Mongabay.co.id

Ketika Sawit Datang, Danau Toju pun Hilang

 

 

 

 

Tanaman sawit setinggi 7-10 meter mengelilingi kolam seluas 20 meter di Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Sejatinya itu bukan kolam biasa. Dulu, kolam itu adalah Danau Toju. Danau nyaris hilang setelah perusahaan perkebunan sawit datang.

“Setelah ada perkebunan sawit, danau hilang. Tinggal kolam berukuran 20 meter,” kata T Tampona, warga Desa Tiu, Kecamatan Pamona Timur, Poso.

Perusahaan sawit, PT Sawit Jaya Abadi II ini punya kebun sawit di sekitar Danau Toju sejak 2008.

Dulu, katanya, Danau Toju tempat yang indah sekaligus sumber kehidupan warga sekitar. Danau itu, katanya, tempat sebagian besar warga Pamona Timur  cari ikan.

Walaupun tak sebesar Danau Poso, Toju juga memiliki berbagai jenis ikan.

“Ikan di Danau Toju sangat banyak. Ada ikan karper. Ada juga ikan sidat, mujair, gabus, dan bermacam-macam ikan tawar lain. Kita sering menangkap dengan perahu atau tradisi mosango,” kata Tampona.

Mosango adalah tradisi menangkap ikan yang diikuti ratusan orang di Poso dari berbagai desa. Cara menangkap ikan ini secara tradisional yakni dengan alat khusus bernama sango yang terbuat dari bambu.

Lelaki 73 tahun ini katakan, saat berumur 30 tahun, Toju seperti menjadi rumah ya. Setiap pagi hingga sore hari, dia berada di danau mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan esok hari.

Tak hanya itu, dulu Toju dikelilingi hamparan sawah dan kebun juga sumber utama irigasi lahan-lahan pertanian di Pamona Timur. Gagal atau tidaknya hasil panen dari lahan-lahan pertanian, katanya, air Toju menjadi penentu. Dia bilang, ketergantungan masyarakat sekitar terhadap Toju sangat besar, dan menjadi bagian dari sejarah kehidupan masyarakat Poso.

Serupa diceritakan Helpin Sumoli, warga Desa Tiu. Dia bilang, Toju sudah seperti gereja kedua bagi umat Kristiani di Pamona Timur. Setiap kali ibadah di luar ruang, Toju jadi opsi paling sering digunakan untuk kegiatan itu.

Toju juga jadi tempat rekreasi masyarakat sekitar. Setiap pekan, banyak datang ke Toju untuk berlibur dengan keluarga. Di samna pepohonan rimbun, dan air yang cukup jernih hingga orang-orang  tertarik.

Helpin bilang, Danau Toju menjadi tempat perjumpaan dan pemersatu masyarakat di Pamona Timur

Perusahaan sawit datang pada 2008. Saat awal penanaman sawit, perusahaan menebang pepohonan yang jadi penyangga. Tak lama, pepohonan berganti sawit.

Helpin pun duga perkebunan sawit jadi dalang Danau Toju hilang.

Toju merupakan danau di Kecamatan Pamona Timur, dan yang dikelilingi oleh lima desa, yaitu Desa Tiu, Kamba, Poleganyara, Taripa, dan Labuadago.

Dalam buku data status lingkungan hidup Sulawesi Tengah tahun 2009, luas Toju sekitar 30 hektar dengan dialiri enam sungai besar dan kecil yang merupakan sumber utama kehidupan warga sekitar.

 

 

 

 

Kurniawan Badjolu, peneliti Institut Mosintuwu saat mau penelitian di Danau Toju pada Juli lalu terkejut. Danau Toju yang dulu dikenal memiliki banyak ikan, kini sudah tak ada lagi.

Dia hanya temukan kolam air keruh berukuran sekitar 20 meter. Berdasarkan informasi, kolam air itu adalah buatan perusahaan yang digali dengan alat berat agar terkesan Toju masih ada.

“Berdasarkan survei awal kita Juli lalu, Toju benar-benar sudah tidak ada lagi. Tinggal kolam air sekitar 20 meter yang dibuat perusahaan di lokasi itu,” katanya, kepada Mongabay akhir September lalu.

