Mongabay.co.id

Monyet Mulai Masuk ke Pemukiman di Jember, Bagaimana Mengatasinya?

 

 

 

 

Sebuah video amatir beredar di media sosial memperlihatkan monyet ekor panjang  (Macaca fascicularis) berjalan di atap rumah warga, awal Oktober 2022. Keterangan dalam video itu menyatakan, itu terjadi di sekitar permukiman dekat bantaran Sungai Bedadung Kelurahan Jember Lor, Patrang, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Monyet masuk permukiman warga bahkan rusak tanaman petani juga serang manusia terjadi beberapa waktu sebelumnya. Dalam penelusuran Mongabay, sudah lebih tiga kali  terjadi konflik manusia dan monyet di Jember.

Pada Maret lalu, monyet masuk rumah Corina, warga di Perumahan Kebon Agung, Kelurahan Kebon Agung, Kaliwates, Jember. Primata itu merusak beberapa perabotan.

Kemudian, kawanan monyet juga menyerang lahan warga bahkan merusak di Dusun Salak, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo, Jember 27 September 2022, setelah beberapa hari sebelumnya muncul di  Dusun Gumuk Jegung, Desa Suren, kecamatan sama. Kawanan monyet itu merusak tanaman seperti kopi, pepaya, pisang, dan padi siap panen.

 

Ilustrasi. Monyet ekor panjang, turun ke pemukiman penduduk. Foto: Yogi ES/ Mongabay Indonesia

 

Rahayu Oktaviani, ahli primata dan pendidik bidang konservasi, dari Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara merespon fenomena ini. Dia bilang,kemungkinan monyet ini turun dari lereng gunung yang dekat dengan permukiman warga karena tertarik dengan buah-buahan seperti nangka dan pepaya.

“Untuk mencegah konflik dengan masyarakat, jika monyet mulai mengganggu seperti merusak properti atau yang lain, bisa mengusir dengan semprotan air,” katanya.

Dia sarankan, hindari kontak mata langsung karena bisa menjadi tanda menantang dan bisa memicu perilaku agresif.

Paling penting, katanya, hindari memberi makan monyet karena ada risiko penularan penyakit, juga membiasakan mereka kembali ke permukiman, dan menimbulkan potensi konflik lebih besar.

“Warga bisa berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Perhutani dan BKSDA.

Selain itu, katanya, perlu sosialisasi dari instansi berwenang kepada masyarakat yang hidup di sekitar habitat monyet.

 

Seorang penjaja makanan memberi makan pada seekor monyet ekor panjang gemuk di jalan raya jalur Bedugul-Buyan-Tamblingan, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Rondang Sumurung Edonita Siregar, Spesialis Perencanaan Konservasi dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati menjelaskan, monyet ekor panjang biasa hidup berkelompok di dalam hutan.

“Sekarang banyak keluar dari hutan yang makin habis, jadi turun ke permukiman, mencuri tanaman, mengorek-ngorek sampah. Bahkan, di Bali sudah mudah ditemukan di sekitar taman, perumahan dan pura,” katanya kepada Mongabay, 11 Oktober lalu.

Dia bilang, monyet merupakan primata non human yang memiliki keberhasilan adaptasi tinggi hingga tersebar di berbagai tipe habitat.  Ia primata yang hidup berkelompok hingga tidak terlepas dari interaksi sosial dengan individu lain dalam kelompoknya, bisa 20-50 satu kelompok.

“Perlu diselidiki kenapa sampai keluar dari habitat di lereng gunung. Jangan diberi makan atau akses ke tong-tong sampah di permukiman.”

Rondang menyarankan, membiarkan terlebih dulu dan terus pantau. Kalau sudah mengganggu, hubungi Damkar yang biasa mengusir satwa masuk permukiman. “Mengusir harus serentak. Ada alpha male (berjenis jantan) yang memimpin kelompok monyet, incar itu duluan dan usir. Maka yang lain akan mengikuti.”

 

Monyet ekor panjang.Foto: Ridzki R Sigit. Mongabay Indonesia

Bagaimana atasinya?

Wahyuni Fitria dari Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang mengatakan, dari penelitiannya di Desa Jambu, Kecamatan Kledung, Temanggung, setidaknya ada 10 cara bisa dilakukan dalam mengatasi monyet turun ke pemukiman.

Caranya, antara lain, pertama,  pemulihan habitat sesuai kebutuhan monyet. Kedua,  penanaman jenis tanaman yang tak disukai monyet dan jenis komersial non pangan.

Ketiga,  relokasi monyet ke habitat aslinya. Keempat, pengamanan lahan pertanian. Kelima, peningkatan kapasitas masyarakat di bidang non pertanian. Keenam, pengurangan populasi monyet melalui kuota tangkap dan sterilisasi. Ketujuh peningkatkan peran masyarakat dalam pelestarian hutan, kedelapan, peningkatan pemahaman masyarakat mengenai monyet ekor panjang.

Ozy Oriza,  Tri Rima Setyawati, dan Riyandi  dari Program Studi Biologi,  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam  Universitas Tanjungpura, lakukan penelitian tentang gangguan monyet ekor panjang  sekitar permukiman di Desa Tumuk Manggis dan Desa Tanjung Mekar, Sambas, Kalimantan Barat.

Hasil penelitian memperlihatkan, monyet masuk pemukiman warga karena hutan tak lagi ada pakan melimpah dan lahan beralihfungsi jadi berbagai peruntukan termasuk pemukiman.

 

Tak hanya di Jember, di Batam, monyet juga turun gunung, masuk ke pemukiman warga. Foto: Davin

 

******

Exit mobile version