Mongabay.co.id

Asoka, Bunga yang Memiliki Makna Filosofi

 

 

Asoka [Saraca asoca] merupakan pohon yang menghasilkan bunga merah indah. Tumbuhan ini sering kita lihat di pekarangan rumah maupun di taman.

P. Prabdan dan kolega, peneliti dari Jaipur National University, India, dalam penelitiannya berjudul “Saraca asoca [Ashoka]: A Review” yang dimuat pada Journal of Chemical and Pharmaceutical Research 2009, 1 [1]: 62-71, menjelaskan bahwa pohon yang termasuk dalam keluarga Caesalpinaceae ini berasal dari bahasa Sansekerta. Asoka, artinya tanpa kesedihan.

Sementara di Eropa, orang menyebut asoka flame of the wood, atau nyala api di hutan. Ini dikarenakan warna bunga asoka yang cerah, seperti nyala api.

“Ashoka adalah sumber obat tradisional dan andalan dalam banyak aktivitas farmakologi,” tulis P. Prabdan dan kolega.

Riset tersebut menjelaskan, Saraca asoca mengandung glikosida, flavonoid, tanin dan saponin sehingga akar, daun, batang hingga bunganya digunakan sebagai antibakteri, antiimplantasi, antitumor, hingga antikanker.

Baca: Mengapa Jenis Ini Dijuluki Anggrek Macan?

 

Bunga asoka yang begitu indah. Foto: India Biodiversity

 

Merujuk Indiabiodiversity.org, pohon asoka bisa mencapai tinggi 5 meter, kulit batangnya sering berbonggol, berwarna gelap, dan tampak retak-retak. Daunnya majemuk, panjang 7-30 cm saling berhadapan dengan lebar 4-6 cm.

Bunga tanaman ini padat, berwarna oranye, terkadang putih. Baunya harum.

“Sedangkan buah dan bijinya polong.”

Data Royal Botanic Garden Kew, menunjukkan pohon asoka berasal dari India, Myanmar, Nepal, Sri Langka dan Himalaya Timur, lalu diperkenalkan ke Indonesia [Jawa, Sumatera, Sulawesi], Malaysia, New Guinea, dan Pakistan.

Ketika didatangkan dari India ke Indonesia, biasanya ditanaman di halaman keraton dan rumah bangsawan, terutama di Solo dan Yogyakarta.

Baca: Umbut Rotan yang Enak Dimakan

 

Asoka artinya tanpa kesedihan. Foto: India Biodiversity

 

Pohon obat

Penelitian Satisha Gedge dan kolega dari Indian Council of Medical Research, Belagavi, Karnataka, India, berjudul Resolving Identification Issues of Saraca asica from Its Adulterant and Commercial Samples Using Phytochemical Markers di Pharmacogn Magazine 2017 menjelaskan  asoka adalah spesies pohon obat, terutama di Ghats Barat, India.

“Harga dan permintaan yang tinggi, telah mendorong pemalsuan dengan tanaman lain seperti Polyalthia longifolis,” tulis peneliti.

Satisha Gedge dan kolega menjelaskan, Genus Saraca sesungguhnya ada 20 spesies di antaranya adalah Saraca asoca, Saraca declinata, Seraca indica dan Seraca thaipingensis.

Dari beragam spesies itu, hanya Saraca asoca yang tumbuh liar, lainnya ditanam di kebun raya.

“Kulit tanaman ini sangat dihargai karena penggunaannya dalam industri farmasi, terutama untuk gangguan ginekologi. Ekstrak kulit kayu asoka memiliki kendungan antitumor atau antikarsinogenik.”

Satisha Gedge dan kolega menjelaskan, data Dewan Tanaman Obat Nasional, New Delhi dan Yayasan Revitalisasi Tradisi Kesehatan Lokal, Bengaluru, India, menyebutkan tanaman ini memiliki kandungan antimikroba, larvasida, antidiabetes, oksitosi, antiestrogenik dan anti-inflamasi. Bahkan permintaan domestik untuk kulit kayu asoka lebih dari 100 metrik ton per tahun.

“Namun, populasi liar tanaman ini tersebar sangat sedikit, sebagian besar di Ghats Barat, India.”

Baca juga: Jambu Mete yang Bukan Keluarga Jambu

 

Pohon asoka dapat tumbuh hingga 5 meter. Foto: India Biodiversity

 

Kemanjuran obat herbal dari pohon asoka menarik perhatian Mradu Gupta dan kolega, peneliti dari Institute of Post Graduate Ayurvedic Education and Research dan University College of Science and Technology, India. Mereka melakukan penelitian ekstrak biji asoka.

Penelitian berjudul Therapeutic Effects of Acetone Extract of Saraca asoca Seeds on Rats with Adjuvant-Induced Arthritis via Attenuating Inflammatory Responses ini dimuat di International Scholarly Research Notices 2014.

Berdasarkan uji coba dengan hewan percobaan tikus albino wistar, setelah dilakukan pengobatan selama 21 hari menggunakan ekstrak biji asoka, hasilnya hemoglobin [Hb] tikus meningkat, dan berat badannya kembali normal. Pada dosis tertentu, efektif untuk peradangan sendi pergelangan kaki.

“Upaya penelitian ini untuk membuat penilaian terperinci dan komprehensif tentang kemanjuran antirematik biji Saraca asoca,” tulis peneliti.

Dari temuan ini diketahui, efek farmakologi nontoksik, antiarthiritis, dan antiinflasi yang signifikan dari ekstrak aseton Saraca asoca, sebanding dengan obat standar dengan cara yang diberikan dengan dosis.

“Ini dikarenakan adanya senyawa kimia flavonoid dan penurunan yang dihasilkan di tingkat prostaglandin dalam darah.”

Berdasarkan daftar IUCN RedList, Saraca asoca masuk dalam katagori Vulrenable/VU atau Rentan. Artinya, spesies ini menghadapi risiko kepunahan di alam liar.

 

Exit mobile version