Mongabay.co.id

Hutan Batam Terus Tergerus, Pasokan Air Bersih Warga Terancam

 

 

 

 

Kerusakan hutan di Batam, Kepulauan Riau, terbilang masif. Ada hutan rusak beralih fungsi menjadi rumah-rumah liar atau perumahan juga sarana dan prasarana lain sampai perkebunan. Salah satu yang mengkhawatirkan, kerusakan hutan di sekitar waduk yang bisa mengancam pasokan air bersih warga.

Sudirman Saad, Deputi Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam, mewanti-wanti hutan di sekeliling waduk tidak dirusak.

Rumah liar, katanya, akan ganggu sumber air bersih warga Batam. “Pohon-pohon ini perlu kita jaga dengan baik, jangan penanaman diikuti dengan ruli (rumah liar),” katanya yang hadir dalam acara penanam pohon mewakili Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, 22 Oktober lalu.

Ketika satu rumah liar berdiri, yang lain akan mengikuti. Keadaan ini, katanya, membuat kawasan rusak makin parah dan makin luas.

Saat ini, banyak rumah liar di sekitar waduk. BP Batam, katanya, berupaya relokasi warga di rumah liar itu. Setidaknya, ada 3.000 rumah liar di Batam.

Memet E. Rachmat, Direktur Sistem Penyelenggaraan Air Minum (SPAM) Batam mengatakan, hutan penyangga waduk rusak tak hanya jadi rumah liar juga untuk perkebunan.

Lokasi penanaman pohon ini, di satu waduk paling besar di Batam. Waduk ini bisa menghasilan 2.000 liter air per detik, atau bisa memenuhi kebutuhan 30% dari warga Batam.

“Sekarang hutan sekitar waduk dalam tahap penghijauan kembali, seperti penanaman hari ini,” kata Memet, sapaan akrabnya.

 

Sudirman Saad (kanan), Deputi Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam saat diwawancarai wartawan. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, penting menjaga waduk di Batam sebagai satu-satunya sumber air baku untuk 2 juta lebih masyarakat. “Disini tidak ada sumber air lain seperti sungai, air tanah. Bisa dibayangkan jika ini terganggu, keselamatan masyarakat Batam juga terganggu. Dari mana lagi sumber air baku kita?”

Dia mengajak masyarakat kerjasama menjaga waduk di Batam, salah satunya tidak mendirikan rumah liar di sekeliling waduk.

“Air ini untuk kebutuhan kita bersama, bukan untuk kami, jadi harus dijaga bersama-sama,” katanya.

Hadjad Widagdo, General Manager Unit Usaha Sistem Pengelolaan Air Minum Hulu BP Batam, mencatat, setidaknya 15% kawasan resapan air rusak. “Data pasti kita belum ada, kerusakan hutan terjadi secara sporadis, ada, tetapi sedikit-sedikit.”

 

Waduk di Batam. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Saat ini, katanya, luas hutan sebagai penyangga sebanyak 12.000 hektar dari enam waduk di Batam. Dalam aturan zonasi, 500 meter kawasan hutan di sekeliling waduk harus tetap terjaga sebagai penyangga.

“Dalam tata ruang kota, hutan penyangga itu adalah hutan lindung, jangankan merusak, masuk saja dilarang,” katanya.

Sampai saat ini BP Batam terus menjaga waduk dengan cara melakukan pemagaran tetapi masih ada oknum yang berupaya merusak.

Hajad meminta, semua pihak belajar dari kasus Waduk Baloi. Waduk ini terlanjur rusak karena marak rumah liar di sekelilingnya. Sampai saat ini, waduk tidak bisa dinormalkan lagi.

“Ingat satu hal, ketika (waduk) sudah rusak, untuk mengembalikannya sulit, seperti Waduk Dam Baloi, pemulihan mustahil, kalau sudah rusak kita tidak punya cara lain untuk mengembalikannya,” katanya.

 

 

Tanam pohon

Pada acara penanaman pohon itu, puluhan orang berkumpul di lokasi daerah tangkapan air (DTA) Waduk Duriangkang Bumi Perkemahan Raja Ali Kelana, Kabil, Kecamatan Nongsa, Batam, Kepri. Mulai dari pegawai BP Batam, Pemerintah Kota Batam, perusahaan, mahasiswa, sampai organisasi lingkungan.

Beberapa bibit pohon sudah disiapkan, seperti meranti, dan beringin. Pada setiap bibit sudah ditulis nama tamu undangan yang akan melakukan penanaman secara simbolis pada Hari Bakti BP Batam itu.

“Ini bagian awal penanaman pohon yang direncanakan BP Batam, hari ini kita tanam 151 pohon, dengan target 1.051 pohon,” kata Sudirman.

