Mongabay.co.id

Cerita Anak Muda di Bintan, Pungut 600 Ton Sampah Laut

 

Matahari tepat di atas ubun-ubun. Laut hari itu berwarna biru terang. Ombak terus bergulir menghantam pasir putih di Pantai Sakera, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, akhir November 2022 lalu.

Disepanjang pantai nampak segerombolan anak muda. Mengenakan seragam baju kaos berwarna hijau terang. Lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan, kacamata hitam dan masing-masing mereka membawa satu karung putih berukuran sedang.

Sesekali mereka membungkuk memungut sampah-sampah di sepanjang pantai, kemudian memasukan ke dalam karung. Ada sampah plastik, styrofoam, botol minuman, pakaian bekas hingga bekas tali jaring nelayan yang dipungut dari laut. “Yang paling banyak kita temukan jaring nelayan,” kata Yudi Andika Koordinator Lapangan Yayasan Seven Clean Seas (SCS) disela aktivitasnya.

Setidaknya ada sekitar 10 orang anggota SCS mengambil sampah siang itu. Aktivitas ini sudah dimulai mereka sejak pagi hari. Karung yang berisi sampah langsung dibawa ke darat.

Beberapa orang dari mereka sudah menunggu di bawah pokok pohon kelapa. Di dekat pantai itu juga, mereka menibang dan menghitung hasil sampah yang ditemukan sebelum diangkut. “Kami juga memilah sampah berdasarkan jenisnya,” kata Yudi.

Hari itu setidaknya mereka sudah mengumpulkan 209 kilogram sampah. Berbagai jenis sampah laut di pesisir Sakera Bintan diambil. Pesisir laut ini tepat berada di sebelah barat laut Pulau Bintan. Berhadapan langsung dengan Pulau Batam dan laut lepas.

Jumlah sampah yang dipungut Yudi dan kawan-kawan hari itu terbilang banyak. Meski pemukiman warga berada cukup jauh dari kawasan itu. “Ini banyak sampah kiriman yang terbawa arus laut,” kata Yudi.

Sebagian sampah yang ditemukan mereka juga banyak yang terkubur di pasir. Sampah-sampah seperti itu perlu usaha besar untuk mengambilnya.

baca : Menteri Kelautan Bersihkan Sampah di Pantai Nongsa Batam. Ada Apa?

 

Relawan SCS foto bersama usai memungut sampah di Pantai Sakera Bintan. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Aktivitas memungut sampah laut ini rutin dilakukan anggota Yayasan Seven Clean Seas, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, mulai dari hari Ahad sampai Kamis. Dari pagi hari hingga siang hari.

Setelah sampah dikumpulkan mereka langsung membawanya ke Kantor Seven Clean Seas yang ada di daerah Kawal Bintan. Hingga sore hari, di kantor tersebut mereka memilah dan membersihkan sampah.

 

600 Ton Sampah Dipungut dari Laut Bintan

Seven Clean Sea (SCS) merupakan LSM dari Singapura yang bergerak membersihkan pantai dari sampah laut. SCS sudah ada sejak 2018 lalu. Indonesia menjadi salah satu negara target lokasi pembersihan sampah laut lembaga ini.

Site Manager Bintan Seven Clean Seas Arya Rizki mengatakan, awalnya founder SCS melihat perlu gerakan yang berkelanjutan untuk menyelamatkan ekosistem laut dari sampah plastik. Melihat kondisi itu SCS dibentuk beberapa tahun lalu.

“Pesisir Bintan menjadi target pertama di Indonesia dalam pembersihan sampah plastik yang ada di pantai,” kata Arya kepada Mongabay Indonesia saat menghadiri acara Festival Pengudang Seafood ke-5 di Desa Pengudang, Bintan, 27 November 2022 lalu. Dalam acara itu SCS juga mensosialisasikan kepada masyarakat bahayanya sampah plastik bagi ekosistem laut dan manusia.

Program “Beach Clean Up” di Pesisir Bintan sudah dimulai Arya bersama relawan SCS  sejak Juli 2020 lalu. “Pesisir Bintan memang perlu organisasi yang fokus bersihkan pantai, makanya kita masuk disini,” kata Arya.

Setidaknya sampai saat ini, relawan Seven Clean Seas sudah mengambil sampah plastik di pantai-pantai Bintan sebanyak 600 ton. Pada tahun 2020 sekitar 39 ton, 2021 sekitar 191 ton, tahun 2022 sekitar 370 ton. “2022 memang meningkat, karena relawan kita juga bertambah banyak,” katanya.

Dari total keseluruhan sampah tersebut Arya bersama relawan lainnya paling banyak menemukan sampah bekas jaring nelayan yang dibuang ke laut. “Sekitar 70 persen dari total sampah yang kami dapatkan adalah jaring nelayan,” katanya.

Sampah jaring nelayan ini juga yang membutuhkan kekuatan besar untuk mengambilnya. Karena sampah-sampah jaring tertanam di bawah pasir. “Dan jaring ini berat, jadi kami harus mengangkatnya lima sampai enam orang ke atas mobil,” kata Arya.

baca juga : Indonesia Kejar Target Bebas Sampah Plastik 2025

 

Beberapa relawasan SCS menaikan sampah jaring nelayan yang ditemukan di Pantai Sakera Bintan. Jaring ikan menjadi sampah yang paling banyak ditemukan di Bintan. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Selain itu, Seven Clean Seas juga menemukan sampah-sampah seperti saset deterjen, saset minuman, bungkus makanan, popok bayi, botol deterjen, bungkusan logistik dan juga styrofoam. “Jadi setiap pembersihan pantai kita melakukan metode sampling, seluruh sampah kita kumpulkan kita data semuanya,” kata Arya.

