Mongabay.co.id

Mengapa Tumbuhan Ini Dinamakan Kumis Kucing?

 

 

Tumbuhan kumis kucing [Orthosiphon aristatus] sudah dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai ramuan tradisional sejak lama. Caranya, daunnya dikeringkan di bawah sinar matahari, lalu disedu dengan air panas selama lima menit seperti teh.

“Orangtua kami mengajarkan meminum air rebusan daun kumis kucing untuk mencegah darah tinggi, meringankan batuk, serta menjaga kesehatan ginjal,” kata Ana Rohana, warga Desa Tanjung Batu Seberang, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Rabu [26/10/2022].

Perempuan 31 tahun itu menjelaskan, tumbuhan yang memiliki bunga berwarna putih dan ungu, dengan ciri khas benang sari yang panjang seperti kumis kucing ini, masih banyak ditemukan di halaman rumah masyarakat.

“Orangtua kami seperti menjadikannya sebagai tanaman wajib.”

Erwanda Desire Budiman dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) Terhadap Kontraklitas Otot Polos Vesika.”

Hasilnya, ekstrak daun kumis kucing dinyatakan efektif menghambat radika bebas, mencegah darah tinggi, mengobati infeksi saluran kemih, dan baik untuk mengobati batuk.

“Daun Orthosiphon aristatus telah diteliti dan terbukti memiliki efek diuretik,” tulis peneliti.

Diuretik adalah obat yang bisa membuang kelebihan garam dan air dari tubuh melalui urine. Diuretik efektif mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi.

Ekstrak daun ini juga mengandung zat metalonik yang terbukti memiliki efek menurunkan kadar kreatinin, urea, protein urin, dan menghambat terjadinya radikal bebas. Tak hanya itu, tanaman ini mengandung minyak atsiri yang memiliki aktivitas antimikroba, bisa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih.

Baca: Bacang, Kerabat Mangga yang Sering Dibuat Sambal

 

Tumbuhan kumis kucing. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Merujuk Royal Botanic Garden KEW, kumis kucing telah lama dibudidayakan di Asia Tenggara sebagai tanaman hias dan untuk tujuan pengobatan.

Selain Indonesia, masyarakat tradisional Thailand juga menggunakannya sebagai obat herbal. Cara pengobatan di Thailand, yaitu daun kumis kucing ditumbuk, lalu dihangatkan di atas api sambil dibungkus dengan daun bambu. Lalu, ditempelkan pada pergelangan kaki yang memar atau terkilir.

“Akar atau seluruh tanaman digunakan untuk rebusan di Thailand utara,” tulis Royal Botanic Garden KEW.

Kumis kucing bisa tumbuh di berbagai tipe hutan, di dataran rendah hingga dataran tinggi mencapai 1.600 meter di atas permukaan laut. Tingginya bisa mencapai 2 meter, berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Daunnya unik, puncaknya meruncing, begitu juga pangkalnya.

Baca: Umbut Rotan yang Enak Dimakan

 

Kumis kucing memiliki jenis berwarna putih dan ungu. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Asal usul nama

Merujuk Biofarmaka IPB, penamaan kumis kucing dikarenakan kumpulan sari bunganya yang panjang dan menjulur dari dua sisi berbeda, mirip kumis kucing.

Terdapat dua jenis kumis kucing, yaitu bunga berwarna ungu dan putih.

Bagian paling efektif untuk pengobatan adalah pucuk daun. Ini disebabkan kandungan obatnya yang lebih tinggi dibanding bagian lain. Ada kandungaan kalium, flavonoid lipofil, glikosida orthosifon, asam rosmarinat, asam kafeat, fitosterol, salvigenin, eupatorin, tanin, juga minyak atsiri [pimaran, sisopimaran diterpen staminol A].

Baca jugaMengapa Jenis Ini Dijuluki Anggrek Macan?

 

Kumis kucing bermanfaat sebagai tanaman herbal. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Budidaya kumis kucing

Frisca Sitorus, Ani Suryani, dan kolega dari Institut Pertanian Bogor meneliti “Usaha Tani dan Tataniaga Kumis Kucing di Kampung Ciwaluh dan Kampung Lengkong, Kabupaten Bogor.”

Diketahui, daerah ini sudah membudidayakan kumis kucing berbunga putih selama 20 tahun. Mereka membudidaya kumis kucing di lahan perkebunan secara polikultur, yaitu ditanam tumpang sari bersama palawija, kopi, kapulaga, dan buah-buahan.

Panen dilakukan bulan ketiga, selanjutnya bisa dipanen sebulan sekali.

Dari riset diketahui, hasil pertanian ini belum bisa dijadikan penghasilan utama.

“Petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga jual dan tidak ada pilihan pasar.”

Peneliti menyimpulkan, memperbaiki pemasaran adalah kunci mengembangkan tanaman herbal tersebut.

 

Exit mobile version