Mongabay.co.id

Nasib Mangrove Wonorejo, Terancam Sampah Plastik dan Penebangan

Nelayan yang juga mendapat manfaat positif dengan terjaganya mangrove di Langsa. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Hutan mangrove sangat penting bagi wilayah pesisir. Tidak hanya menahan abrasi air laut, mangrove juga berfungsi sebagai penyerap karbon dan penghasil oksigen.

Riyan Lalu, Ketua Sea Soldier Surabaya, mengatakan upaya pelestarian mangrove mutlak dilakukan.

“Fungsinya luar biasa. Diperkirakan, mangrove bisa menyerap karbondioksida delapan kali lebih banyak dibandingkan pohon biasa di hutan tropis,” terangnya, baru-baru ini.

Selama ini, Sea Soldier bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian [DKPP] Surabaya, melakukan penanaman dan perawatan rutin mangrove di hutan mangrove Wonorejo.

“Satu hingga enam bulan adalah waktu krusial bagi tanaman awal mangrove, bertahan hidup atau mati,” ujarnya.

Kelestarian mangrove, kata Riyan, ditunjang peran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Sampah plastik yang dibuang sembarangan hingga ke muara sungai dan laut, turut menghambat pertumbuhan mangrove.

“Sea Soldier menyarankan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Jangan lagi membuang sampah ke sungai.”

Baca: Kucing Bakau Terpantau di Hutan Mangrove Wonorejo, Bagaimana Perlindungan Habitatnya?

 

Hutan mangrove memberi banyak manfaat bagi kehidupan kita, tidak terkecuali nelayan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Normalisasi Sungai Wonorejo

Koordinator Konsorsium Rumah Mangrove Wonorejo, Hermawan Some, menyayangkan normalisasi Sungai Wonorejo yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya pada September lalu, berdampak pada matinya ratusan tanaman mangrove. Jenis tersebut adalah Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorhyza [lindur], Avicenia alba dan Alvicenia marina.

“Ada yang dibabat dengan gergaji atau ditebang dengan alat berat di sisi selatan. Ada juga yang ditimbun lumpur. Padahal, mangrove Wonorejo merupakan kawasan konservasi yang ditetapkan sesuai Perda RTRW Kota Surabaya,” ujarnya.

Normalisasi Sungai Wonorejo juga berdampak pada satwa di pantai timur Surabaya, seperti burung migran maupun monyet ekor panjang. Gelombang sungai yang diakibatkan aktivitas alat berat juga berdampak bagi petani tambak dan nelayan.

“Kami minta agar normalisasi lebih memperhatikan aspek lingkungan, baik mangrove maupun satwa.”

Konsorsium Rumah Mangrove telah mendampingi masyarakat sejak 2007 dan menanam mangrove mulai 2012. Penanaman yang melibatkan berbagai pihak, mulai pelajar, mahasiswa, komunitas, serta swasta.

“Upaya pelestarian hutan mangrove Wonorejo harus dilakukan bersama,” terang Hermawan.

Baca juga: Sampah Plastik Kemasan, Persoalan Lingkungan yang Harus Diselesaikan

 

Normalisasi Sungai Wonorejo yang dilakukan Pemkot Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan keterangan pers yang diterima Mongabay, pengerukan Sungai Wonorejo yang dilakukan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga [DSDABM] Kota Surabaya, bertujuan mengembalikan lebar sungai. Saat ini 20 meter, kembali menjadi 30 meter.

“Pengerukan untuk mengembalikan lebar semula. Dulu 30 meter, sekarang 20 meter, karena yang 10 meter ditanami mangrove,” terang Eko Juli Prasetya, Kepala Bidang Drainase, DSDABM Kota Surabaya.

 

Bibit mangrove yang hendak ditanam di wilayah Wonorejo, Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian [DKPP] Kota Surabaya, Antiek Sugiharti, membenarkan pengerukan sungai untuk mengoptimalkan fungsi saluran air yang bermuara di bozem atau tempat penampungan air Wonorejo. Selain itu, pengerukan dimaksudkan untuk penanganan banjir yang terjadi di kawasan Medokan, di Surabaya Timur, beberapa waktu lalu.

“Memang diperlukan tempat penampungan hasil pengerukan, di jalan inspeksi di sepanjang tepi sungai,” ujarnya.

Antiek memastikan, pengerukan tidak mengganggu bahkan merusak mangrove yang  ada.

“DKPP bersama instansi terkait dan masyarakat akan melakukan reboisasi, menamam mangrove setelah pengerukan,” jelasnya.

 

Exit mobile version