- Puluhan pemuda yang tergabung dalam SAMURAI Maluku Utara bersama tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) melakukan aksi pengumpulan sampah di berbagai tempat di Kota Ternate yang kemudian membawa sampah tersebut ke Pemerintah Kota Ternate yang mereka tuntut untuk mengelola sampah lebih baik
- Mereka juga melakukan brand audit sampah kemasan, dan hasilnya sampah kemasan berasal dari produsen seperti Mayora (40,6%), Unilever (14,4%), Danone (11,6%), Indofood (5,8%), Wings (4,7%) dan 21,9% merk lainnya yaitu Nestle, Coca-cola, Santos, dan Nabati. Mereka kemudian mengirimkan sampah kemasan ke PT Unilever untuk ikut bertanggung jawab sesuai Undang-undang No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
- Mereka juga melakukan uji sampah mikroplastik yang hasilnya pesisir pantai dan perairan laut Kota Ternate sudah tercemar mikroplastik dengan tingkat yang mengkhawatirkan. Hal itu menandakan Kota Ternate darurat sampah plastik
- DLH Kota Ternate mengakui keterbatasan pengelolaan 100 ton sampah per hari karena terbatasnya sumber daya seperti petugas, fasilitas pengangkutan dan daya tampung TPA. Kondisi itu juga diperparah dari minimnya kesadaran masyarakat mengelola sampah
Suasana agak mendung, pada pagi jelang siang hari Kamis (27/10/2022) itu. Puluhan pemuda yang tergabung dalam Solidaritasi Aksi Mahasiswa Untuk Rakyat Indonesia (SAMURAI) Maluku Utara masuk ke dalam sebuah parit besar di belakang pasar Kie Raha, Kota Ternate.
Di situ, mereka mengumpulkan berbagai sampah yang menumpuk di parit, untuk dimasukkan ke karung. Setelah terkumpul, karung-karung berisi sampah itu lalu digotong beramai-ramai sambil berjalan kaki menuju kantor Wali Kota Ternate yang berjarak sekitar satu kilometer.
Setiba di kantor walikota, mereka berorasi menyampaikan keprihatinan permasalahan sampah plastik di Ternate yang sudah termasuk darurat. Menurut mereka, sampah memenuhi badan air, pesisir pantai sampai ke laut. Karena itu harus mendapat perhatian serius pemerintah daerah. “Sampah sangat mengancam lingkungan dan kehidupan manusia,” kata Sekjen SAMURAI, Rakib Sangaji dalam orasinya.
Usai berorasi, berbagai sampah dalam karung-karung itu kemudian dicurahkan untuk dipilah jenis sampahnya berdasarkan asal perusahaan produsen. Setelah dipilah, kemudian diserahkan kepada pemerintah kota Ternate yang diterima langsung Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Ternate Tony Pontoh dan stafnya.
baca : Sampah, Ancaman Serius Laut Ternate
Selanjutnya, berbagai jenis sampah itu diharapkan bisa dikirimkan kepada perusahaan produsennya. Ini menjadi tuntutan para mahasiswa agar perusahaan produsen itu ikut bertanggung jawab atas masalah sampahnya yang mengancam warga dan linkungan, termasuk laut Ternate.
Sehari sebelumnya, pada Rabu (26/10/2022) aksi yang sama juga dilakukan di beberapa tempat. Para aktivis mengumpulkan sampah di kawasan pantai, barangka (kalimati) dan daerah yang ada sumber mata air. Sampah yang ada dipilah berdasarkan asal perusahaan produsen, baik yang bersumber dari minuman maupun makanan ringan kemasan.
Aksi tersebut merupakan kolaborasi SAMURAI Maluku Utara dengan tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN). Tim ESN sendiri menyambangi 68 sungai di Indonesia sejak Maret 2022 lalu. Tim yang dipimpin Prigi Arisandi menyinggahi Kota Ternate sebagai daerah ke-43 yang dikunjungi.
Selama sepekan di Ternate, tim ESN melakukan berbagai aksi bersama elemen anak muda, seperti melakukan riset melihat sungai, badan air dan perairan laut, apakah terkontaminasi mikroplastik.
baca juga : Ekspedisi Sungai Nusantara, Ecoton Kirim Pesan Bahaya Pencemaran
Dari hasil brand audit, terkumpul 1.342 pieces sampah, dimana sebanyak 197 pieces atau 14,4 adalah sampah kemasan yang diproduksi PT Unilever Tbk, seperti bungkus shampo sunsilk, shampo clear, rinso, pepsodent, royco dan sari wangi.
Sedangkan 500 pieces sampah yang dipungut di Kampung Makasar, Kecamatan Ternate Tengah dan perairan Ternate, ditemukan 5 produsen paling banyak sampahnya. Yakni Mayora (40,6%), Unilever (14,4%), Danone (11,6%), Indofood (5,8%) dan Wings (4,7%). Sedangkan produsen lainnya 21,9% seperti Nestle, Coca-cola, Santos, dan Nabati.
Semua sampah sachet itu bentuknya multilayer sehingga tak bisa diolah secara alam, dan akan terpecah-pecah menjadi mikroplastik yang mencemari sungai dan laut di Kota Ternate.
