Mongabay.co.id

Warga Lundar Was-was Bencana Makin Parah Kala Tambang Pasir Beroperasi

 

 

 

 

Nurgayah,   cemas setiap hujan deras dan berlangsung lama di Jorong Lundar,  Nagari Panti Timur, Pasaman, Sumatera Barat. Perempuan 62 tahun ini berlari keluar rumah,  mengawasi bukit yang tak jauh dari rumahnya.

Enam tahun lalu, pada 2016, Lundar pernah banjir bandang. Rumah banyak roboh dan rusak. Februari lalu bencana berulang lebih parah. Kayu-kayu besar terbawa banjir dari atas bukit, bebatuan dan pasir-pasir meluluhlantakkan sawah, merusak rumah dan jalanan tertutup.

Ketika ke Lundar,  masih terlihat pasir menutupi jalan. Ada yang tebal karena warga belum membersihkan, ada yang sedikit. Di rumah Nurgayah,  pasir bertumpuk di sempadan sungai setinggi rumah.

“Itu sudah kurang. Kemarin lebih tinggi lagi,” katanya.

Warga kampung, akan berjaga-jaga kalau hujan turun deras dan lama. “Sudah banyak yang siap keluar kampung. Kami takut dengan banjir sekali lagi.”

Kondisi saat ini, katanya,  sudah parah. Pepohonan di bukit berkurang. Warga mulai tanam serai wangi untuk mengkonservasi tanah. Kini, warga makin khawatir  saat ada rencana tambang pasir silika di atas bukit oleh PT Da Viena Alam Pasaman (Da Viena).

Dia tak dapat membayangkan kalau di atas bukit ada tambang. Saat ini saja, sudah ada bencana.

“Jadi,  kami takut andaikata jadi tambang, bagaimana nasib kami. Kampung kami letaknya di bawah (bukit) persis dan yang mau ditambang itu bukit di atas kampung,” katanya terisak.

 

Jorong Lundar, berada di bawah. Masyaralat Lundar khawatir saat bukit akan jadi tambang pasir silika. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Belum lagi, katanya, sumber air tersendat karena keperluan air minum, sawah, kolam ikan dan kebutuhan sehari-hari semua dari sungai yang berhulu di bukit.

Nurgayah mengatakan,  mayoritas penduduk adalah petani. Mereka khawatir kalau tambang masuk lahan pangan terganggu.

“Biar bagaimana kami ndak mau bukit itu jadi tambang. Sampai mati kami akan mempertahankan kampung kami. Bagaimana pun caranya,” katanya.

Meriati, warga Lundar pun khawatir. Tanggul dekat rumahnya roboh, rumah pun rusak. Pupuk subsidi mereka sebanyak tiga ton tenggelam dan rusak. Kursi, kulkas, dispenser dan alat elektronik rusak. “Rusak semua.”

“Sawah kami (masyarakat) berhektar-hektar gagal panen. Kami harap jangan sampai terjadi. Karena mata pencaharian kami bertani,” kata Ermayati, Bundo Kanduang di Jorong Lundar.

Dia mengenang banjir bandang yang lalu. Saat kejadian,  Ermayati sedang masak. Terdengar gemuruh dan dia buru-buru menyelamatkan anak-anaknya. Dia trauma kalau hujan lebat.

Nopri Parandika, anggota Badan Musyawarah Nagari Panti juga tinggal di Jorong Lundar mengatakan, sekitar 0,5 hektar sawahnya rusak tertutup pasir. “Lahan itu tidak digarap lagi karena sudah tertimbun pasir dan banyak potongan kayu besar,” katanya.

Biasa Nopri atau warga Lundar lain jadikan sawah sebagai lahan pangan untuk konsumsi. Mereka,  tidak membeli beras untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Dia menunjuk salah satu lahan yang terkena banjir bandang ada yang berganti jadi tanaman jagung. Petani memilih jagung karena sumber air tidak lagi seperti sebelum banjir bandang.

 

Sawah Nopri, warga LUndar yang rusak kena terjang banjir bandang. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

***

Bupati Pasaman mengeluarkan surat keputusan  Nomor 188.45 pada 2019 tentang izin lingkungan rencana pertambangan mineral non logam batu kuarsa seluas 196 hektar kepada Da Viena di Jorong Lundar dan Lambak,  Nagari Panti Timur, Kecamatan Panti.

Surat ini memperhatikam keputusan bupati Nomor 188.45 tahun sama soal rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup rencana pertambangan mineral non logam batu kuarsa.

Berdasarkan SK ini memutuskan lokasi kegiatan di Jorong Lundar 167 hektar dan Jorong Lambak 29 hektar di Nagari Panti Timur. Ruang lingkup SK ini adalah tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi hingga tahap operasi.

Dinas ESDM Sumbar mengakui, pada 2021 pernah kunjungan terkait pembinaan dan pengawasan. Aktivitas lapangan belum ada sampai hari ini. Kalau pun ada, katanya,  harus ada persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dulu dan itu wajib terpenuhi. Sebelum RKAB disetujui,  perusahaan tak boleh beroperasi.

Inzuddin,  Kepala Bidang Tambang di Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar mengatakan,  Da Viena setop sementara sambal menunggu perusahaan melengkapi RKAB baru kembali beroperasi.

Soal penolakan warga, katanya,  sudah komunikasi dengan perusahaan. “Kita meminta  kepada perusahaan untuk menyelesaikan problem di masyarakat, kenapa penolakan itu ada, karena sebelumnya  kesepakatan sudah diperoleh bersama untuk proses perizinan itu,” katanya.

Diki Rafiqi Diki Rafiqi,  Kepala Bidang Agraria dan Lingkungan Hidup LBH Padang mengatakan,  tambang mengancam ruang hidup masyarakat dan eskalasi banjir dan longsor di Lundar.

“Apalagi beban pertambangan. Jangan sampai kehidupan masyarakat jadi korban dari aktivitas pertambangan. Mendengar aspirasi rakyat penting dalam permasalahan ini agar izin tambang silika dicabut demi kemaslahatan masyarakat,” katanya.

Melalui analisis citra satelit Walhi Sumbar,  perbukitan ini sudah mengalami deforestasi, “Pemerintah harus melakukan reboisasi dan rehabilitasi lahan. Bukan mengeluarkan izin tambang pada daerah yang seharusnya untuk kawasan lindung,” kata Tommy Adam,  Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar.

 

Sungai yang meluap saat banjir bandang terjang Lundar. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Lundar adalah jorong atau kampung yang masuk dalam administrasi Nagari Panti Timu. Nagari ini ada empat jorong selain Lundar, yaitu Kuamang, Lundar dan Lambak. Luas nagari ini sekitar 80,15 kilometer persegi. Banjir awal tahun lalu kena tiga jorong di bawah bukit langsung, paling dekat Lundar.

Jorong Lambak dan Lundar adalah penghasil gabah. Dalam catatan Walhi Sumbar,  lokasi tambang berada di sekitar kawasan hutan lindung dan ancaman nyata bagi masyarakat. Daerah itu, katanya, kawasan penyangga yang berfungsi sebagai sumber mata air masyarakat dan untuk pertanian.

Nggak dibuka tambang saja sudah kayak gini. Mungkin kalau ada tambang nyawa yang kena. Mungkin rata desa ini,” kata Meidodo Kander, Ketua Pemuda Lundar.

 

Nurqayah, warga Lundar dengan latar belakang pasir yang dibawa air saat banjir bandang Februari lalu. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

********

 

Exit mobile version