Mongabay.co.id

Peringati Hari Nusantara 2022, Komunitas Jala Ina Kampanyekan Penyelamatan Ekosistem di Pulau Pombo

 

Peringatan Hari Nusantara setiap tanggal 13 Desember, menjadi istimewa bagi Gerakan komunitas Jala Ina. Gerakan yang berpusat di Kota Ambon itu memulai upaya untuk menyelamatkan ekosistem pesisir dan laut di Pulau Pombo, Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Yayasan Jaga Laut (Jala Ina) melihat pesisir dan lautan merupakan satu ekosistem yang saling terkait dalam rantai makanan besar dengan keanekaragaman hayatinya sehingga kelestariannya menjadi tanggung jawab bersama tanpa mengenal batas usia, suku, maupun agama.

Jika salah satu elemen ekosistem rusak bahkan punah, maka ekosistem keseluruhan akan terganggu. Misalnya jika terumbu karang rusak, maka biota laut seperti ikan kecil akan menghilang sehingga ikan besar pun tiada sehingga akan menurunkan tangkapan ikan bagi nelayan.

Sementara banyak terumbu karang di pesisir pulau Ambon yang rusak akibat ulah tangan yang tidak bertanggungjawab. Sehingga perlu upaya perlindungan untuk pelestarian dan pemanfaataan ekosistem laut secara berkelanjutan.

Di Maluku Tengah, pulau Pombo adalah salah satu tempat wisata di Maluku. Pulau ini tidak berpenghuni namun menjanjikan keindahan bagi para wisatawan maupun warga lokal yang ingin berkunjung. Sayangnya kondisi pulau ini sangat memprihatinkan, terutama ekosistem pesisir dan laut.

Berdasarkan data BKSDA Provinsi Maluku, masih ada nelayan yang menggunakan alat peledak seperti bom untuk menangkap ikan yang mengakibatkan terumbu karang yang rusak.

baca : Tangkap Ikan Pakai Bom dan Potasium Masih Marak di Maluku Utara

Kondisi terumbu karang yang rusak di perairan Pulau Pombo, Maluku Tengah. Foto: Jala Ina

 

Padahal kawasan pulau Pombo seluas 998 m2 telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.329/KPTS-VI/1996 dalam bentuk taman wisata alam laut.

Sementara berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No.327/Kpts/7/1973 dan keputusan Menhut No.392/Kpts-VI/1996 30, luas kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Pombo adalah 1.000 Ha.

Berdasarkan hal itu, kawasan pulau Pombo menjadi tanggung jawab Pemerintah bersama dengan masyarakat.

Komunitas Jala Ina yang peduli terhadap lingkungan pesisir dan laut, terutama ekosistem terumbu karang dan ikan, berusaha ikut menyelamatkan ekosistem Pulau Pombo menebar sekitar 500 benih ikan kakap putih dan 100 benih ikan nemo (Amphiprion ocellaris) yang benihnya berasal dari Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon.

Direktur Konservasi Jala Ina, Muhammad Fahrul Barcinta mengatakan, Pulau Pombo merupakan salah satu wilayah tangkap nelayan kecil, namun terancam ekosistemnya karena kerap dijadikan tempat penangkapan ikan secara destruktif.

“Stok ikan di Pulau Pombo saat ini terus berkurang. Jadi ini merupakan upaya kami untuk menyelamatkan ekosistem dan biota laut di Pulau ini,” kata Fahrul.

Aksi itu juga untuk mengedukasi masyarakat agar turut menjaga kelestarian pulau dengan tidak melakukan penangkapan ikan yang merusak.

“Karang di Pulau Pombo ini sudah banyak yang rusak. Padahal karang yang sehat adalah tempat yang baik untuk ikan berkembang biak. Jika ikan banyak tentu saja akan membantu penghidupan nelayan-nelayan kecil,” katanya.

baca juga : Agar Terumbu Karang Aman, Nelayan Banda Diminta Pakai Alat Tangkap Ramah Lingkungan  

 

Seorang Anggota Jala Ina Terlihat sedang menebar benih ikan di laut Pombo, Maluku Tengah, Sabtu (10/12/2022). Foto : Jala Ina

 

Ke depannya, Jala Ina membuka peluang berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menyelamatkan ekosistem di Pulau Pombo dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah transplantasi karang dan juga kegiatan bersih pantai.