Menurut SAMURAI, sesuai Undang-undang No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, menyebutkan bahwa produsen yang menghasilkan sampah yang tidak bisa diolah secara alami, harus bertanggung jawab atau harus melakukan extendeed producer responsibility dengan ikut mengelola 30% dari total sampah yang dihasilkan.
Sehingga SAMURAI kemudian mengirimkan sampah kemasan produksi PT Unilever hasil brand audit kepada perusahaan itu agar ikut bertanggung jawab.
Pengiriman sampah tersebut juga disertai surat dengan tulisan tangan dari SAMURAI tertanggal 28 Oktober 2022 ditujukan kepada Ibu Ira Noviarti, Presiden Direktur Unilever Indonesia di Tangerang. Melalui surat itu menyebutkan hasil brand audit dari sampah di saluran air dan kali mati di Ternate.
“Kami SAMURAI Maluku Utara mendesak PT Unilever bertanggung jawab atas sampah bungkus multilayer sekaligus mengirimkan contoh sampahnya,” demikian isi surat yang ditandatangani Sekjen Samurai Rakib Badar dan Prigi Arisandi dari Tim ESN dan dikirimkan ke PT Unilever.
baca juga : Darurat Mikroplastik di Sungai Jawa, Aktivis Lingkungan Somasi Para Gubernur
“Pengiriman sampah pada Presiden Direktur Unilever Indonesia adalah bentuk protes kami kepada produsen yang menghasilkan sampah sachet multilayer yang membebani lingkungan karena sulit bahkan tidak bisa didaur ulang. Produsen-produsen ini harus bertanggung jawab untuk mengolah dan membersihkan sampah-sampah yang teronggok dan mencemari perairan Kota Ternate,” kata ungkap Prigi Arisandi, peneliti ESN.
Menurut Rakib SAMURAI Maluku Utara tidak ingin generasi ke depan menanggung beban kerusakan lingkungan akibat kecerobohan generasi saat ini dalam pengelolaan sampah terutama sampah plastik sekali pakai.
SAMURAI juga mengimbau masyarakat Ternate untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti tas kresek, sachet, botol air mineral, sedotan dan styrofoam karena selain merusak lingkungan penggunaan plastik sekali pakai bisa mengganggu kesehatan terutama sistem hormon manusia.
Samurai Juga akan mengawasi pemerintah dalam pengelolaan dan pelayanan sampah. “Kami ingin PT Unilever segera turun ke Ternate dan membersihkan sampah mereka,” tutup Rakib.
baca juga : Upaya Penanganan Sampah Laut: dari Plastik hingga Mikroplastik
20 Ton Sampah Per Hari
Persoalan sampah di kota pulau seperti Ternate sangatlah serius. Pasalnya sampah yang tidak tertangani dengan baik itu, akhirnya memenuhi pantai dan laut. Bahkan terbawa sampai ke Halmahera dan pulau kecil di sekitarnya.
Data DLH Kota Ternate menyebutkan produksi sampah warga kota dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2018, volume sampah per hari hanya 60 ton, meningkat menjadi lebih dari 100 ton pada 2021.
Sementara sumber daya seperti petugas, fasilitas pengangkutan dan daya tamping TPA juga terbatas. Kota Ternate juga hanya mempunyai satu TPA yang sudah hampir penuh. Sehingga sisa sampah yang tidak terangkut, sebagian besar dibuang ke kali mati dan pantai yang akhirnya dibawa ke laut.
Selain itu, kesadaran masyarakat untuk mengelola dan memilah sampah juga minim, sehingga butuh edukasi bersama yang lebih gencar kepada masyarakat.
“Soal (pengelolaan) sampah ini sudah berulangkali, tetapi tidak ada perubahan. Harus lebih banyak edukasi dan sosialisasi agar warga kota punya kesadaran, termasuk membantu petugas kebersihan. Kalau tidak, nanti yang rugi itu masyarakat. Apa pun yang dilakukan pemerintah dalam menangani sampah ini akan percuma jika tidak didukung dengan kesadaran masyarakat soal sampah,” jelas Kepala DLH Kota Ternate Tony Pontoh.
Dengan adanya kondisi saat ini, butuh ada perhatian juga dari pemerintah pusat, terutama KLHK untuk membantu terutama dalam penyediaan sarana prasarana. Dia bilang lagi Pemerintah Kota Ternate tidak tinggal diam dengan masalah sampah yang semakin memprihatinkan ini.
“Masalah sampah tidak hanya diselesaikan oleh pemerintah semata tetapi butuh kesadaran semua pihak membantu menyelesaikannya,” katanya.
baca juga : Pulau-pulau di Maluku Utara Terkepung Sampah, Bagaimana Sungai di Malang?
Laut Ternate Tercemar Mikroplastik
Sampah plastik juga ditemukan mengendap di perairan laut Ternate. Ketua Dodoku Dive Center, Dedi Abdullah menyatakan endapan itu terpantau sejak 2018. Dedi mengidentifikasi, sampah yang paling banyak adalah kresek berwarna, bungkusan deterjen, bungkusan susu sachet, kaleng, botol plastik, dan bekas popok bayi. Sampah plastik itu, paling banyak menyebar di wilayah pesisir laut Kelurahan Soa-Sio hingga Pantai Falajawa, Kecamatan Ternate Tengah.
