. Ini sebuah platform yang dikelola Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi serta Dirjen Pendidikan Vokasi.

Kementerian ini hendak membangun kerjasama perguruan tinggi, dunia usaha, industri dan pihak terkait.

“Melalui program ini, IPB ingin seluruh inovasi di masyarakat akan terus berkembang di tangan generasi mendatang. Mari sama-sama kita membuat Riau Hijau jadi satu kenyataan yang sangat nyata,” kata Erika.

Kalau ingin restorasi gambut, katanya, jadikan masyarakat mandiri dengan sumber daya lokal agar terus berkesinambungan.

 

Mis sagu dari Bengkalis. Foto: Suryadi/ Mongabay Indoensia

 

Gubernur Riau Syamsuar, apresiasi inisiatif BRGM. Dalam sambutannya dia berharap mahasiswa yang turun langsung ke lapangan dapat memberikan edukasi pada masyarakat. Terutama pengembangan pertanian lokal karena bukan hanya sawit yang dapat menyejahterakan.

Dia bilang sagu jadi makanan pokok masyarakat Kepulauan Meranti dan sebagian Bengkalis. Kepulauan Meranti, juga menghasilkan kopi liberika. Kabupaten Siak, bahkan sekarang memiliki lahan nanas paling luas. Bengkalis pun mulai mengikuti. Indragiri Hilir, mulai produksi jahe besar-besaran. Sedangkan Rokan Hilir, sudah mengembangkan pertanian talas ungu.

“Sebenarnya, berbagai produk pertanian gambut di Riau bisa berorientasi ekspor. Banyak tanaman yang dapat sejahterakan masyarakat. Termasuk jagung dan aren,” ucap Syamsuar.

Untuk mewujudkan harapan itu, Syamsuar bilang sudah bicara dengan sejumlah startup atau perusahaan rintisan, untuk memasarkan produk gambut supaya usaha masyarakat tidak sia-sia begitu saja. Dia minta, mahasiswa mendata potensi pertanian di lahan gambut tiap desa nanti.

Dia bilang, sedang galakkan program tanam cabai untuk atasi inflasi. Saat ini, Riau, salah satu Kota Pekanbaru, masih bergantung pasokan cabai dari Sumatera Barat dengan harga lebih Rp 60.000 per kilogram.

Setelah membuka kegiatan BRGM, sekaligus melepas 62 mahasiswa IPB dan Unri yang akan mengabdi di beberapa desa, Syamsuar bertolak ke Kota Dumai untuk meluncurkan program tanam cabai se-Riau.

Selain pertanian lokal, Syamsuar juga menyinggung masalah kebakaran hutan dan lahan yang saban tahun terjadi di lahan gambut. Bahkan, berujung pada bencana asap. Dia juga minta mahasiswa membantu masyarakat mengatasi masalah itu.

 

Keripik mangrovr dari Bengkalis. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Bagaimana mangrove?

Soal mangrove, katanya, juga pekerjaan rumah. Pada puncak peringatan Hari Pers Nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara, Syamsuar bilang diberikan mandat BRGM melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meningkatkan rehabilitasi mangrove.

Salah satu upaya, katanya, pembibitan di Bengkalis dan Indragiri Hilir dengan penggerak perempuan adat suku laut yang dikenal dengan Suku Duano. Masyarakat Duano berhubungan sangat dekat dengan laut. Sumber kehidupan mereka berasal dari sana, seperti mencari kerang dengan menongkah atau berselancar di lumpur menggunakan papan.

Riau memiliki hamparan hutan mangrove lebih 200.000 hektar, salah satu di Indonesia. Namun hutan mangrove yang menjadi benteng pesisir ini tergolong rusak parah, sebagian besar karena abrasi, terutama yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka di Indragiri Hilir, Bengkalis, Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan sebagian Pelalawan. Hutan mangrove dihantam gelombang besar ketika musim angin utara.

Syamsuar bilang, abrasi di Riau sudah mencapai 137 KM. Prediksinya, pemulihan tidak mungkin selesai pada 2024, walaupun sudah masuk dalam rencana program jangka menengah nasional (RPJMN).

 

 

***

Program Kedai Kopi BRGM sejak 2021. Di awal, hanya melibatkan enam perguruan tinggi yang tersebar di wilayah kerjanya. Kemdikbudristek mengucurkan anggaran Rp4, 240 miliar dan Rp7, 364 miliar dari BRGM.

“Kegiatan ini bertujuan memberikan ruang bagi mahasiswa agar dapat mengaplikasikan keilmuan dan hasil riset langsung ke masyarakat,” kata Suwignya.

