Mongabay.co.id

Penetapan Hutan dan Wilayah Adat Warnai KMAN di Papua

 

 

 

 

Pada pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI ini pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK) kali pertama menyerahkan surat penetapan hutan adat bagi masyarakat adat di Tanah Papua. Ada tujuh surat keputusan hutan adat kepada tujuh komunitas. Dari Pemerintah Jayapura juga menyerahkan surat pengakuan wilayah adat kepada delapan komunitas.

Hari itu, Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK menyerahkan simbolis surat keputusan hutan adat ini kepada perwakilan masyarakat di Stadion Barnabas Youwe, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, 24 Oktober 2022.

Dari tujuh SK hutan adat itu, enam di Kabupaten Jayapura, yakni, Marga Syuglue Woi Yansu 15.602,96 hektar, dan Yano Akrua 2.177,18 hektar. Juga, Yano Meyu 411,15 hektar, Yosu Desoyo 3.392,97 hektar, Yano Wai 2.593,74 hektar dan, Takwobleng 404, 9 hektar. Satu lagi, Ogoney di Distrik Merdey, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat seluas 16.299 hektar.

Yustina Ogoney, Perempuan Marga Ogoney juga menjabat Kepala Distrik Merdey mennyatakan, dengan penetapan hutan adat Marga Ogoney berarti menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat adat di Tanah Papua.

“Melalui hutan adat kami masyarakat adat di Tanah Papua lebih khusus Marga Ogoney, berjuang melawan konsesi kayu agar tak menggunduli hutan kami,” katanya.

 

Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK, (kiri) menyerahkan simbolis surat keputusan hutan adat ini kepada perwakilan masyarakat di Stadion Barnabas Youwe, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, 24 Oktober 2022. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Kehidupan masyarakat bergantung pada tanah dan hutan adat. Dengan SK Pengakuan ini, katanya, Marga Ogoney akan membuat perencanaan pengelolaan dan membutuhkan perhatian pemerintah untuk mendukung program pemberdayaan.

“Kalau hanya dalam kawasan hutan, izin-izin pemerintah masih mudah berikan. Saat jadi hutan adat, memungkinkan pakai dasar hukum berbeda bahwa hutan adat bukan hutan negara,” kata Zoel Hisbullah, dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).

Penetapan ini, katanya, kali pertama KLHK di Papua dan terbilang paling besar di Indonesia. Yuglue Woi Yansu, misal, mendapat hutan adat 15.602,96 hektar atau Marga Ogoney mencapai 16.299 hektar. Hutan adat di wilayah lain, katanya, jauh lebih kecil.

Franky Simparante, Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka mengatakan, banyak kelompok masyarakat adat di Tanah Papua mengusulkan hutan adat. Salah satunya, Marga Gelek Malak Kalagilis Pasai.

“Pertanyaannya, kenapa hanya tujuh kelompok hutan adat yang diberikan SK penetapan?”

Dia nilai, proses penetapan hutan adat itu tidak sistematik dan tak transparan. Dengan begitu, katanya, pemerintah, tak menjawab usulan hutan adat berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan. Masyarakat adat bertanya-tanya alasan di balik tidak ada penetapan hutan adat oleh KLHK.

Idealnya, kata Angky, sapaan akrabnya, penetapan hutan adat mengutamakan apa yang dinilai masyarakat adat bukan negara. “Karena masyarakat adat paling tahu hutan mereka seperti apa. Penilaian oleh negara gunakan tim verifikasi di luar masyarakat. Tahapan ini bisa subyektif tergantung siapa tim penilai.”

 

Mathius Awoitauw, Bupati Jayapura (kiri) juga menyerahkan surat keputusan pengakuan wilayah adat untuk delapan komunitas adat di Kabupaten Jayapura. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Mathius Awoitauw, Bupati Jayapura juga menyerahkan surat keputusan pengakuan wilayah adat untuk delapan komunitas adat di Kabupaten Jayapura. Ada wilayah adat Sawoi Hnya di Distrik Kemtuk Gresi, Yano Genyem Hamong (Distrik Nimboran), dan Yano Akrua (Distrik Nimboran). Kemudian, wilayah adat Yano Wai (Distrik Nimboran), Yano Imeno (Distrik Nimboran), Yano Meyu (Distrik Nimboran), Kusang Syuglue Woi Yansu (Distrik Kemtuk Gresi), dan Yosu Desoyo (Distrik Ravenirara).

Menurut Angky, pengakuan wilayah adat ini di lokasi yang sudah terbebani izin dan pemerintah daerah belum mencabut atau mengkoreksinya.

“Mestinya selain penetapan wilayah adat, juga memastikan tempat-tempat itu sudah clear dari izin-izin. Dalam arti, wilayah adat yang dimaksud sepenuhnya dikelola masyarakat adat.”

Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adta Nusantara (AMAN) mengatakan, progres pengakuan wilayah adat lambat padahal sudah lebih dari 20 juta hektar wilayah adat terpetakan. Kondisi ini, katanya, menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat adat nusantara.

“Ketangguhan kita sebagai masyarakat adat itu ditentukan oleh keutuhan wilayah adat,” katanya, dalam pembukaan KMAN VI yang berlangsung 24-30 Oktober 2022. Pembukaan sekaligus perayaan Hari Kebangkutan Masyarakat Adat IX di Kabupaten Jayapura.

Saat sama, pemerintah juga meyerahkan kodifikasi 14 kampung adat, SK Bupati tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan wilayah adat, peluncuran peta masyarakat adat, peluncuran Nusantara Fund dan penandatanganan nota kesepahaman AMAN dan KPU.

  

Rukka Sombolinggi, Sekjen AMAN saat ini yang juga akan ikut pemilihan Sekjen AMAN 2022-2027. Foto: Facebook Rukka Sombolinggi

 

 Rangkaian KMAN VI

Matius Awoitauw, Ketua Panitia penyelenggara KMAN VI mengatakan, ada sekitar 2.237 komunitas adat hadir. Mereka berasal dari berbagai region di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga Papua.

“Atas nama panitia nasional juga panitia lokal baik di Kabupaten Jayapura maupun Kota Jayapura serta seluruh masyarakat adat Papua, kami menyambut dengan hangat.”

Rukka menyatakan, hampir setengah dari komunitas adat yang hadir dengan biaya sendiri. Dia sejalan dengan semangat masyarakat adat untuk bangkit, bersatu, berdaulat, mandiri, dan bermartabat.

Dia bilang, kongres kali ini akan membahas masalah yang tengah dihadapi masyarakat adat sekaligus menelurkan sikap politik AMAN selanjutnya.

“Kita akan membicarakan perjuangan kita. Perjuangan masih panjang. Perjalanan jauh atau dekat, semua tergantung kekuatan sendiri.”

 

Masyarakat adat dari berbagai daerah berkumpul di KMAN VI di Jayapura. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Rangkaian pembukaan pada 24 Oktober mulai dengan ritual pengumpulan tanah dan batu nusantara di Lapangan Thei Eluay. Dari tempat ini, seluruh peserta pawai menuju Stadion Barnabas Youwe.

Satu persatu komunitas adat dengan kostum beserta tari, lagu, hingga yel-yel mewarnai kegiatan ini. Jalan utama antara Bandara Sentani hingga Stadion Barnabas Youwe, sempat ditutup beberapa saat untuk pelaksanaan pawai ini.

Sebagai tuan rumah, berbagai komunitas adat di Kabupaten Jayapura hadir dan menampilkan kekhasan budaya mereka masing-masing. Mereka menyanyi, menari, sambil memukul tifa hingga meniup fu. Mereka berada pada barisan paling depan menghantar berbagai komunitas adat lain senusantara memasuki stadiun yang akan menjadi lokasi utama KMAN VI.

Setiba di Stadiun Barnabas Youwe, para peserta disambut tiupan fuu dan tari kolosal yang dipersembahkan 250 pelajar dari berbagai sekolah di Kabupaten Jayapura.

Rangkaian acara pembukaan ditutup dengan penyampaian aspirasi masyarakat adat dari masing-masing region. Aspirasi lalu ditanggapi perwakilan dua orang DPR, Willy Aditya dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Daniel Johan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ada juga Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Bivitri Susanti, pengajar STIH Jentera, serta mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu. Desakan pengesahan RUU masyarakat adat mengemuka dalam dialog ini.

 

Mina Setra, Deputi Sekjen AMAN saat ini yang akan ikut dalam pemilihan Sekjen AMAN 2022-2027. Foto: dari Facebook Mina Setra

Pada penghujung KMAN VI, ada pengukuhan pengurus baru, termasuk pemilihan Sekjen AMAN dan Dewan AMAN Nasional periode 2022-2027.

Adapun calon-calon yang akan menjadi Sekjen AMAN antara lain, Rukka Sombolinggi, Mina Susestra, Arifin Saleh, Erasmus Cahyadi, Deff Tri, Sardi Razak, Riky Aprizal, Eustobio Rero Renggi, Rukmini Toheke, dan Abdi Akbar.

Sementara pada 27-29 Oktober, peserta akan mengikuti sidang KMAN VI yang diawali laporan pelaksanaan organisasi dalam lima tahun terakhir oleh Sekjen AMAN dan Dewan AMAN Nasional. Kemudian sidang pleno, sidang komisi secara paralel, pengembangan program strategis untuk lima tahun ke depan, dan keputusan-keputusan tentang isu-isu yang berkaitan dengan masyarakat adat.

 

 

 

*****

Exit mobile version