Mongabay.co.id

Lebih 100 Tahun Hilang, Peneliti Indonesia Temukan Kembali Katak Pelangi di Gunung Nyiut

 

“Mas Harley, ternyata benar. Itu katak yang telah [lama] dianggap hilang. Satu dari 10 katak paling di cari dalam daftar pencarian global amfibi yang hilang tahun 2010 oleh Conservation International,” sebut Randi Agusti melalui sambungan ponsel.

Randi adalah seorang botanis dan peneliti muda yang turut dalam kegiatan Ekspedisi dan Eksplorasi Gunung Nyiut 2022 yang digagas BKSDA Kalbar. Kawasan konservasi ini terletak di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkayang, Sambas dan Sanggau, Kalimantan Barat.

Penjelasan Randi melampaui ekspektasi saya. Waktu ekspedisi yang singkat, -kurang dari 10 hari, dan hujan terus-menerus di lokasi, kami tak menyangka jika berhasil menemukan kembali katak pelangi atau sambas stream toad (Ansonia latidisca) di habitat aslinya.

Katak pelangi pertama kali dilaporkan keberadaanya pada tahun 1893 oleh ahli botani asal Jerman, Johann Gottfried Hallier, di bagian hulu Sungai Sambas, di puncak Gunung Damus, Gunung Nyiut, yang sekarang bagian Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.

Katak ini pernah dilaporkan di jumpai di tahun 1920-an. Sejak itu ‘lenyap’ dari bumi Nusantara. Perjumpaan terakhir dilaporkan oleh sekelompok peneliti herpetologi di Penrissen, Sarawak, Malaysia pada tahun 2011.

Luar biasanya, setelah 129 tahun berselang, katak pelangi dapat di jumpai kembali oleh para ahli botani Indonesia. Tepat di Hari Kemerdekaan RI ke-77 tanggal 17 Agustus 2022.

Baca juga: Katak-katak Pantai Selatan, Jenis Baru dari Hutan Pulau Jawa

Katak pelangi (Ansonia latidisca) yang dijumpai di CA Gunung Nyiut. Dok: Tim Jelajah CA Gunung Nyiut BKSDA Kalbar 2022.

 

Perjumpaan Tidak Terduga  

Sejak pertamakalinya ditemukan ciri-ciri katak pelangi hanya di ketahui dari satu gambar ilustrasi, sketsa berwarna hitam putih, yang dibuat oleh Hallier.

Ciri fisiknya berkaki kurus dan panjang, dengan tubuh bertotol-totol. Tubuhnya berukuran kecil, panjang antara 30 – 50 mm. Kulit belakang berwarna hijau terang, ungu dan merah. Nama pelangi yang kemudian disematkan pada katak ini sesuai corak warna kulitnya tersebut.

Bintik-bintik katak ini berwarna tampak pada kulit belakang tidak rata, tetapi seperti batu kerikil atau mirip kutil. Dikutip dari National Geographic, seorang ahli amfibi dari Conservation Internastional, Robin Moore, menyebut kulit seperti itu biasanya menunjukkan tanda-tanda adanya kelenjar racun.

Dari ciri tersebutl, kami yakin katak yang kami jumpai di  Gunung Nyiut adalah katak pelangi. Saat kami temukan, ia sedang berkamuflase mengikuti warna helai daun tempatnya mendekam. Cara ini adalah upaya melindungi dirinya untuk mengelabui satwa pemangsanya.

Malam harinya, -saat hujan telah reda, saya, Randi dan tiga orang rekan lainnya melakukan herping di aliran sungai kecil berbatu-batu yang tidak jauh dari basecamp. Katak pelangi adalah spesies malam yang aktif di sekitar sungai berbatu-batu.

Setelah perjumpaan hari itu, -bahkan hingga kami kembali ke Kantor BKSDA Kalbar di Kota Pontianak, kami belum sadar jika katak tersebut adalah katak pelangi. Saya baru sadar tiga hari kemudian setelah tiba kembali di Bogor, tempat saya tinggal, setelah mengecek ke referensi ciri-ciri fisiknya.

Baca juga: Katak Tanduk, Spesies Baru dari Kalimantan

 

Tim ekspedisi CA Gunung Nyiut. Dok: Tim Jelajah CA Gunung Nyiut BKSDA Kalbar 2022.

 

Capaian Luar Biasa

Sadtata Noor Adirahmanta, pejabat Kepala BKSDA Kalbar saat itu menyebut kegiatan jelajah Gunung Nyiut telah mendapatkan capaian luar biasa.

“Beberapa spesies tumbuhan baru sudah ditemukan dan dikonfirmasikan memang benar merupakan spesies baru. Bahkan ada beberapa di antaranya merupakan new record atau sebelumnya belum pernah ditemukan di Indonesia.”

Temuan ini juga menjadi pesan penting bagi para pemangku kepentingan untuk menjalankan amanah konservasi.

“Adanya temuan menunjukkan ada banyak hal lain yang belum kita temukan. Ini seharusnya menjadi titik tolak untuk melakukan penjelajahan lebih luas lagi,” lanjutnya.

Terkait dengan penemuan kembali katak pelangi, BKSDA Kalbar lebih lanjut akan merancang survei habitat dan pendugaan populasi sebaran jenis ini di CA Gunung Nyiut. Meski demikian, informasi titik koordinat distribusinya perlu dirahasiakan. Mengingat spesies ini menjadi incaran kolektor fauna bernilai tinggi.

“Paling utama adalah hasil temuan yang diperoleh segera dilakukan kajian dan dipublikasi pada jurnal ilmiah, agar kelestarian habitatnya dan upaya perlindungan kawasannya terjaga,” sebut Kepala BKSDA Kalbar, Wiwied Widodo.

Sebutnya, langkah-langkah strategis konservasi keanekaragaman jenis endemik CA Gunung Nyiut akan disiapkan agar penemuan kelimpahan jenis-jenis baru pun dapat diungkap.

 

*Harley Bayu Sastha, penulis buku, petualang, penjelajah, dan pemerhati kegiatan alam bebas. Pendiri dan redaksi e-magazine Mountmag.

 

***

Gambar utama: Katak pelangi (Ansonia latidisca) dari balik daun. Dok: Tim Jelajah CA Gunung Nyiut BKSDA Kalbar 2022.

 

 

Exit mobile version