Berbagai jenis  plastik ditemukan relawan Seven Clean Sea di pesisir Bintan. Mulai dari Polyethylene (PET), High-density Polyethylene (HDPE),  Polyvynil Chloride (PVC),  Low-density Polyethylene (LDPE) dan Polysterene (PS).

Namun, sampai saat ini SCS baru memiliki alat untuk mendaur ulang jenis plastik HDPE. Sedangkan plastik jenis lain masih disimpan, menunggu alat daur ulangnya tersedia. “Prosesnya kita cacah, pilah, bersihkan, kemudian dilelehkan dan dibentuk menjadi barang-barang punya daya guna,” katanya.

Hasil daur ulang tersebut, masih sebatas dalam tahap penelitian, kedepan ada kemungkinan untuk didonasikan atau dijual. “Lihat nanti, tergantung produk yang kita hasilkan,” katanya. Sedangkan sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang, akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bintan.

 

Edukasi ke Sekolah-sekolah

Tidak hanya melakukan pemungutan sampah di laut, relawan Seven Clean Seas juga memberikan edukasi kepada masyarakat. Edukasi seputar bahaya sampah plastik, hingga mengajak masyarakat tidak menggunakan plastik sekali pakai. “Selain membersihkan pantai, kami juga punya program memberikan edukasi kepada pelajar,” kata Arya.

Community Engagement Ambassador Seven Cleans Seas Iwan Winarto mengatakan, edukasi yang diberikan tidak hanya soal sampah, tetapi juga bagaimana menumbuhkan kecintaan masyarakat khususnya pelajar kepada lingkungan dan alam. “Program SCS juga menyediakan setengah hari penuh waktu untuk memberikan edukasi kepada pelajar yang ada di sekolah-sekolah di Bintan,” katanya.

Edukasi itu seputar pemberian pemahaman kepada pelajar jangan membuang sampah ke laut, memilah sampah di rumah, membawa tumbler (botol minum) sendiri, naik kendaraan jangan buang sampah di jalan dan lainnya.

“Selain itu kami memberitahu bahaya laten mikroplastik yang ada di laut. Plastik yang kita buang tidak bisa hancur tetapi terurai menjadi mikroplastik yang kemudian dimakan ikan, ikan dimakan manusia, dan itu berbahaya untuk kesehatan kita,” katanya.

baca juga : Sampah jadi Tabungan Lebaran di Batam, Seperti Apa?

 

Dua orang relawan SCS saat mengambil sampah di Pantai Sakera, Bintan. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Relawan SCS juga mengajak stakeholder terkait ikut membersihkan pantai, mulai dari pemerintah, hingga perguruan tinggi. Setidaknya sudah ada 600 orang komunitas dari lembaga-lembaga terkait ikut dalam pembersihan pantai di Bintan beberapa waktu belakangan.

Kalau SCS tidak melakukan pembersihan tentu sampah-sampah di laut ini akan terkubur berpuluh-puluh tahun. “Kehadiran SCS ini terobosan spektakuler karena memiliki konsen kepada sampah laut yang di mulai di Bintan, selama ini membersihkan sampah plastik di laut hanya seremonial, kalau ini rutin,” kata Iwan yang juga pengelola Desa Wisata Pengudang di Bintan. Menurut Iwan, Seven Clean Seas membantu penanganan masalah laut yang tidak bisa diatasi oleh pemerintah.

Arya mengatakan, sejak berjalan 2020 lalu, relawan Seven Clean Sea sudah membersihkan hampir seluruh pantai yang terdapat di Kabupaten Bintan.

Sampah laut yang berhasil dibersihkan di pantai tidak mutlak hilang. Satu bulan setelah itu sampah kembali datang, dengan jenis dan jumlah yang hampir sama. “Sampah di pantai Bintan tidak habis-habis, sudah dibersihkan datang lagi, terus menerus ada,” katanya.

Edukasi dan pemahaman masyarakat untuk tidak membuang sampah sangat penting. “Kita semua harus paham, sejatinya plastik tidak bisa musnah di laut,” kata Arya.

Penguraian sampah plastik membutuhkan waktu yang lama. Bahkan relawan Seven Clean Sea sering menemukan sampah plastik kemasan makanan yang sudah ada sejak puluhan tahun yang masih utuh.

Selain itu juga banyak kiriman sampah negara lain, seperti dari negara Malaysia dan Vietnam, terutama pada musim angin utara. “Kita juga melakukan pengecekan label, sering ditemukan plastik dari negara luar,” katanya.

Sampah tersebut diduga terbawa arus dari luar. Karena keberadaan sampah di laut tergantung pasang surut air laut.

menarik dibaca : Menyusuri Kampung Terapung Penuh Sampah di Batam

 

Seorang relawan CSE berfoto dengan latar sampah jaring nelayan yang paling banyak ditemukan di pantai Bintan. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Seven Clean Sea menjadikan anak-anak muda di Bintan sebagai crew yang akan bekerja membersihkan pantai. Setidaknya di Bintan sekarang sudah ada 30 orang crew yang bekerjasama dengan Seven Clean Sea, dibagi menjadi tiga tim. “Anak-anak muda tersebut berlatar belakang yang berbeda, mulai dari anak nelayan, pekerja kasar, pedagang, dan lainnya,” kata Arya.

Saat ini Yayasan Seven Sea Clean sudah mulai mengembangkan sayap merekrut anak-anak muda di Batam dan Tanjungpinang untuk melakukan pembersihan pantai dari sampah plastik. Seperti di Pulau Setokok, Tanjung Uma, dan Bengkong. “Tahun depan direncanakan relawan SCS juga akan membersihkan pesisir laut di Tanjungpinang,” katanya.

 

Exit mobile version