Mongabay.co.id

Mikroplastik Cemari Perairan Gorontalo, Bagaimana Penanganannya?

 

 

 

 

 

Perairan Gorontalo antara Kecamatan Hulonthalangi dan Dumbo Raya, Kota Gorontalo, tercemar mikroplastik. Demikian hasil penelitian Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) yang berkolaborasi dengan Institute for Humanities and Development Studies (InHIDES) 17 Oktober lalu.

Uji perairan Gorontalo pada empat lokasi, di Jembatan Kalengkongan, Jembatan Talumolo 1 dan 2 Kota Gorontalo, serta Bendungan Alale Sungai Bone di Kabupaten Bone Bolango. Tiga dari empat lokasi itu, perairan Gorontalo tercemar mikroplastik.

Alif Lutfi Ikhsanul Fikri, peneliti ekologi dan penanggulangan bencana InHIDES menyatakan, tes sampel di Jembatan Kalengkongan dan Jembatan Talumolo 1 dan 2 Kota Gorontalo menemukan, rata-rata 100 liter air Sungai Bone terdapat 300 partikel mikroplastik. Untuk di Bendungan Alale, Sungai Bone di Bone Bolango, masih rendah.

Dia bilang, pengelolaan sampah buruk dan buang sembarangan antara lain faktor utama perairan Gorontalo tercemar mikroplastik. Rantai makanan di perairan Gorontalo pun otomatis terkontaminasi mikroplastik. Kondisi ini, katanya, bisa mempengaruhi kesehatan masyarakat Gorontalo.

Rantai makanan di perairan Gorontalo yang tercemar mikroplastik pernah diungkap di dalam Skripsi Yusril Rahmanto Bau, mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Gorontalo.

Skripsi berjudul “Identifikasi Kandungan Mikroplastik pada Ikan Cakalang di Pelelangan Ikan Kota Gorontalo” terbit Juni 2022.

Dalam penelitian itu, tiga dari lima sampel cakalang sudah terkontaminasi mikroplastikdengan jenis mikroplastik fiber dengan 1-4 partikel per cakalang. Mikroplastik diduga berasal dari alat tangkap ikan nelayan, limbah rumah tangga, dan sampah plastik di lautan.

 

Sampah banyak berserakan di tepian sungai di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Mikroplastik di perairan Gorontalo juga pernah diungkap dalam skripsi Agus Asumbo dari Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Gorontalo.

Penelitian tugas akhir itu di lima lokasi, yaitu Leato Utara, Leato Selatan, Pantai Leato, Pantai Indah, dan Tanjung Keramat di Kota Gorontalo. Dari lima lokasi itu, ada dua jenis mikroplastik yang teridentifikasi tercemar di pesisir Kota Gorontalo, yaitu jenis film dan fiber.

Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) sekaligus peneliti tim ESN mengatakan, mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari lima mm. Ia bisa hasil pemecahan dari sampah plastik seperti sachet, tas kresek, styrofoam, botol plastik, sedotan, alat penangkap ikan, popok dan sampah plastik lain yang dibuang di Sungai Bone.

Karena paparan sinar matahari dan pengaruh fisik pasang surut, katanya, plastik ini akan rapuh dan terpecah jadi remah-remah kecil yang disebut mikroplastik.

 

 

Timbunan sampah, katanya, masih banyak ditemukan di bantaran Sungai Bone ataupun lahan-lahan terbuka di pesisir Kota Gorontalo. Kondisi ini, dia juga jadi penyebab utama mikroplastik yang mencemari sungai hingga lautan.

Apalagi, kata Prigi, bentuk mikroplastik menyerupai plankton yang merupakan satu sumber makanan ikan. Tak pelak, biota perairan Gorontalo tercemar mikroplastik.

Dengan temuan mikroplastik dalam tubuh ikan, katanya, menjadi ancaman baru karena zat berbahaya dalam mikroplastik akan berpindah dari tubuh ikan ke tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan.

Untuk itu, dia bilang, mikroplastik harus dikendalikan dengan menyetop penggunaan plastik sekali pakai dan cegah plastik tak masuk dalam Sungai Bone atau ke perairan Gorontalo.

 

Sampah plastik seperti sachet ini salah satu yang bisa jadi mikroplastik. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Urbanisasi dan kelola sampah buruk

Pengelolaan sampah buruk dan arus urbanisasi di Kota Gorontalo, kata Prigi, pemicu utama pencemaran mikroplastik di perairan sungai dan pesisir hingga lautan.

Penduduk padat tak sejalan dengan pengelolaan sampah yang baik. Sampah pun buang sembarangan ke sungai.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, katanya, jelas mengatur sungai harusnya tak ada sampah. Kenyataannya, sampah masih banyak di Sungai Bone dan perairan Gorontalo.

Kota Gorontalo merupakan titik awal perkembangan provinsi yang berciri arus urbanisasi dan alami degradasi lahan di ruang perkotaan. Dengan luas wilayah 79,03 km2 dan penduduk 198.539 (2020), Kota Gorontalo, alami peningkatan pembangunan infrastruktur hingga mengubah wajah kota.

