Mongabay.co.id

Jawa Timur Aksi Sedekah Oksigen bagi Dunia, Seperti Apa?

 

 

 

Ratusan orang berkumpul di Politeknik Negeri Madura (Poltera) Sampang, Madura, Jawa Timur, 4 Desember lalu. Mereka ingin ikut tanam mangrove bersama Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur.  Dari ibu- ibu,  sampai anak-anak bergabung.

Di sisi panggung ada stand yang memajang berbagai produk bikinan warga, dari olahan mangrove sampai pengolahan sampah jadi eco enzym).

Gedung kampus tepat di samping hutan mangrove jadi pagar alami antara gedung-gedung kampung dengan laut. Udara segar.

Pemerintah Jawa Timur menggelar Festival Mangrove II di Politeknik Negeri Madura (Poltera), Sampang, kali kedua.  Dalam festival ini menampilkan berbagai produk pangan dari tanaman mangrove,pengenalan fungsi dan pemanfaatan mangrove sekaligus aksi tanam mangrove.

Kesempatan pertama di Kecamatan Nguling, Pasuruan, Agustus lalu. Dalam festival di Sampang ini sekaligus aksi tanam mangrove.

Khofifah bilang, aksi ini sebagai sedekah oksigen untuk dunia. “Kita ingin menyiapkan support oksigen untuk dunia yang lebih luas lagi,” katanya dalam sambutan.

Pemerintah Jawa Timur, kata Khofifah, ingin terus upaya pemulihan dan penguatan daya dukung alam, dan daya dukung lingkungan.

Pemerintah Jatim, katanya, punya target satu juta pohon mangrove bisa tertanam sampai November tahun depan.

“Kalau kita dapat tanaman apapun, kita tanam, kita pelihara, tumbuh berkembang, akan memproduksi oksigen, maka sebetulnya kita sedang bersedakah oksigen.”

 

 

Baca juga:  Aksi Endang Wahyurini Selamatkan Mangrove Madura

Salah satu burung yang bergantung hidup dari hutan mangrove. Foto: M Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Khofifah bertekad, terus menggaungkan sedekah oksigen karena oksigen adalah kebutuhan masyarakat sekitar termasuk dunia. Dia memilih mangrove karena mampu memproduksi oksigen lima kali lebih tinggi daripada tanaman darat.

Khofifah bilang, menanam mangrove jangan dianggap remeh karena merupakan langkah besar. “Gerakan ini bisa mulai di mana saja, siapa saja, dan berapapun bibitnya?”

Jumadi, Kepala Dinas Kehutanan Jawa Timur, mengatakan, luasan hutan mangrove di Jawa Timur terluas di Pulau Jawa sekitar 27.221 hektar, dengan 6,66% kerapatan jarang, 46, 06% kerapatan sedang, dan 47,26% rapat.

Di Madura, katanya,  luas hutan mangrove 15. 133 hektar. Rincian, Sumenep (12.185 hektar), Bangkalan (1.412 hektar), Sampang (826 hektar), dan Pamekasan (690 hektar).

Jumadi  mengatakan, Pemerintah Jatim terus mengupayakan tanam mangrove di daerah dengan kerapatan jarang dan sedang di Madura dan Jawa, mulai Pasuruan, Banyuwangi, sampai Trenggalek.

Ketika menanam,  katanya, biasa dilakukan tambal sulam. Saat menanam pertama kali, dicek persentase kehidupan, lalu penyulaman atau penanaman kembali sesuai jumlah bibit mati.

“Seperti di Banyuwangi, awal 2021 nanem di Teluk Pangpang, ekosistem Muncar, yang hidup kira-kira 70%., 30% sulam lagi.” Dia juga bilang, akan ada pemadatan ekosistem di daerah-daerah tertentu.

“Seperti tadi, pelepasliaran (burung pecuk-padi hitam) tadi adalah untuk memadatkan ekosistem. Ada vegetasi, ada faunanya. Setelah itu akan juga berkembang di bawah, di bawah itu bisa kepiting, bisa kerang, dan lain-lain.”

 

Baca juga: Perlu Kesadaran Bersama Jaga Hutan Mangrove Madura

Kondisi mangrove di Sampang. Foto: M Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Bila kaya flora fauna, katanya, di sana bisa terbentuk Kawasan ekosistem esensial.  Sejauh ini,  baru ada empat kawasan eksistem esensial di Jawa Timur yaitu Trenggalek, Sumenep, Gresik, Banyuwangi, dan Tulungagung, sedang pengusulan.

Jumadi contohkan kawasan mangrove di Ujung Pangkah, Gresik. Di sana, ada burung migran Afrika. “Habitatnya sudah jadi, ada kerang hijau. Ini untuk tempat wisata, jogging track, menarik karena ada burung-burung migran dari Afrika, dari Australia.”

Bila kerapatan tutupan mangrove sudah lebih 90%, maka punya manfaat sangat banyak.

“Kita ingin bahwa masyarakat dengan ekosistem ini bisa memiliki pendapatan … sekaligus merawat kelestarian hutan mangrove,” katanya.

Bilal Kurniawan, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Karya Makmur Jaya, ikut menanam mangrove. Pria asal Kecamatan Arosbaya ini juga yang menyiapkan bibit 5.000 batang..

Dia sudah begitu familiar dengan tanam mangrove. Sebab, sejak kecil sudah menanam mangrove . Dia menjaga dan merawat mangrove dengan masyarakat pesisir di sekitarnya. Bilal tak pakai istilah karbon atau pemanasan global, tetapi hal-hal yang langsung bisa dirasakan dalam kehidupan masyarakat nelayan.

“Masyarakat nelayan juga mulai memahami manfaat tak langsung mangrove. Kepiting, kerang, udang banyak di kawasan-kawasan mangrove ini. Jadi,  kita di sana sebagai pendukung ekosistem dari kawasan pesisir itu sendiri.”

Meski terkadang ada orang-orang yang beranggapan bahwa mangrove tidak mendapatkan dampak langsung, uang, dari mangrove itu sendiri. Dia kasih pengertian orang-orang yang seperti itu.

Dia katakana manfaat jangka panjang dari menanam mangrove, seperti mangrove akan jadi tanggul laut alami atau habitat biota laut seperti ikan dan kepiting hingga mereka bisa mendapatkan hasil.

“Kkita ceritakan, dengan ada mangrove perkampungan aman. Nelayan di pesisir memiliki tanggul alami.”

Kalau tanggul buatan dari beton, katanya,  cepat rusak dibanding ‘pagar’ mangrove. Mangrove, katanya,  makin lama, makin tua, makin bagus dan asri.

 

 

*******

 

Exit mobile version