Mongabay.co.id

Bagaimana Musang Luwak Menghasilkan Kopi Bercita Rasa Tinggi?

 

 

Bagi penikmat kopi, musang luwak [Asian palm civet] adalah anugerah. Dari kotoran hewan inilah tercipta kopi bercita rasa tinggi yang dikenal dengan nama kopi luwak.

Hewan yang memiliki ukuran seperti kucing ini memiliki nama ilmiah Paradoxurus hermaphroditus. Singapore Biodiversity menjelaskan, nama ilmiahnya diberikan oleh Frédéric Curvier pada 1821.

“Paradoxurus” sebenarnya mengacu pada ekor paradoks musang, yang dianggap bertindak seperti kaki kelima. Sedangkan julukan spesies “hermaphroditus”, diambil dari kata hermaprodit, yaitu Dewa Yunani.

Lalu bagaimana musang luwak bisa menghasilkan kopi super enak?

Baca: Jangan Keliru, Wujud Anjing Ajag Sekilas Mirip Serigala

 

Musang luwak yang dikenal menghasilkan kopi luwak. Foto: Wikimedia Commons/Bernard Dupont/Free to share

 

Berdasarkan laporan Sciencedirect, kopi luwak memiliki cita rasa unik dan kadar keasaman rendah, karena hasil fermentasi di dalam perut musang luwak yang dikeluarkan bersama kotoran dalam bentuk biji [green bean].

Musang hanya memilih biji yang matang dan manis.

“Saluran pencernaannya menghilangkan daging buah dan lendir,” tulis laporan tersebut.

Perbedaan utama dengan proses basah adalah mikroorganisme yang ada pada hewan tidak sama dengan yang ditemukan pada fermentasi.

Proses pencernaan musang luwak memakan waktu sekitar 12 hingga 24 jam. Setelah itu, kotorannya berupa biji dikumpulkan, direndam dan dicuci, lalu dijemur.

“Biji hasil kotoran musang luwak ini memiliki kandungan asam malat dan asam sitrat, sehingga digunakan sebagai sidik jari kimiawi untuk melacak dan mengidentifikasi kopi luwak asli dari biji campuran atau palsu.”

Sciencedirect mencatat, kopi luwak pertama kali dikenal sebelum 1950-an, ketika perkebunan kopi berkembang pesat pada masa pemerintahan Belanda di Hindia Timur.

Kopi ini merupakan produk kopi otentik Indonesia dengan aroma istimewa.

“Baru dikenal luas di kalangan pencinta kopi pada 1980-an.”

Di alam liar, kehadiran musang luwak dipengaruhi faktor lingkungan, yaitu dedaunan semak rendah. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan penutup dan aktivitas mencari makan.

Baca: Kebiasaan Aneh Kambing Hutan Sumatera, Main di Tebing dan Menyendiri di Goa

 

Musang luwak yang menjadikan pohon sebagai tempat tinggal dan mencari makan. Foto: Wikimedia Commons/Praveenp/Free to share

 

Tersebar di Asia

Dari data Animaldiversity, dijelaskan musang luwak tersebar di Asia, mulai China selatan, Himalaya utara, India selatan, dan pulau-pulau di Samudera Hindia, Laut China Selatan, dan Laut Filipina. Populasi musang luwak banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sri Lanka, Thailand, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Laos, Nepal, Bhutan, hingga Singapura.

Secara alami, satwa ini hidup di hutan beriklim sedang dan tropis. Walau demikian, ia juga ditemukan di taman, kebun pinggiran kota, perkebunan, dan kebun buah.

“Luwak memilih tinggal pada lokasi yang ada makanan dan juga tempat beristirahat, seperti lubang pohon, celah batu, atau dedaunan lebat,” tulis Animaldiversity.

Sifatnya arboreal, menghabiskan sebagian besar waktu di pohon, terutama pohon dengan kanopi dan tanaman merambat yang sangat lebat, untuk pengasingan dan perlindungan.

Memanjat pohon adalah pekerjaan mudah bagi musang luwak. Beratnya hanya sekitar tiga kilogram dengan panjang tubuh rata-rata 50 sentimeter, serta panjang ekor 48 sentimeter.

“Namun, karena ekornya yang tidak dapat mencengkeram erat, membuatnya kurang gesit dibandingkan musang lain.”

Baca juga: Namanya Mentilin, Matanya Bulat dan Suka Keluar Malam Hari

 

Lukisan musang luwak. Sumber: Wikimedia Commons/Palmenroller-drawing/Publik Domain

 

Masalah eksploitasi

Laporan Dinda Purnomo Putri, Novi Mayasari dan kolega yang dimuat dalam jurnal Acta Veterinaria Indonesiana Vol. 10 No.1 [2022]: Maret 2022 berjudul “Gambaran Kesejahteraan Musang Luwak Tangkar [Paradoxurus hermaphroditus] Penghasil Biji Kopi Luwak Pegunungan Malabar, Jawa Barat’ diketahui sejak permintaan dan tuntutan pasar terhadap biji kopi luwak  meningkat, mulai terjadi perubahan metode untuk memperolehnya.

“Saat ini, biji kopi luwak lebih banyak diperoleh dari luwak yang dipelihara secara khusus untuk produksi,” tulis peneliti.

Sehingga, tidak jarang ditemukan produsen yang melakukan eksploitasi musang luwak secara berlebihan.

“Kondisi tersebut berdampak pada kesejahteraan hidup luwak.”

Kegiatan eksploitasi tentu bisa membuat musang luwak stres. Riset Aprinda Ratna Lovela dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga yang dimuat portal Unair menjelaskan, stres bisa menjadi penyebab turunnya produksi kopi luwak.

Pada dasarnya, musang luwak sangat terpengaruh lingkungan. Satwa ini hidup di daerah dataran rendah hingga ketinggian 2.500 m dpl. Suhu rata- rata optimal di kandang pada pagi hari adalah 22°C, siang 24°C, sore 22°C dan malam 20°C. Kelembabannya juga harus terjaga antara 76 hingga 85 persen.

“Suhu dan kelembaban berpengaruh pada reproduksi, metabolisme tubuh, serta resistensi terhadap penyakit,” tulis Aprinda.

Terjadinya stres menyebabkan musang luwak mengalami penurunan nafsu makan.

“Salah satu penanggulangan stres adalah pengkayaan lingkungan kandang, yaitu dengan cara penambahan tanaman hidup.”

Data International Union for Conservation of Nature [IUCN], status konservasi musang luwak yang disebut juga “Common Palm Civet” tergolong Least Concern [LC], yaitu berisiko rendah terhadap kepunahan. Ancamannya saat ini adalah tindakan eksploitasi, perburuan, dan kebakaran hutan yang dapat merusak habitatnya.

 

Exit mobile version