Mongabay.co.id

Warga Keracunan Gas Sorik Marapi Berulang, Pemerintah Abai?

 

 

 

 

 

Operasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) Sorik Marapi oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) terus memakan korban. Dalam tahun 2022 saja, setidaknya terhitung enam kali warga sekitar mengalami keracunan. Pada 16 September lalu, sedikitnya delapan orang Mandailing yang tinggal di sekitar proyek terpapar racun gas hidrogen sulfida (H2S). Disusul 13 hari setelah itu, pada 27 September lalu jatuh lagi korban puluhan warga dari Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tongah, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Setidaknya, ada 86 warga dari kedua desa ini dilarikan ke rumah sakit. Mereka dibawa ke rumah sakit ada yang menggunakan sepeda motor dan ambulans dengan kondisi muntah-muntah mual pusing bahkan ada yang pingsan.

Anak-anak dan orangtua juga menjadi korban. Selasa petang ada 30 orang yang mendatangi kedua rumah sakit, dan tidak berhenti karena malam hari korban makin bertambah sampai 74 orang. Pada hari berikutnya, tercatat ada 86 warga jadi korban.

Terlihat Ketua DPRD Mandailing Natal, Erwin Effendi Lubis membantu mengevakuasi puluhan korban yang terhirup gas beracun ke rumah sakit. Bersama para kepolisian dan TNI dan Polri membantu menyiapkan semua keperluan medis untuk penanganan utama para korban keracunan ini.

Erwin bilang, langkah cepat supaya tidak ada lagi jatuh korban lebih banyak agar pemerintah pusat segera menghentikan seluruh kegiatan perusahaan.

Karena korban makin bertambah, pihak rumah sakit meminta bantuan dari TNI dan Polri membantu membuat posko darurat korban keracunan ini.

“Kita bersama TNI sigap membantu rumah sakit membuat posko darurat. Kita juga mengamankan lokasi kejadian dan penyidikan kasus ini, ” kata AKBP Muhammad Reza Khairul Akbar Sidik, Kapolres Mandailing Natal.

 

Baca juga: Kebocoran Gas Beracun di Pembangkit Panas Bumi Sorik Marapi, 5 Orang Tewas

Sumur Welipad, PLTPB Sorik Marapi. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Rusli Pulungan, Direktur Rumah Sakit Umum Panyabungan mengatakan, posko darurat ini dibuat karena korban yang dirawat cukup banyak hingga kelebihan kapasitas. Guna mengantisipasi semua bisa dilakukan penanganan medis maka perlu posko.

Sementara dari Desa Sibanggor Julu dan Desa sibanggor Tongah, dilaporkan mengantisipasi jatuh korban lebih banyak lagi aparatur desa dibantu aparat TNI dan Polri mengevakuasi seluruh warga sampai kondisi benar-benar aman.

Muhammad Toguan, warga Sibanggor Julu menceritakan, melihat anak-anak dan perempuan tergeletak lemah tak sadarkan diri. Ada tiga orang di keluarganya terhirup racun gas hidrogen sulfida ini. Dengan tergopoh-gopoh dia sempat lari ke lokasi sumur bor meminta kepada pekerja menutup operasi karena banyak korban.

Namun pekerja mengabaikan dan mengatakan kalau ada yang terpapar akan dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans. Dia tak melihat ada satupun ambulans di sekitar lokasi sampai orang-orang makin banyak lemas tergeletak di jalanan tak sadarkan diri barulah ambulans datang membawa ke rumah sakit.

“Kejadian Selasa sore pukul 06.00 itu ada yang pingsan, kepala sakit, mual muntah, sakit perut. Semua akibat mencium bau seperti telur busuk. Ada anak-anak pingsan menahan rasa sakit karena tercium bau gas hidrogen sulfida itu, ” kata Toguan.

 

Baca juga: Terulang Lagi Pipa Gas Panas Bumi Sorik Marapi Bocor, Puluhan Warga Keracunan

 

Setelah menjalani perawatan intensif di dua rumah sakit di Mandailing Natal, mulai Kamis dan Jumat, satu persatu korban mulai membaik dan pihak rumah sakit memperbolehkan mereka pulang serta berobat jalan.

Mulyadi, Kepala Desa Sibanggor Tongah mengatakan, setelah beberapa hari sempat diungsikan ke Sibanggor Jae, dua hari setelah itu semua warga sudah boleh pulang ke rumah masing-masing bersama keluarga.

Dia masih terus berkoordinasi dengan perusahaan mencegah hal serupa terulang kembali. Meski sudah boleh pulang, namun dia mengimbau warga tidak terlalu aktif berkegiatan di luar rumah apalagi di sekitar perusahaan. Warga tak boleh mendekati radius di bawah 300 meter dari produksi perusahaan.

“Semua warga desa sudah kembali ke rumah mereka masing-masing setelah diungsikan ke desa tetangga.”

Terry Satria Indra, Kepala Teknik Panas Bumi SMGP saat diwawancarai mengenai kebocoran gas hidrogen sulfida mengelak kalau itu karena terhirup hidrogen sulfida dari aktivitas yang mereka kerjakan.

Dia bilang, pada Selasa sekitar pukul 15.10- 17.35 uji alir di sumur wellfer tenggo 11. Dalam uji alir ini, mereka melibatkan dari Direktorat Jenderal EBTKE dari Kementerian Lingkungan Hidup dan berbagai pihak terkait. Dia klaim sudah menjalankan standar operasional prosedur sesuai ketentuan berlaku.

