Mongabay.co.id

Satwa Liar Terus jadi Target Buruan dan Perdagangan Ilegal

 

 

 

 

 

Satwa liar seperti orangutan, sampai rusa maupun burung-burung dilindungi di Sumatera tak henti dari sasaran pemburu dan jaringan perdagangan ilegal. Penegakan hukum seakan tak menghentikan langkah pelaku. Satu kasus Thomas Dirider C, baru vonis satu tahun denda Rp10 juta di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, atas aksi perdagangan orangutan secara ilegal, 17 September lalu.

Thomas merupakan pemain lama dalam jaringan perdagangan orangutan Sumatera. Dia memiliki jaringan pemburu yang kapan saja siap menyediakan satwa untuk diperdagangkan dengansesuai permintaan.

Seperti satu bayi orangutan Sumatera yang diperdagangkan ini, diperoleh dari pemburu di Taman Nasional Gunung Leuser. Beruntung, saat akan beraksi kepolisian berhasil mengendus dan operasi tangkap tangan.

 


Dalam amar putusan, majelis hakim diketuai Sulaiman menyatakan Thomas sah melanggar Pasal 21 ayat 2 junto Pasal 40 ayat 2 UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya karena sengaja memperdagangkan satwa liar dilindungi dan terancam punah, orangutan Sumatera. Thomas langsung menerima putusan itu.

Perburuan dan perdagangan orangutan tiada henti. Kasus demi kasus ditangani sampai ke pengadilan, seakan tiada bisa menyetop aksi pelaku. Rudianto Saragih Napitu, Kepala BBKSDA Sumut mengajak masyarakat menjaga dan melindungi orangutan Sumatera dari ancaman kepunahan.

Dia mengimbau kepada masyarakat turut serta menjaga orangutan agar hidup sejahtera di hutan dengan tidak memeliharanya. Juga, menjaga habitat orangutan dan aktif melakukan pelestarian.

Data dari Wildlife Crime Protection menyebutkan,, dalam enam bulan terakhir setidaknya ada empat orangutan diselamatkan dari perdagangan dan pemeliharaan ilegal—dua kasus berelasi dengan jaringan Thomas.

Pertama, satu orangutan Sumatera jantan diperkirakan usia sekitar lima tahun   yang diselamatkan dari perdagangan ilegal jaringan Edi Alamsyah Putra dan jaringan Thomas. Orangutan dijual ke jaringan lain, warga Malaysia bernama Zainal. Edi ditangkap Polres Binjai dan vonis delapan bulan di Pengadilan Negeri Binjai.

Kemudian, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera menjerat mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin yang memelihara satwa-satwa dilindungi termasuk orangutan.

Pada April 2022, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut menangkap lima orang yang berupaya jual orangutan. Dari lima orang yang diamankan, hanya Thomas jadi tersangka—kini sudah terpidana satu tahun penjara.

Di Jawa Barat, warga menyerahkan satu bayi orangutan ke BBKSDA Jawa Barat. Untuk proses rehabilitasi dan habituasi, bayi jantan ini dibawa ke pusat karantina dan rehabilitasi orangutan di Batumbelin, Deliserdang.

 

Orangutan yang jadi korban perburuan, perdagangan ilegal sampai berkonflik dengan manusia. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Kasus di Sumbar

Tak hanya di Sumut satwa liar dilindungi terus terancam, begitu juga di Sumatera Barat. Tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Sumbar dan kepolisian menangkap 11 pemburu dan penjual satwa liar dilindungi di dua lokasi. Para pelaku terancam hukuman lima tahun penjara, denda Rp100 juta.

Kasus pertama, penangkapan tujuh pemburu rusa sambar di Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, 5 Oktober lalu. Mereka ditangkap tim gabungan BKSDA dan Polsek Batang Anai ketika sedang mengangkut hasil buruan dengan mobil.

Ketujuh pelaku merupakan warga Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Padang Pariaman. Mereka tergolong pemburu profesional karena menggunakan peralatan lengkap.

Iptu Manahan Aprianto Simatupang, Kepala Polsek Batang Anai, mengatakan, ketujuh pelaku berburu rusa sambar dilindungi ini pakai senjata api rakitan jenis badia balansa. Senjata itu kerap digunakan di Sumbar.