Sigit Sutikno, dosen Universitas Riau mengatakan, tahun ini, kampusnya fokus di Indragiri Hilir, karena mitra menginginkan sesuatu yang perlu dikembangkan di sana. Mereka gandeng PT Bumi Palma Lestari Persada (BPLP)—SMART Agro—dalam mengaplikasikan model pengelolaan tata air bersama antara perusahaan dan masyarakat.

Kegiatannya berupa pembuatan neraca air, pembimbingan dan pendampingan masyarakat membuat sekat kanal, dan pengukuran tinggi muka air (TMA). Juga, pengelolaan tata air bersama-sama konsesi dan masyarakat desa, sebagai upaya mitigasi kebakaran lahan serta pembasahan gambut.

“Lahan gambut harus dijaga kebasahannya. Kalau kering banyak bencana. Risiko kebakaran, subsiden, emisi karbon dan sebagainya,” kata Sigit.

Dia bilang, masih banyak kendala menjaga kebasahan gambut, seperti perencanaan tata air belum terintegrasi dalam kesatuan hidrologi gambut (KHG). Di kawasan itu, ada banyak kepentingan. Masing-masing berusaha menjaga areal dari kekeringan dan kebanjiran.

Kemudian, perencanaan tata air belum berdasarkan analisis neraca air yang baik dan parameter biofisik lain. Jadi, sistem tata air tidak bisa optimal. Tantangan itu, akan diselesaikan di KHG Sungai Enok-Sungai Batang. Pusatnya ada di konsesi PT BPLP.

Secara umum, ada sembilan kegiatan mahasiswa Unri di Indragiri Hilir, sekaligus jadi tugas akhir mereka. Beberapa seperti pemetaan spasial, biofisik, lanskap dan sosial ekonomi pedesaaan. Kemudian pemasangan instrumen monitoring hidrologi dan subsidensi. Selanjutnya penyusunan model neraca air skala KHG dan lanskap.

 

Pelatihan bikin produk olahan singkong. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Adapun IPB University, sudah memasuki tahun kedua kerja sama dengan BRGM dalam peningkatan ekonomi masyarakat melalui produk ramah gambut dan mangrove.

Tahun ini, kegiatan ini akan dikembangkan menjadi produk berbasis ekspor, termasuk diversifikasi produk turunan dari sagu, nanas, olahan ikan, pemanfaatan limbah pati sagu menjadi plastik ramah lingkungan dan limbah nanas menjadi serat tekstil.

Selain itu, melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), IPB University bersama BRGM akan melakukan pengembangan produk olahan atau turunan sagu di Kepulauan Meranti dan pengembangan sorgum di Bintan.

“Ekosistem gambut berkontribusi untuk ketahanan pangan alternatif, khusus pada rawa gambut,” kata Alim Setiawan Slamet, dari IPB University.

Tahun ini, IPB University akan mengaplikasikan teknologi tepat guna mendukung ekonomi hijau dan biru sebagai upaya restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove. Kegiatan ini dirancang dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka Socio Preuner.

IPB mengirim 50 mahasiswa di Bengkalis dan Siak. Slamet bilang, Riau punya potensi luar biasa. Mereka coba dorong penguatan produk unggulan lokal. Sagu didorong jadi produk turunan dan olahan dengan kualitas lebih baik dan tahan lama. Bengkalis punya mimpi buat pop mie sagu.

Selama dua tahun program ini berjalan, IPB sudah fasilitasi empat kluster siap ekspor, antara lain, kopi di Cikajang, Garut, sudah sampai ke Belanda dan negara Eropa lain. Tahun ini, kontak 15 kontainer untuk ekspor. Tidak menutup kemungkinan, IPB juga akan bantu pasarkan kopi liberika yang diunggulkan Gubernur Syamsuar ke pasar internasional.

Kemudian, ekspor media tanam berupa fermentasi dari kotoran kambing, yang disebut goat tai. Bentuknya beda tipis dengan teh celup. Sudah merambah ke pasar Taiwan dan beberapa negara Asia. Bulan ini juga, IPB fasilitasi ekspor buncis kenya serta tanaman hias ke Bahrain dan Turki.

“Saya berharap, ada satu atau dua produk yang kita damping di Riau juga tembus pasar ekspor,” kata Slamet.

 

Kebakaran di lahan gambut yang jadi kebun sawit perusahaan. Foto: Junaidi Hanafiah/ Mongabay Indonesia

 

******

Exit mobile version