Mongabay.co.id

Tanaman Cengkih di Kalaodi Terdampak Perubahan Iklim

 

 

 

 

Puluhan warga bekerja swadaya membangun pagar dan tangga desa. Pada penghujung September itu, mereka bahu membahu menata Desa Kalaodi. Pagar dan tangga di desa di Lereng Bukit Tagafura itu mereka bikin dari hasil panen cengkih pada 2019.

Kala itu, bertepatan dengan musim panen besar cengkih dari kebun bisa hasilkan Rp50 juta. Warga desa di Pulau Tidore, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara ini memanfaatkan untuk bangun fasilitas bersama.

“Di Kalaodi kita punya kebun desa, kebun mesjid dan kebun pemuda. Kebun itu ditanam cengkih yang hasilnya menjadi pendapatan kampung. Jika uang terkumpul digunakan membangun fasilitas kampung. Penataan kampung dari hasil cengkih,” kata Samsudin Ali, Sekretaris Kelurahan Kalaodi.

Kebun-kebun itu berbeda dari kebun masing-masing keluarga. Untuk sampai ke desa ini, harus menempuh perjalanan sekitar 20 menit dari pusat Kota Tidore, dengan kendaraan bermotor. Melewati jalan menanjak dari Kelurahan Cobodoi, sampai di kampung yang miliki   empat dusun ini.

Data Pemerintah Kalaodi, desa ini memiliki 454 jiwa atau 116 keluarga dengan luas 2.000 lebih hektar, sudah termasuk pemukiman dan perkebunan. Meski kampung berada di puncak gunung, rumah warga rata-rata berdinding beton, dan beratap seng. Dulu, rumah warga dari bambu.

 

Tanaman beragam sayur mayur dan bumu jadi selingan di antara pala dan cengkih serta tanaman keras lain di Kalaodi. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Data Dinas Pertanian, Kehutanan Perkebunan dan Ketahanan Pangan Kota Tidore Kepulauan, luas Kawasan Hutan Lindung Tagafura 2.513.08 hektar masuk tiga kecamatan yakni Tidore Selatan, Tidore Timur dan Tidore Utara. Desa Kalaodi ada di dalam kawasan ini.

Cengkih merupakan salah satu tanaman utama Kalaodi selain pala. Di lahan maupun hutan, pohon cengkih menghiasi bukit- bukit.

Cengkih tumpangsari dengan pala, pinang , bambu, durian dan kayu manis. Di sela- sela lahan yang belum terisi biasa untuk menanam sayuran maupun pisang.

Bambu jadi pelindung tebing dan lahan, yang sangat miring. Kalaodi juga pusat durian. Tak heran, kala memasuki musim durian, Tidore selalu dibanjiri durian Kalaodi. Durian Kalaodi, cukup terkenal di Kota Tidore.

Cuaca tak menentu mulai terdampak terhadap cengkih. Ribuan pohon cengkih di Kalaodi belum berbunga sekitar hampir empat tahun ini. Kalau berbunga  pun, hanya satu dua pohon, tak merata seperti biasa.

Warga dulu menyebut nama kampung ini dengan Sekalaodi, atau dalam bahasa Tidore, bermakna memberi petunjuk atau jalan yang benar. Ada juga menyebut kampung di atas awan berada di ketinggian Pulau Tidore.

 

Pagar dan tangga yang sedang dikerjakan warga. Anggaran bangun ini dari uang panen cengkih pada 2019. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Pengaruh iklim

Cengkih tak berbunga otomatis memukul sumber pendapatan warga. Pendapatan dari cengkih ini biasa warga jadikan tabungan untuk keperluan pendidikan anak, membangun rumah, sampai naik haji.

“Cengkih dan pala itu hasil utama warga dan dianggap sebagai tabungan. Karena itu warga harus pintar menyiasati dan memanfaatkan lahan yang ada,” kata Samsudin.

Dia juga memiliki beberapa kebun cengkih. Dia bilang, penyebab cengkih tak berbunga atau berbuah ini lebih pada kondisi iklim yang tak menentu. Pohon cengkih tak berbunga  ini tak hanya dirasakan petani di Kalaodi Tidore, Pulau Ternate dan Maluku Utara secara umum, pasti sama. Kondisi iklim, katanya, sangat mempengaruhi tanaman cengkih.

“Waktu bunga keluar dan kena hujan akhirnya jadi daun.”

Pada 15 atau 20 tahun lalu, cengkih bunga hampir setiap tahun. “Kadang jika tidak berbuah berselang paling satu tahun, Sekarang ini,   sudah mau masuk tahun ke empat karena cuaca tak menentu. Sesuai perhitungan petani masuk musim hujan ternyata kemarau, begitu juga sebaliknya,” kata Samsudin.

Beruntung warga di Kalaodi punya beragam tanaman walau mengelola di lahan terbatas.

“Penghasilan utama pala dan cengkih. Saat ini, petani pintar memanfaatkan lahan dengan menanam beragam sayur, cabai disamping memanfaatkan tanaman tahunan,” kata Safar Ronga, petani Kalaodi.

