Mongabay.co.id

KTT Keanekaragaman Hayati: Jaga Batang Toru, Lindungi Habitat Terakhir Orangutan Tapanuli

 

 

 

Kalangan organisasi masyarakat sipil di Indonesia menyuarakan perlindungan habitat terakhir orangutan Tapanuli di bentang Batang Toru, Sumatera Utara jadi perhatian pada Konferensi Para Pihak ke 15 untuk Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (COP15 CBD).

Konferensi  Keragaman Hayati yang berlangsung 7-19 Desember ini di Montreal, Kanada ini merupakan pertemuan internasional pemerintah dari seluruh dunia. Para delegasi akan menetapkan tujuan baru dan mengembangkan rencana aksi untuk alam selama dekade berikutnya.

COP15 akan berfokus pada perlindungan alam dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati di seluruh dunia. Ada kebutuhan mendesak menghentikan dan memulihkan kehilangan keanekaragaman hayati yang mengkhawatirkan di seluruh dunia.

Lewat film berjudul “The Last Breath“, Satya Bumi bekerjasama dengan Walhi Sumatera Utara dan Green Justice Indonesia  menampilkan gambaran dan kondisi terkini orangutan Tapanuli di hutan Batang Toru.

Annisa Rahmawati,  Direktur Eksekutif Satya Bumi, mengatakan, upaya menyelamatkan keanekaragaman hayati sama mendesaknya dengan kenaikan suhu bumi karena krisis iklim.

 

 

Dalam momentum COP15 ini, dia berharap Konferensi PBB tentang keanekaragaman hayati itu mengangkat isu dengan serius, termasuk soal orangutan Tapanuli dan habitatnya.

“COP15 itu 10 tahun sekali digelar, jadi kalau prediksi orangutan Tapanuli punah dalam 2030, maka COP harus solusi serius,” kata Annisa.

Adapun dalam  COP15 di Montreal Desember ini, tuan rumahnya adalah Tiongkok, karena semula hendak dilaksanakan di Kunming. Karena pandemi, lokasi pinda ke Montreal, Kanada dengan Tiongkok tetap sebagai host.

Untuk itu, kata Annisa, peran Tiongkok dalam melindungi dan meningkatkan keanekaragaman hayati akan berada di punggung dunia. Tiongkok diharapkan gunakan pengaruh mereka untuk melindungi ekosistem Batang Toru dan satwa liar ikoniknya.

Dalam diskusi dan pemutaran film perdana di Gudskul, Jakarta,  baru-baru ini, Dana Prima Tarigan Direktur Green Justice Indonesia, mengatakan,  perlu akselerasi keterlibatan multipihak dalam upaya pelestarian ekosistem penting Batang Toru yang selaras dengan agenda pembangunan daerah.

 

Hutan Batang Toru yang masih bertutupan lebat. Foto: Junaidi hanafiah/ Mongabay Indonesia

 

Batang Toru adalah hutan tropis seluas 150.000 hektar kaya keanekaragaman berupa dataran rendah hingga pegunungan rendah (submontane) dan hutan pegunungan, beragam jenis pohon dengan kelangkaan tinggi, kekayaan flora selain pohon dan berbagai fauna.

Tutupan Batang Toru terbanyak hutan lahan kering sekunder, diikuti hutan lahan kering primer, tanah terbuka semak atau belukar rawa. Juga, hutan tanaman industri (HTI) semak atau belukar perkebunan, pertanian lahan kering campur dan sawah serta rawa.

Kalau dilihat dari fungsi atau status lahan, kata Dana, lebih dari separuh hutan ini adalah cagar alam, diikuti hutan lindung dan area penggunaan lain. Ada sedikit hutan produksi.

Saat ini,  berbagai tekanan dihadapi lanskap Batang Toru antara lain bisnis sektor kehutanan PT Teluk Nauli, usaha sektor perkebunan oleh perkebunan sawit PTPN III.

Dalam hutan Batang Toru hidup satwa endemic langka, orangutan Tapanuli (Pongon Tapanuliensis).

Sheila Kharismadewi Silitonga, Koordinator Litbang Divisi Konservasi Ex-Situ di Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Programme (YEL – SOCP)  mengatakan, hutan Batang Toru sebagai habitat orangutan, terancam hingga mengancam keberadaan satwa langka endemik ini .

