- Bencana berupa banjir dan longsor melanda sejumlah daerah di Sulsel, termasuk Kota Makassar, ratusan rumah terendam banjir, bahkan menimbulkan korban jiwa.
- WALHI Sulsel menuding pihak yang paling bertanggung jawab atas banjir di Kota Makassar adalah Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman dan Walikota Makassar, Danny Pomanto.
- Pemerintah dinilai sudah harus menyiapkan penanganan mitigasi bencana yang komprehensif
- Perlu regulasi khusus untuk koordinasi penanganan bencana ditingkat provinsi karena penanganan bencana harus memiliki koordinasi yang jelas, sistemik serta partisipatif.
Cuaca buruk menyebabkan sejumlah bencana di Sulawesi Selatan, berupa banjir, angin kencang dan tanah longsor. Bencana terjadi di sejumlah daerah sejak Rabu 16 November 2022. Di Kota Makassar banjir melanda kawasan pemukiman.
Bahkan air juga mulai menggenangi jalan masuk bandara dan tol reformasi. Akibatnya, ribuan rumah warga terendam dan arus lalu lintas ikut terganggu. Sempat viral di media sosial seorang ibu meminta bantuan untuk mencari anaknya yang hilang terbawa arus, yang akhirnya ditemukan beberapa jam kemudian dalam kondisi selamat.
Banjir juga membuat Mapolda Sulsel tergenangi air menyebabkan peralatan seperti ransel, tameng dan sejumlah peralatan polisi mengapung di ketinggian air hingga sepaha.
Banjir setinggi kurang lebih satu meter juga terjadi di Jalan Paccerakang, Kota Makassar, menyebabkan ratusan anak terjebak dalam kelas. Tampak sejumlah mobil terendam, serta ruang kepala sekolah yang seluruhnya tergenangi air.
Tidak hanya banjir, angin kencang menyebabkan sejumlah pohon runtuh menimpa orang sekitar dan pengendara yang melintas. Salah satunya terjadi di depan kantor Pengadilan Negeri Makassar.
baca : Banjir dan Longsor di Sulsel, Pemda Dinilai Abai pada Hasil Kajian
Melihat banjir yang terus meluas yang mengakibatkan kerugian materiil dan non materiil bagi warga, Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin menyebut bahwa pihak yang paling bertanggung jawab atas banjir di Kota Makassar adalah Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman dan Walikota Makassar, Danny Pomanto.
“Gubernur dan walikota adalah pihak yang dimintai tanggung jawab atas banjir yang terjadi. Karena kami tidak melihat ada usaha mereka untuk melindungi masyarakat Kota Makassar dari ancaman banjir. Gubernur dan Walikota harusnya bisa membuat program mitigasi banjir agar warga Kota Makassar tidak sering terkena musibah banjir, tapi tidak pernah dilakukan,” katanya, Minggu (20/11/2022).
Amin menilai banjir yang terus berulang tiap tahunnya ini akibat tidak adanya keseriusan dan kemauan pemerintah untuk membebaskan Kota Makassar dari banjir.
“Selama ini adakah kajian pemerintah tentang penyebab banjir yang terjadi setiap tahun di Kota Makassar? Adakah di dalam RPJPD Pemerintah Provinsi Sulsel, program mitigasi bencana banjir untuk Kota Makassar dan Sulawesi Selatan? Dari sini kita bisa menebak, seberapa besar kemauan Gubernur Sulsel dan Walikota Makassar dalam melindungi keselamatan masyarakat,” katanya.
Selama ini menurutnya warga terus dikorbankan, dipaksa untuk menghadapi dampak kerusakan lingkungan dan bencana banjir tahunan. Selain itu, kebijakan pemerintah hanya sebatas memberikan pertolongan bukan perlindungan, sehingga masalah banjir ini tidak akan ada berakhir sampai kapan pun.
“Yang saya perhatikan dari tahun ke tahun, Gubernur Sulsel dan Walikota Makassar itu hanya menyiapkan tim BPBD untuk memberi pertolongan, lalu memberi bantuan sembako ke para korban sambil mengunggah foto ke media sosial. Setelah itu, tidak ada lagi. Jadi begitulah wajah pemerintah Provinsi Sulsel dan Kota Makassar saat ini,” lanjut Amin.
baca juga : Banjir Sulawesi Selatan, Cermin Buruk Pencegahan Bencana?
Amin menjelaskan bahwa dari hasil kajian awal WALHI Sulsel, banjir yang terjadi saat ini tidak berbeda dari banjir sebelumnya yaitu sumber air berupa air kiriman dari Kabupaten Gowa. Penyebabnya karena saat ini, hulu DAS Jeneberang di Kabupaten Gowa sudah rusak parah.