“Apabila tidak ditangani segera maka suatu saat batu karang di diving sites para penyelam akan tertutup sampah plastik,” ungkap Dedi.
Kondisi laut dan pantai di Ternate sangat mengkhawatirkan karena sudah dicemari oleh adanya mikroplastik.
Temuan Tim ESN dan SAMURAI menyebutkan, dari sampel air yang diambil darai berbagai titik di pantai Kota Ternate, terdapat 173 partikel mikroplastik dalam 100 liter air ditemukan di pantai Dufa-dufa, pesisir kampung Makasar, Mangga Dua, Soasio dan Ake Ga’ale di Kelurahan Sangaji.
baca juga : Pulau-pulau di Maluku Utara Terkepung Sampah, Bagaimana Sungai di Malang?
“Kami ambil sample air di empat lokasi yaitu di Dufa-dufa, Kampung Makasar, Soasio dan di Ake Ga’ale Kelurahan Sangaji dan menemukan kadar mikroplastik terbanyak adalah di pesisir Dufa-dufa dekat dengan Bandara dengan partikel mikroplastik sebanyak 301 dalam 100 liter air, sedangkan lokasi yang paling sedikit kandungan mikroplastiknya adalah Kampung Makasar sebesar 88 partikel dalam 100 liter air” ungkap Prigi Arisandi.
Lebih lanjut Direktur Eksekutif Institut Pemulihan dan Perlindungan Sungai ini menjelaskan bahwa jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah jenis Fiber, sedangkan jenis lainnya yang ditemukan adalah fragmen, filament dan foam.
Kontaminasi mikroplastik di perairan Ternate juga disebabkan karena buruknya tata kelola sampah plastik oleh Pemkot Ternate, pola konsumsi packaging plastik dan minimnya kontribusi produsen dalam pengelolaan sampah packaging plastik. Mikroplastik selanjutnya akan mencemari ikan dan mengancam kesehatan penduduk Ternate.
“Ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah kota Ternate untuk melakukan upaya serius membersihkan dan memulihkan pantai dan perairan Ternate dari berbagai jenis sampah plastik yang teronggok di perairan Kota Ternate,” lanjut Prigi.
Ada tiga pihak yang bertanggungng jawab dalam pencemaran sampah plastik. Yang pertama pemerintah, Kedua produsen dan ketiga konsumen. Khusus untuk konsumen atau masyarakat Ternate, perlu ada gerakan puasa atau diet menggunakan plastik sekali pakai. Semisal tas kresek, sedotan, stereofoam, botol minuman dan lain lain. Selain itu perlu mendorong pemeritah membuat peraturan serta mendorong masyarakat mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai.
Pemerintah juga perlu memberikan hak otonomi bagi kelurahan mengelola sampah di lingkungannya. Selain itu perlu mendesak produsen mengolah 30 persen dari hasil sampah yang diproduksinya.
Penelitian Sebelumnya
Sebelumnya, penelitian tentang kandungan mikroplastik dalam perut ikan di perairan Ternate juga telah dilakukan tim dari Universitas Negeri Malang, Universitas Tekhnology Malaysia dan Universitas Khairun Ternate. Tim riset yang beranggotakan Mimien Henie Irawati Al Muhdhar (Universitas Negeri Malang), I Wayan Sumberartha (Universitas Negeri Malang), Zainudin Hassan (University Technology Malaysia), Muhammad Shalahuddin Rahmansyah (Sekolah Tinggi Teknik Industri Turen Malang), dan M Nasir Tamalene (Universitas Khairun Ternate) menemukan adanya mikroplastik dalam lambung ikan karang di pesisir laut Ternate.
Dari penelitian itu menunjukkan bahwa ikan-ikan karang di kepulauan Ternate telah terkontaminasi mikroplastik. Penelitian yang diterbitkan dalam Jordan Journal of Biological Sciences pada Desember 2021 ini mengambil sampel ikan di perairan Kasturian, Kampung Makassar, Mangga Dua, dan Kalumata. Pengambilan sampel dilakukan pada Agustus-September 2019.
Ikan karang yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebayak 220 ekor dengan rincian, kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) 29 ekor, kerapu muara (Epinephelus coioides) 36 ekor, kerapu lumpur (Epinephelus suillus) 65 ekor,baronang lingkis (Siganus canaliculatus) 47 ekor, ikan batu (Synanceia) 27 ekor dan ikan kakatua (Scarus psittacus) 16 ekor.
Hasil pengujian menunjukkan, 183 dari 220 ekor ikan tersebut tercemar mikroplastik. Total ada 594 partikel plastik ditemukan dalam sistem pencernaan ikan-ikan tersebut. Kandungan mikroplastik ini berupa 47,81 persen fragmen, 38,22 persen film, 2,69 persen foam, 2,36 persen fiber, 7,41 persen line, dan 1,52 persen pellet.(*)