Habitat tergerus dan fragmentasi, katanya, antara lain,  karena pembangunan infrastruktur skala besar dan konsesi perusahaan.  Di bentang Batang Toru, katanya, setidaknya ada perusahaan tambang emas Martabe, PT Agincourt Resources dan PLTA Batang Toru yang dibangun PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE).

“Pembangunan sutet PLTA Batang Toru ini bahkan berada di jantung populasi orangutan Tapanuli. Kondisi ini berpengaruh pada populasi dan bisa mempercepat kepunahan orangutan Tapanuli,” katanya.

Awalnya,  PLTA ini dibangun NSHE bekerja sama dengan Sinohydro, perusahaan konstruksi Tiongkok. Awalnya ia juga didukung pendanaan dari Bank of China, yang kemudian mengumumkan peninjauan setelah menerima sejumlah keberatan dari para aktivis lingkungan. Pada 2019, bank ini menghentikan pendanaan untuk proyek PLTA di Batang Toru ini.

Kepemilihan saham dari data Ditjen AHU, Kementerian Hukum dan HAM, NSHE sebesar 52,82 PT Dharma Hydro Nusantara, 25% Pembangkitan Jawa Bali Investasi dan Fareast Green Energy Pte Ltd 22,18%.

Dalam laporan  tahunan 2021, SDIC Power Holdings. Ltd, perusahaan negara Tiongkok,  menguasai kepemilikan saham di pembangkit air di Batang Toru ini. Dalam data  Ditjen AHU, yang menyebutkan kalau Zhang Kaihong sebagai komosioner utama PT Dharma Hydro, juga merupakan  Wakil Presiden  SDIC Power Holdings. Ltd.

 

Anak sungai yang bermuara ke Sungai Batang Toru. Foto: Junaidi Hanafiah/ Mongabay Indonesia

 

Sheila mengatakan, orangutan Tapanuli, kera besar yang teridentifikasi sebagai spesies terpisah pada 2017. Ia kategori terancam punah dan masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Eksistensi orangutan Tapanulis, katanya, penting guna menjaga keseimbangan ekosistem Batang Toru.

Di Batang Toru, orangutan Tapanuli hidup bersama satwa lain, seperti harimau Sumatera, beruang, tapir dan lain-lain.

Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Programme (YEL – SOCP) mencatat populai orangutan Tapanuli kurang dari 800 individu. Dengan angka hidup antara 50-60 tahun, orangutan ini sangat lambat dalam berkembangbiak.

Mereka melahirkan dengan jarak 8-9 tahun, rata-rata punya anak pertama saat usia 15 tahun.

“Ancaman keberlangsungan hidup orangutan di ekosistem hutan Batang Toru cukup tinggi,” kata Dana.

Orangutan termasuk satwa pemakan buah (frugivora. Mengutip kajian Meijaard et al (2021), habitat orangutan Tapanuli yang tersisa hanya 2,5% dari 130 tahun lalu.

 

 

 

***

Masyarakat sekitar lanskap Batang Toru mengelola hutan dan sumber daya alam berbasis kearifan lokal. Rata-rata mata pencaharian mereka bertani dan memanfaatkan hasil hutan maupun perkebunan. Petani menanam padi, cabai, sayur mayur, kopi, karet, aren, coklat, dan tanaman musim seperti durian, petai, jengkol.

Sisi lain, lanskap Batang Toru berada di daerah vulkanis aktif bagian dari rangkaian Pegunungan Bukit Barisan hingga punya potensi gempa bumi. Beberapa kawasan juga terindikasi gerakan tanah kategori bahaya.

Untuk itu, Dana meminta pemerintah mengkaji ulang semua izin yang ada, dan mengajak masyarakat atau komunitas sebagai subjek pembangunan, serta menindak pelaku perusakan hutan.

Pemerintah, katanya, juga  perlu meningkatkan status perlindungan hutan Batang Toru.

 

Kelahiran orangutan kembar sangat jarang terjadi, dan ini ditemukan pada orangutan tapanuli di ekosistem Batang Toru. Foto: SOCP

*******

 

Exit mobile version