“Di Kabupaten Gowa longsor, sementara di Kota Makassar banjir. Maka kalau gubernur, walikota Makassar dan Bupati Gowa tidak mau atau cuek dengan kondisi DAS Jeneberang saat ini, maka sama halnya mereka sedang melestarikan bencana banjir untuk warga Kota Makassar.”
Banjir dan Longsor di Daerah Lain
Tidak hanya di Makassar, banjir juga menimpa sejumlah daerah lain di Sulsel. Di KotaParepare, dari media sosial beredar video menunjukkan sejumlah warga terjebak di rumah karena banjir hampir mencapai atap rumah mereka.
Dalam video tersebut warga meminta bantuan dari Tim SAR gabungan untuk segera melakukan evakuasi. Para warga masih berada di dalam rumahnya yang rata-rata berdesain rumah panggung. Beredar juga video di media sosial kondisi perbatasan Parepare Barru terendam air. Ketinggian air dilaporkan ketinggian air mencapai lebih dari satu meter, sehingga mengganggu akses jalan provinsi.
Di Kabupaten Gowa, bencana longsor terjadi di Desa Lonjoboko Kecamatan Parangloe. Dalam longsor ini yang terjadi pada Rabu (16/11/2022) menelan 7 korban jiwa.
Korban terakhir yang ditemukan di hari ke-5 pencarian, Minggu (20/11/2022) malam, sekitar pukul 20.15 Wita, seorang bocah bernama Muh Royan (8). Jenazah korban ditemukan sekitar 16 kilometer dari lokasi kejadian, dekat pintu air bendungan Bili-bili Gowa. Korban langsung dievakuasi dan diserahkan ke pihak Polda Sulsel.
Proses pencarian selama lima hari melibatkan puluhan Tim Sar Gabungan berbagai unsur dari Basarnas, Polri, TNI, Pemda Gowa hingga Pemprov Sulsel, serta organisasi potensi SAR lainnya ikut memberi dukungan dalam pencarian.
Selain itu, 2 alat berat ekskavator digunakan untuk membuka akses dan memindahkan material longsor di lokasi kejadian untuk membantu pencarian.
baca juga : BMKG Peringatkan Potensi Bencana di Sulsel, Aktivis Harap Pemerintah Tidak Salahkan Cuaca Buruk
Berdasarkan informasi dari tim SAR di lokasi, bahwa kondisi sekitar lokasi masih labil dan berpotensi terjadi longsoran susulan. Sehingga, pihak Basarnas mengimbau agar warga yang berada di sekitar lokasi maupun yang akan melintas diminta agar senantiasa berhati-hati dan menghindari area sekitar tanah yang labil.
Tindak Lanjut UU No. 23 tahun 2014
Menurut Rizal Fauzi, pengamat kebijakan dari Universitas Hasanuddin, fenomena banjir yang terjadi di beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan terus berulang bahkan semakin menimbulkan korban yang lebih besar, menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera menyiapkan penanganan yang komprehensif.
“Model penanganan dengan turut langsung membawa bantuan yang dilakukan selama ini cenderung lebih dominan pada nilai pencitraan dibanding dengan solusi jangka panjangnya, sampai kapan hal seperti ini berlangsung?,” katanya.
Menurutnya, salah satu hal substansial yang diabaikan pemerintah provinsi maupun kabupaten kota saat ini yang berimplikasi terhadap bencana seperti banjir dan tanah longsor adalah tak adanya tindak lanjut atas amanat UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengalihkan kewenangan pengelolaan kehutanan, pertambangan dan kelautan ke provinsi yang sebelumnya di kabupaten.
“Sampai saat ini, selama 8 tahun sejak diundangkannya, pemerintah provinsi belum melahirkan perda maupun pergub yang spesifik terkait aturan operasional ketiga kewenangan tersebut, termasuk model kerjasamanya dengan pemerintah daerah. Hal ini membuat pengelolaan pertambangan dan kehutanan tidak dikelola dengan baik. Di mana untuk perizinan menjadi kewenangan provinsi, namun ketika terjadi bencana maka dibebankan ke pemerintah kabupaten.”
baca juga : Muhammad Al Amin: dari Tambang Pasir Laut hingga Krisis Ekologi di Sulsel
Hal ini, lanjutnya, menjadi hal yang menjadi kendala dalam koordinasi penanganan bencana jangka panjang. Sehingga, pemerintah provinsi harusnya segera menyiapkan regulasi terkait ketiga sektor tersebut baik dalam bentuk perda maupun pergub. Hal ini dinilai penting agar bukan hanya dalam pencegahan bencana jangka panjang, tapi juga dapat mengoptimalkan PAD dengan model pembangunan berkelanjutan.
“Selain itu perlu regulasi khusus untuk koordinasi penanganan bencana ditingkat provinsi karena penanganan bencana harus memiliki koordinasi yang jelas, sistemik serta partisipatif,” katanya.