Kondisi ini, katanya, mendorong masyarakat migrasi dari desa ke kota. Urbanisasi, katanya, memberikan andil dalam laju pertumbuhan penduduk di kota ini.

Laju pertumbuhan penduduk 1990- 2000 mencapai 1,20%, dan 2000-2010 mencapai 2,93% dan 2010 -2020 tumbuh sebesar 0,95%. Alhasil, pengelolaan sampah di kota jasa ini tak terkendali.

Data dokumen Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Jakstrada) Kota Gorontalo 2018, menyebutkan, Kota Gorontalo penyumbang sampah terbesar di Gorontalo. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional menunjukkan, produksi sampah di Kota Gorontalo 140 ton per hari.

Dari 140 ton itu, hanya 70 ton mampu diangkat Dinas Lingkungan Hidup Kota Gorontalo ke TPA Regional Talumelito, Gorontalo. Sisanya, sekitar 70 ton, dibiarkan begitu saja dan tak terkelola baik hingga berisiko berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.

Sebenarnya, Pemerintah Kota Gorontalo sudah membuat Perda Kota Gorontalo Nomor 12/2017 tentang pengelolaan sampah. Dalam perda itu, ada jelas menyatakan tujuan pembuatan aturan untuk menjamin pengelolaan sampah berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Aturan itu juga untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan, dan jadikan sampah sumber daya memenuhi kebutuhan masyarakat. Ironisnya, dalam dokumen Jakstrada, hanya 16% sampah dikelola masyarakat dengan dipilih, 84% dibiarkan begitu saja.

Dari 10 TPS3R di Kota Gorontalo yang jadi tempat pemilahan sampah plastik untuk daur ulang, hanya dua berfungsi.

 

Uji air di perairan Gorontalo dan hasilnya tercemar mikroplastik. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Hazairin Thamrin, Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Gorontalo mengatakan, temuan mikroplastik di perairan Gorontalo sudah mereka prediksi sebelumnya. Penyebabnya, kata Hazairin, perilaku masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan.

“Di sungai kita penuh sampah, yang melakukan itu kita semua,” katanya dalam diskusi soal horor mikroplastik di Gorontalo, 20 Oktober lalu.

Dia bilang, pemerintah bertanggung jawab memberikan edukasi, sosialisasi dan pelayanan pengangkutan sampah.

Hazairin mengklaim, sampah di wilayah perairan dan pesisir Gorontalo sering diangkut setiap dua hari sekali. Mereka juga melarang masyarakat membuang sampah di sungai dan laut. Hanya saja, perilaku masyarakat sulit diubah.

Ironisnya, kata Hazairin, setiap ada masalah sampah langsung bilang kelalaian dan kesalahan DLH Kota Gorontalo.

Dinas, katanya, tak mungkin menyelesaikan masalah sampah di Kota Gorontalo, kalau tidak ada dukungan masyarakat.

 

 

Hazairin meyakini, temuan mikroplastik di perairan Gorontalo merupakan kebenaran yang tidak bisa dibantah. Dia berharap temuan itu bisa disampaikan ke dinas untuk bisa jadi salah satu rekomendasi pembahasan utama yang harus diperhatikan di Kota Gorontalo.

Sri Saturni Arifin, Forum Komunitas Hijau (FKH) Kota Gorontalo mengatakan, pengakutan sampah setiap hari tak jadi solusi utama dalam penanganan masalah di Kota Gorontalo. Kesadaran dan kepedulian masyarakat, masih terbilang rendah.

Menurut dia, harus ada ketegasan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan sampah.

Prigi sarankan, Pemerintah Kota Gorontalo mengambil langka serius dengan memprioritaskan penanganan pencemaran mikroplastik di perairan Gorontalo dengan pembersihan sampah. Antara lain, katanya, dengan membersihkan timbunan sampah liar di bantaran sungai dan pesisir pantai Gorontalo secepatnya hingga tak jadi mikroplastik.

Dia juga sarankan, Pemerintah Kota Gorontalo patroli di perairan Gorontalo hingga ke Sungai Bone. Juga pemasangan penghalang sampah agar tak masuk ke perairan Gorontalo dan pemerintah harus membuat penggunaan plastik sekali pakai.

Selanjutnya, kata Prigi, pemerintah juga harus menyediakan tempat sampah khusus untuk popok bayi agar warga tidak membuang sampah popok di sungai atau ke perairan. Juga aktifkan TPS3R di Kota Gorontalo agar sampah di setiap kelurahan bisa tertangani dengan baik.

 

Mikroplastik, yang berasal dari plastik, kini sudah memasuki tubuh manusia, baik di darah dan paru-paru.
Foto : 5Gyres, dari Universitas Oregon State
Sampah berserakan di tepian sungai, masuk ke sungai dan jadi mikroplastik. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

******

 

Exit mobile version