Langkah awal, adalah menetralkan senyawa kimia hidrogen sulfida dengan alat mereka. Setelah itu, pengontrolan ke wilayah radius 300 meter di sekeliling perusahaan maupun ke perkampungan. Dari hasil pemeriksaan, pada alat detektor senyawa hidrogen sulfida ini menunjukkan angka nol.

Dia mengakui bau menyengat baru tercium ketika dilakukan penutupan sumur. Namun dia berkilah dan menepis itu bukan senyawa kimia hidrogen sulfida karena dari alat detektor yang mereka miliki senyawa itu tidak terdata dan terpantau.

“Kita masih melakukan investigasi terkait ini, Namun kami pastikan gas hidrogen sulfida tidak terpantau di alat detektor kami.”

Penjelasan perusahaan ini berbanding terbalik dengan fakta dan kondisi lapangan yang menghirup bau seperti telur busuk lalu kepala pusing dan badan lemas. Bau ini khas senyawa hidrogen sulfida.

 

Baca juga: Puluhan Warga Dekat Pembangkit Sorik Marapi Keracunan Lagi, Mengapa Terus Berulang?

Korban keracunan di dalam posko di rumah sakit. Terpaksa dibangun tenda karena korban lebih 80 orang. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Pemerintah daerah desak pusat evaluasi perusahaan

Muhammad Jafar Sukhairi, Bupati Mandailing Natal mengatakan, sejak kejadian awal warga ada yang meninggal dunia sudah melihat operasi perusahaan tidak aman bagi masyarakat.

Dia sudah merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar bisa mengevaluasi perusahaan ini. Kalau aktivitas perusahaan membuat keresahan dan kekhawatiran tinggi, maka merekomendasikan pemerintah pusat menghentikan kegiatan perusahaan.

“Kita sejak awal sudah merekomendasikan agar ada evaluasi terhadap perusahaan ini. Kita harap perusahaan juga dihentikan oleh pemerintah pusat sebab kewenangan ada di sana,” kata Jafar.

Data dari Kepolisian Resort Mandailing Natal sudah 100-an orang menjadi korban terhirup gas beracun proyek geothermal panas bumi Sorik Marapi ini, lima anak-anak perempuan dan orang tua tewas terhirup gas beracun yang mematikan ini.

Jatam mencatat, operasi penambangan panas bumi SMGP menimbulkan korban jiwa dan gangguan kesehatan serta kerusakan lingkungan maupun kerugian ekonomi bagi warga.

Melky Nahar, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengatakan, dalam kaitan dengan bencana industri, tercatat enam kali kejadian sejak 25 Januari 2021 hingga 27 September 2022.

Ironisnya, kata Melky, meski berulang menelan korban, pemerintah tak kunjung memberi sanksi tegas, hanya hentikan sementara operasi pasca kejadian pada 25 Januari 2021.

“Kejadian terus berulang tanpa ada sanksi tegas ini menunjukkan sikap pemerintah yang terus bermain-main dengan keselamatan nyawa warga,” katanya.

 

Pembangkit panas bumi Sorik marapi. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Karena itu, katanya, Jatam mengecam keras dan mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri ESDM tak masa bodoh dengan keselamatan warga Sorik Marapi.

“Jatam mendesak Menteri ESDM segera mencabut permanen izin SMGP, lakukan penegakan hukum dan pemulihan atas seluruh kerusakan yang terjadi,” katanya.

Sementara respon dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi, Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) seakan tak ada hal urgen harus mereka tangani segera walau kasus korban jatuh berulang kali bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Kementerian ini menyatakan telah mendapat laporan dari SGMP sejak akhir September lalu.

Harris, Direktur Panas Bumi, mengatakan, laporan pada 27 September lalu, sekitar pukul 18.00, ada beberapa warga dari Desa Sibangor Julu dan Sibangor Tonga mengeluh mencium bau menyengat dari Wellpad T, yang menyebabkan beberapa warga sesak napas dan muntah.

“Laporan yang kami terima, aktivitas di Wellpad T saat itu adalah bleeding sumur T-11 untuk menetralisir gas di dalam sumur yang menjadi bagian dalam rangkaian proses uji alir sumur T-11,” katanya.

Proses bleeding mulai pukul 15.30 WIB-17.30WIB. Rencana lanjut keesokan hari tetapi SGMP mendapat keluhan warga.

Hariss mengakui, uji alir sumur panas bumi punya risiko, salah satunya, keluar gas H2S.

Namun, dia klaim sudah ada antisipasi dengan serangkaian prosedur ketat, antara lain menetralisir gas sebelum fluida sumur panas bumi mengalir.

Pada tahap persiapan, uji alir sumur sebelumnya berkoordinasi dan mendapat persetujuan Pemerintah Mandailing Natal, kepolisian dan masyarakat sekitar.

KESDM, sudah menugaskan tim dari Dirjen EBTKE untuk investigasi ke lokasi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kepolisian dan SGMP dalam penanganan dan penelusuran lebih lanjut.

“Penanganan dampak salah satunya difokuskan kepada warga yang mengeluhkan kesehatan,” katanya.

Harris mengatakan, situasi instalasi dan peralatan di PLTP Sorik Marapi saat ini dalam kondisi normal, dengan uji alir sumur T-11 dihentikan dan sumur ditutup.

 

Erwin Effendi, Ketua DPRD Mandailing Natal, menjenguk warga yang menjadi korban keracunan gas panas bumi . Foto: Ayat S Karokaro

 

********

Exit mobile version