 

Tanam pohon bersama BP Batam. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Dia mengatakan, pohon yang ditanam merupakan jenis langka dan terancam punah. “Kita harus menjaga pohon yang sudah ditanami ini, ini amal jariah untuk kita,” katanya.

Dikomandoi Sudirman Saad, penamaman pohon dilakukan di lereng bukit Waduk Duriangkang.

“Kita perlu menjaga hutan di Batam.”

Di dalam peraturan daerah (perda) Kota Batam setidaknya Batam memiliki tutupan hutan 51%. Luasan itu, tidak hanya hutan juga ruang terbuka hijau (RTH).

Begitu juga dengan BP Batam, kata Sudirman, ada kebijakan khusus dalam mengalokasi lahan kepada perusahaan di Batam. Mereka wajib meyisakan 40% dari luasan lahan untuk RTH. “Itu juga dikontrol secara kebijakan melalui fatwa planologi,” katanya.

Dia juga mendorong perusahaan seperti pengembang ikut menanam pohon di Kota Batam. “Yang paling penting partisipasi seluruh masyarakat, menanam dan memelihara hutan.”

 

Waduk Kota Batam yang di kelilingi hutan. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mong Indonesia

 

Rusak hutan lindung

Lamhot M Sinaga, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Batam, Kepulauan Riau megapresiasi upaya BP Batam menanam pohon sebagai bentuk perlindungan.

“Tadi dalam penanaman juga ada hutan beringin, jenis pohon ini juga menyimpan air yang tinggi,” katanya.

Meskipun upaya penghijauan, katanya, hasil pemantauan selama mengawasi hutan lindung di Kota Batam, kerusakan terjadi sangat masif. “Selama pengawasan kami, pembangunan industri, perumahan, hampir semua tidak memiliki izin, yang merusak hutan lindung,” katanya.

KPHL Unit II Batam, kata Lamhot, fokus perlindungan dan pengamanan karena konflik tanurial tinggi dan penguasaan non prosedural di Kota Batam. Konflik tenurial, katanya, berupa berbagai bentuk perselisihan atau pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan dan lahan serta sumberdaya alam lain.

KPHL Batam setidaknya mengawasi 31.000 hektar hutan lindung di kota itu. Sebanyak 50% dari luasan hutan dikuasai pihak-pihak tidak memiliki izin prosedural baik perorangan atau organisasi.

“Hutan lindung ini cukup luas, kita butuh pihak ketiga melakukan pengawasan.”

Menurut Lamhot, bicara kehutanan tidak melulu ditangani Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan atau Dinas Kehutanan, tetapi jadi tanggung jawab bersama.

“Kami mengajak masyarakat berkontribusi termasuk dalam penanaman pohon, tak merambah hutan lindung sembarangan, karena akan ada sanksi pidana jika perusakan non prosedural,” katanya.

 

Satu komunitas di Batam usai menanam pohon. Foto: Yogi Eak Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Penanaman pohon juga melibatkan Mahasiswa Pencinta Alam dari Kampus Ibnu Sina (Mapais) Kota Batam. Aldy, Ketua Umum Mapais sangat senang bisa terlibat dalam menanam pohon.

Menurun dia, di Batam hutan rusak akibat pembangunan. “Ini perlu diperhatikan pemerintah, bagaimana pembangunan tetap menjaga lingkungan.”

Sony, Ketua Akar Bhumi Indonesia mengatakan, kerusakan hutan di Batam tidak hanya dari rumah liar, juga pembangunan perumahan, industri, fasilitas pemerintah dan lain-lain.

Akar Bhumi Indonesia, katanya, menemukan sekolah di Batam mebabat hutan lindung meskipun kini pembangunan sudah setop.

Pembangunan yang merusak hutan, katanya, bisa dipastikan tak memiliki izin sesuai prosedur, termasuk mengabaikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Sony bilang, kerusakan hutan tak hanya di hutan lindung, juga hutan produksi, hutan konservasi hingga kawasan mangrove di pesisir.

Dalam dua tahun ini, Akar Bhumi menemukan hampir 20 kasus kerusakan lingkungan di Kota Batam. “Laporan-laporan itu sudah kita sampaikan ke Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam sampai kementerian,” katanya. Bahkan, beberapa waktu lalu, Akar Bhumi diundang DPR menindak lanjuti laporan mereka.

Dia mengingatkan, penanaman pohon taj hanya seremonial, namun perlu dukungan pemerintah terutama dalam penegakan regulasi. “Menanam dan memastikan (pohon) itu terus hidup,” katanya.

 

Hutan di ota Batam, yang terbabat, mulai ditanami. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

 

*******

Exit mobile version