 

Dua pemburu burung di Sumbar yang diamankan petugas. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Dari ketujuh pelaku, kata Manahan, polisi menyita empat pucuk badia balansa, satu mini bus, satu rusa sambar, dan dua botol mesiu. Lalu, tujuh pisau berburu, tiga ponsel, satu senter, 18 butir peluru dari aki bekas, dan satu cutter.

”Pelaku dan barang bukti diserahkan kepada Unit II Tindak Pidana Tertentu Polres Padang Pariaman untuk proses hukum lebih lanjut,” kata Manahan.

Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono mengatakan, pengungkapan kasus perburuan satwa dilindungi ini bermula dari laporan warga tentang aktivitas perburuan besar-besaran dengan senjata api di kawasan lindung dan Suaka Margasatwa (SM) Barisan.

”Warga resah dengan perburuan dengan senjata api rakitan yang berdampak buruk terhadap alam, ketersediaan makan harimau Sumatera, utamanya, penggunaan senjata. Kami pun melakukan pengintaian,” katanya.

Dia pun mengajak masyarakat menghentikan perburuan satwa liar dilindungi.

”Yang memiliki senjata rakitan segera serahkan ke pihak berwajib. Tempat berburu mereka di SM Barisan adalah kantong harimau Sumatera. Ada perburuan ini membuat harimau terganggu.”

Wilson Novarino, peneliti satwa dari Universitas Andalas, mengatakan, rusa merupakan kelompok hewan herbivora (pemakan daun dan rumput) yang memamahbiak. Karena itu, rusa berperan penting dalam ekosistem hutan baik dalam proses regenerasi hutan ataupun fungsi sebagai sumber pakan bagi hewan lain.

Sebagai pemakan dedaunan dan rumputan, katanya, rusa berperan dalam merangsang percabangan dan tumbuh tunas-tunas baru dari bekas ranting dan daun yang dimakan. Dengan begitu, meskipun saat dimakan terjadi pengurangan jumlah daun dari tumbuhan, namun dalam jangka panjang justru jadikan tumbuhan punya atau daun lebih banyak.

Rusa terkadang juga jadi tingkatan pancang atau pohon sebagai tempat mengasah ranggah (tanduk). Hal ini, katanya, menimbulkan kerusakan pada pancang atau pohon, namun jangka panjang memicu penebalan kulit pohon di sekitar kerusakan. Selain itu, kotoran rusa juga sangat berperan dalam proses menambah unsur hara pada tanah.

Sebagai hewan herbivora, katanya, dalam rantai makanan rusa berfungsi sebagai satwa mangsa bagi predator. Keberadaan rusa pada suatu daerah juga berperan menjamin kestabilan hewan pemangsa seperti harimau.

Kasus kedua, penangkapan empat pedagang dan pemburu satwa dilindungi tim gabungan oleh BKSDA Sumbar dan Polres Pasaman di Nagari Silayang, Mapat Tunggul, Pasaman, 27 September lalu.

 

Para pemburu rusa diamankan polisi di Sumbar. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Para pelaku terlibat dalam perdagangan dua burung kuau raja (Argusianus argus) melalui akun media sosial. Satu pelaku menjual satwa melalui akun palsu media sosial, satu sebagai kurir, dan dua sebagai pemburu.

”Para pelaku setidaknya juga pernah memperjualbelikan beberapa jenis satwa dilindungi, seperti owa ungko dan kucing emas. Para pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan penyidik Polres Pasaman,” kata Ardi.

Wilson mengatakan, pandemi COVID-19 menyebabkan perdagangan satwa dan tumbuhan langka dilakukan secara online. “Pembatasan pergerakan, meningkatnya pemahaman masyarakat akan media online sampai ke pelosok, sosial media pun berkembang jadi sarana komunikasi antara pemburu dengan pedagang,” katanya.

Pemanfaatan media sosial bisa mengurangi risiko deteksi oleh petugas, memutus rantai pemasaran yang sebelumnya lebih panjang, sampai memperluas areal pemasaran.

Untuk itu, upaya pencegahan mesti dengan menggunakan pola cyber patrol on wildlife trafficking. Patroli jejering perdagangan online ini, katanya, efektif kalau bisa berkerjasama dengan penyedia aplikasi.

 

*********

 

Exit mobile version