Sedangkan dari aktivitas menyelamnya selama ini, M Yusuf Sangadji, pegiat lingkungan di Ambon mengakui melihat rusaknya terumbu karang akibat penangkapan ikan yang merusak seperti penggunaan bom. Kondisi itu membuatnya terlibat dalam aksi penyelamatan laut Maluku bersama komunitas lain termasuk Jala Ina.

Karena hobinya menyelam, Yusuf membulatkan tekad untuk memilih ekosistem terumbu karang sebagai objek utama penyelamatan lingkungan pesisir.

“Sebelumnya menyelam itu hanya sebatas hobi atau kesenangan saja semata sambil mengabadikan foto laut. Tapi kemudian menyelam menjadi kegiatan serius untuk melihat sejauh mana kondisi ekosistem terumbu karangnya dan bagaimana upaya penyelamatannya jika ada yang mengalami degradasi,” terangnya.

Yusuf juga melihat masalah sampah yang mengancam ekosistem pesisir. Selain dari masyarakat pesisir, sampah di kawasan Pulau Pombo juga berasal dari wisatawan. Ia berharap ada kesadaran bersama semua pihak untuk mengelola sampah.

Dari hasil pantauan Balai Konservasi Biota Laut (BKBL) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ambon sejak tahun 2011, sekitar 50 persen ekosistem terumbu karang di Pulau Pombo telah rusak.

“Yang rusak itu paling banyak di bagian selatan dan timur yang menghadap ke arah pulau Haruku (Kabupaten Maluku Tengah),” kata Daniel Pelasula, peneliti BKBL BRIN Ambon.

baca juga : Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim

 

Sampah yang berserakan di Pesisir pantai Pulau Pombo, Maluku Tengah. Foto: Jala Ina

 

Menurut Daniel, keruskan terumbu karang disebabkan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan lindung itu kerap melakukan penangkapan ikan menggunakan alat tidak ramah lingkungan seperti bom maupun racun.

Selain itu, saat terjadi surut panjang, masyarakat menangkap kerang dengan mencongkel terumbu karang yang ada di areal itu.

 

Program Transplantasi Karang

Sebelumnya, pada 19 januari 2018 lalu, BKSDA Provinsi Maluku telah meresmikan Program Corporate Social Responsibility (CSR) Transplantasi Karang di TWAL Pulau Pombo. Peresmian ini melibatkan Raja Negeri (Kepala Desa Adat) sekitar TWAL Pulau Pombo seperti Kailolo, Liang, Waai, dan Tulehu, serta Putri Indonesia-Maluku dan Duta Pariwisata Provinsi Maluku.

Transplantasi karang tersebut dilakukan dalam tiga tahap, yaitu identifikasi dan inventarisasi potensi terumbu karang TWAL Pulau Pombo, transplantasi karang itu sendiri serta monitoring dan evaluasi. Identifikasi dan inventarisasi potensi dilakukan guna mengetahui jenis karang yang akan ditransplantasi.

Transplantasi karang sendiri terbagi menjadi dua kegiatan yaitu pembuatan substrat dan rak serta peletakan terumbu karang hasil transplantasi di dalam laut. Terakhir, untuk memastikan keberhasilan program dilakukan monitoring dan evaluasi.

baca juga : Canggih, Suara Digunakan untuk Deteksi Kesehatan Terumbu Karang di Spermonde

 

Perairan Pulau Pombo, Maluku Tengah. Foto : Jala Ina

 

Data BKSDA Provinsi Maluku menyebutkan berbagai potensi fauna berada di kawasan konservasi ini adalah ikan puri (Stolephorus sp.), momar (Decapterus sp.), komu (Auxis thzard), lema (Rastreliger kanagurta), jenis-jenis lolasi (caesionidae) serta moluska seperti kima (Tridacnidae), bia jalang (Strombus luhuanus), lola (Trochus niloticus), bia kambing (Lambis sp.), bia gengge (Nautilus pompilius), japing-japing (Pinctada margaritifera) dan jenis lain dari (Cypreanidae), (Strombidae), dan (Connidae).

Dari jenis-jenis moluska tersebut ada beberapa jenis yang langka atau sudah dilindungi berdasarkan SK. Menhut No. 12/Kpts-II/1987 seperti Kima (Tridacnidae), Lola (Trochus niloticus), Bia gengge (Nautilus pompilius) dan Triton trompet (Charonnia tritonis). Selain itu di pulau Pombo juga pernah ditemukan tempat mendarat Penyu yang diduga jenis Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata).

 

Exit mobile version