Dia bilang, hilangnya Toju sama dengan kehilangan sumber kehidupan hewan, tumbuhan, dan manusia.

“Saat survei awal itu, rencana saya mau melakukan pengecekan ikan-ikan di Toju apa saja. Ternyata, danau sudah tidak ada lagi,” katanya.

 

Tanpa HGU

Penelitian Yayasan Kompas Peduli Hutan (Komiu) pada 2018, PT Sawit Jaya Abadi (SJA) II tak memiliki izin hak guna usaha (HGU) di Pamona Timur ini. Perusahaan hanya memiliki izin lokasi seluas 8.500 hektar yang diberikan Bupati Poso,  Piet Inkiriwang 18 Juli 2008 bernomor :188.453/688/2008.

Selanjutnya, pada 28 januari 2009, anak perusahaan Astra Agro Lestari (AAL) itu juga kembali mendapatkan izin usaha perkebunan budidaya dari Piet Inkiriwang seluas 18.273 hektar di lokasi sama. Berarti ada penambahan luasan sekitar 9.773 hektar dari sebelumnya.

 

Papan informasi batas lokasi UPT dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang berada di Desa Kancu’u, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Sarjan Lahay/Mongabay Indonesia

 

Gifvents Lasimpo, Direktur Yayasan Komiu mengatakan, dalam penguasaan lahan, perusahaan pakai dua pola yaitu pola transmigrasi dan pola memorandum of understanding (MoU) dengan skema petani plasma. Dalam pola transmigrasi, ada dua desa masuk dalam skema itu, yaitu: Desa Tiu dan Kancu’u di Pamona Timur.

Awalnya, tahun 2008,  perusahaan melakukan pembersihan lahan dan pada 2011 pembibitan di Desa Pancasila. Pada 15 November 2011, SJA II dapat izin transmigrasi oleh Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi berakhir pada 15 November 2016,  kemudian ada perpanjangan 24 Januari 2019.

Izin pelaksanaan transmigrasi itu merupakan pola kemitraan untuk pengembangan perkebunan sawit dengan memberdayakan 100 keluarga transmigrasi dan masyarakat sekitar, seluas 100 hektar. Polanya, kebun plasma dan kebun inti seluas 1.905 hektar di hak pengelolaan lahan.

Gifvents bilang, SJA II awalnya merencanakan ada 300 keluarga ikut program transmigrasi. Yang terealisasi hanya 100 keluarga, terbagi 50 keluarga transmigrasi lokal dari Desa Kancu’u dan Tiu di Pamona Timur, dan 50 KELUARGA transmigrasi dari Jawa.

Ironisnya, kata Gifvents, ada warga yang tak mengetahui lahan-lahan mereka masuk dalam skema transmigrasi itu.

Perusahaan meminta warga mendaftarkan tanah mereka masuk program transmigrasi, tetapi warga menolak. Pasalnya, tanah yang jadi program itu merupakan tanah penggembalaan. Tanpa persetujuan warga, perusahaan langsung membangun rumah di atas tanah itu. Warga dapat lahan satu hektar yang sudah ditanami sawit.

Warga protes ke ke pemerintah setempat. Karena khawatir tak mendapatkan tanah, mereka terpaksa ikut dalam program transmigrasi itu. Hingga kini, warga tetap membayar pajak bumi bangunan (PBB) setiap tahun atas tanah mereka yang sudah masuk dalam program transmigrasi SJA II.

Sekitar pertengahan 2019, SJA II MoU dengan skema petani plasma bersama enak koperasi, yaitu: Koperasi Desa Tiu, Petiro, Matialemba dan Olumokunde di Kecamatan Pamona Timur. Juga, Koperasi Fajar Sinar Plande Desa Singkona, dan Koperasi Desa Salindu di Pamona Tenggara.


 

Kesepakatan itu untuk membangun 20% kebun sawit masyarakat sesuai Permentan No. 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Dalam aturan itu  perusahaan wajib buka plasma 20% dari konsesi.

Dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 357/2002 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan juga menegaskan, setiap pengembangan usaha perkebunan harus melakukan kemitraan dengan masyarakat.Gifvents bilang, di SJA II warga harus harus mengembalikan biaya kepada perusahaan dengan cara mengangsur atau cicil. Kebun plasma dikelola sistem operator oleh perusahaan.

Meski begitu, hak masyarakat dari kebun plasma telah terhitung sejak kebun sawit berbuah awal 2019, walaupun MoU baru dilakukan.

Usai dua pola penguasaan lahan itu, pada 2015, perusahaan membuat pabrik pengolahan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Menurut Gifvents, pabrik CPO itu yang memicu utama deforestasi dan berdampak ke lingkungan, seperti Danau Toju hilang.

Saat ini, sudah ada sekitar 3.500 hektar sawit ditanami perusahaan di wilayah itu dengan pola transmigrasi dan skema petani plasma, tanpa HGU..

 

Papan informasi batas lokasi UPT dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang berada di Desa Kancu’u, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. (Foto: Sarjan Lahay/Mongabay Indonesia)

 

Tradisi hilang

Lian Gogali, Pendiri dan Direktur Institut Mosintuwu menyatakan, Danau Taju hilang, tradisi juga hilang. Salah satu, tradisi mosango.

Sederhananya, mosango merupakan tradisi menangkap ikan yang akan diikuti ratusan orang Poso dari berbagai desa.

Tradisi ini secara tradisional dengan alat khusus bernama sango yang terbuat dari bambu bulat tipis dengan panjang 30-50 cm diikat dengan rotan berjarak dekat antara satu dengan yang lain, dengan posisi kerucut.

Warga bersama-sama melingkar dan bergerak bersama. Lian bilang, gerakan bersama dalam mosango itu yang membuat mosango memiliki nilai filosofis.

Danau Toju, kata Lian, tempat tradisi mosango karena banyak ikan. Danau Toju juga memberikan kontribusi besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat sekitar, baik dari segi ekonomi, pendidikan, serta kesehatan. Kondisi ini, katanya, membuat Toju sangat penting untuk masyarakat sekitar.

Awal September lalu, Mongabay mendatangi Kantor SJA 2 di Desa Taripa, Pamona Timur untuk komnfirmasi soal Toju yang hilang. Perusahaan tak memberikan komentar, hanya meminta nomor kontak Mongabay serta berjanji menghubungi. Sampai berita keluar belum ada jawaban.

Dalam laporan Forest Peoples Programme, TuK Indonesia, Pusaka, Walhi Riau, Walhi Jambi, dan Walhi Sulawesi Tengah yang terbit 2021 mencatat, AAL jadi pemasok langsung maupun tak langsung ke enam perusahaan multinasional yang punya label ‘hijau’ seperti, Unilever, PepsiCo, Nestle, AAK, Wilmar, dan Cargill. Mereka memiliki komitmen keberlanjutan ataupun mengadopsi kebijakan tanpa deforestasi, tanpa gambut, tanpa eksploitasi.

Pada 28 Oktober lalu, Mongabay menghubungi Markus Mutabisu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Poso meminta tanggapan terkait Toju. Markus tak merespon, panggilan telepon terus ditolak, pesan Whatsapp juga tak dibalas.

Sementara Subagyo, Kepala Seksi Wilayah II, Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi nyatakan tak mengetahui masalah Danau Toju yang hilang di Pamona Timur. Dia bahkan baru tahu kalau ada Danau Toju.

“Saya tidak mengetahui informasi ini. Saya juga baru dengar Danau Toju itu ada di Poso,” kata Subagyo awal November lalu.

Subagyo akan mencari tahu masalah ini lebih lanjut dan akan pengawasan serta berkoordinasi dengan Pemerintah Poso. Dia bilang, akan memastikan apakah Danau Toju hilang hilang karena perkebunan sawit atau karena perubahan iklim.  Dia akui kalau perkebunan sawit sangat rakus air.

*Liputan ini merupakan dukungan dari Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak

 

Kolam Air yang dibuat perusahaan PT. Sawit Jaya Abadi 2 menggunakan alat berat, agar terkesan Danau Toju masih ada. Foto: Sarjan Lahay/Mongabay Indonesia

********

 

 

 

Exit mobile version