 

Jalanan di Kalaodi ketika panen raya cengkih. Di tepi jalan warga jemur cengkih. Tetapi, sejak beberapa tahun ini, cengkih tak berbuah, atau kalau pun berbuah sedikit sekali karena terdampak iklim. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Pala bisa panen lebih sering dan bisa untuk pemenuhan keperluan sehari-hari. Tanaman semusim yang jadi selingan warga seperti cabai, sayur lilin, terung, bayam dan tomat. Dari sayur mayur ini pendapatan harian juga mereka dapatkan.

“Kalau menanam cabe dan tomat hasilya cukup lumayan untuk membantu kebutuhan dapur,” kata Safar.

Dia bilang, mestinya Agustus hingga September ini jadi musim besar petani panen cengkih. Sayangnya, kondisi iklim tidak menentu hingga hanya sedikit yang berbuah. “Memang ada buah tetapi kita tidak bisa panen karena di ujung ranting. Ada yang dibiarkan jadi polong,” katanya.

Biasa kalau panen besar ketika menyusuri jalanan di Kalaodi terlihat warga ramai menjemur cengkih di tepian jalan aspal.

Kalau musim panen besar Kalaodi menghasilkan cengkih tak sedikit. ”Kami tak menghitung pasti. Tapi bisa puluhan bahkan ratusan ton masuk ke Kota Tidore. Lahan pala dan cengkih sampai ratusan hektar.”

Soal dampak perubahan iklim ini diperkuat juga melalui   riset Ireng Darwanti, peneliti fisiologi tanaman dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Kementerian Pertanian.

Melalui riset berjudul Penekanan Fluktuasi Produksi Cengkih (Syzygium Aromaticum) dengan Mekanisme Fisiologi yang dipublikasikan pada Februari 2018 seperti dimuat dalam Jurnal Penelitian Kementerian Pertanian menyebutkan, produksi tanaman cengkih berfluktuasi setiap 3-4 tahun sekali.
Kondisi ini, karena ada perubahan iklim yang berpengaruh pada fitohormon atau sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik terbentuk alami maupun dibuat  dan ekspresi gen pembungaan.

 

Kebun cengkih pemuda Kalaodi. Foto: Walhi Malut/ Mongabay Indonesia

 

Perubahan iklim sangat sensitif bagi tanaman cengkih. Hujan yang cukup diikuti musim kering 2-3 bulan sangat dibutuhkan bagi induksi pembungan dan perkembangan bunga cengkih.

Selain itu, katanya pembungaan cengkih dikendalikan faktor genetik, fisiologi, iklim dan cara budidaya yang saling berhubungan.

Dia bilang, curah hujan optimal dan nutrisi cukup akan meningkatkan pertumbuhan tunas tanaman hingga kandungan giberelin aktif dan auksin endogen meningkat, berpengaruh pada inisiasi pembungaan. Ia berdampak pada produksi menurun dan menyebabkan fluktuasi hasil.

 

***

Saat panen cengkih, pekerja pemetik dari berbagai tempat datang ke Kalaodi. Tidak hanya dari Tidore, Halmahera, Ternate bahkan dari Maluku dan Sulawesi Utara.

Tiap keluarga memiliki ratusan pohon cengkih hingga butuh tenaga kerja mempercepat panen. Tujuannya buah cengkih tidak kelewat matang yang akhirnya mekar di pohon atau orang Maluku Utara menyebutnya cengkih bapolong.”

 

Panen cengih di Kalaodi. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Dari 116 keluarga di Kalaodi, semua punya pohon cengkih dan pala. Setidaknya, masing-masing keluarga punya 100-150 pohon. Tenaga kerja yang mereka butuhkan sekali musim biasa 5-10 orang per keluarga dengan upah harian maupun sistem bagi hasil.

“Semua tergantung kesepakatan pemilik cengkih , apakah dibayar harian atau bagi hasil. Istilahnya, harian lepas dan harian tampung,” kata Hamzah Falilat, pemuda Kalaodi.

Para pekerja ada yang menetap di Kalaodi, ada juga   pulang pergi. Yang pulang pergi, tiket ditanggung pemilik kebun cengkih. Untuk gaji harian Rp150.000 ditambah ongkos transportasi.

Dalam satu kali musim panen, ada sekitar 500 tenaga kerja masuk ke Kalaodi. Dikali per Rp150.000 dalam 10 hari, berarti per orang sekitar Rp1,5 juta. Buat bayar tenaga kerja saja sudah Rp750 juta belum uang transportasi.

Sementara hasil cengkih satu kali musim panen raya dari tiap keluarga rata rata 500 kilogram hingga satu ton. Jadi, dalam sekali musim panen besar ada 50-100 ton cengkih. Kalau hasil panen dikalikan harga saat ini sekitar Rp120.000-Rp125.000 per kg, katanya, berarti uang cengkih dari Kalaodi tiap musim panen bisa miliaran rupiah.

“Itu perhitungan kasar saja,” kata Samsudin.

Pemasukan keluarga dan peluang kerja banyak orang kala musim panen besar, tak lagi mereka rasakan dalam beberapa tahun ini karena pohon cengkih tak berbunga.

 

********

 

Exit mobile version