Mongabay.co.id

Gajah Kalimantan, Si Kerdil Pelintas Batas Negara

Kawanan gajah kalimantan di Sabah. Foto: John C. Cannon/Mongabay

 

 

Gajah kalimantan atau biasa disebut gajah borneo [Elephas maximus borneensis] memang unik. Gajah kerdil ini memiliki badan gemuk dengan muka kecil dan bulat, ekornya panjang menyentuh tanah. Tingginya sekitar 2,5 meter dengan berat sekitar 3-5 ton.

Agus Suyitno, peneliti gajah kalimantan dari Forum Konservasi Gajah Indonesia [FKGI] menjelaskan, upaya konservasi gajah borneo yang merupakan subspesies gajah asia ini dilakukan ketika ditemukan secara fisik di Kalimantan Utara tahun 2005-2006.

“Saat itu, masyarakat tidak menyangka di Nunukan ada gajah,” kata Agus, pada Webinar Kelas Gajah, Jumat [21/10/2022].

Terkait asal-usul gajah borneo, Agus menjelaskan, ada beberapa catatan. Pertama, dari Andau [1985], pada pertengahan abad 17, sebuah perusahaan Inggris di India Timur memberikan beberapa gajah liar ke Sultan Sulu, kemudian dilepaskan di Pantai Timur Sabah, Malaysia, dan berkembang biak hingga saat ini.

Kedua, catatan berbeda dari Corvanich [1995] yang menuliskan pada 1960-an sejumlah gajah dari Thailand didatangkan ke Pantai Timur Sabah untuk digunakan sebagai pengangkut kayu perusahaan.

Ketiga, laporan terbaru “Origin of The Elephant elephas maximus of Borneo” yang diterbitkan Serawak Museum Journal, menunjukkan bahwa tak ada bukti arkeologis mengenai gajah borneo dalam jangka panjang di Pulau Kalimantan.

Usaha memastikan asal-usul gajah borneo pun dilakukan Universitas Columbia dan WWF Malaysia. Mereka mengambil sampel gajah di Sabah untuk diuji DNA. Hasilnya, gajah ini secara genetik berbeda dari subspesies gajah di Sumatera dan daratan Asia lainnya.

“Sebenarnya masyarakat lokal dari Suku Dayak Agabag sudah mengenal dekat gajah borneo. Terbukti mereka menyebut hewan besar itu dengan nama Nenek atau Gadingan,” kata Agus.

Baca: Uniknya Gajah Borneo, Ukurannya Kerdil dan Hanya Ada di Kalimantan

 

Kawanan gajah kalimantan di Sabah. Foto: John C. Cannon/Mongabay

 

Ancaman

Ancaman keberlangsungan hidup gajah borneo sangat tinggi, mulai populasi terbatas, rusaknya habitat, hingga perburuan dan perdagangan.

“Tidak seluruh wilayah Pulau Kalimantan menjadi habitatnya. Hingga saat ini, hanya ditemukan di Kalimantan Utara dan Sabah, Malaysia. Gajah-gajah tersebut kemungkinan tidak sepenuh waktu tinggal di suatu administrasi wilayah negara, kemungkinan juga selalu bergerak melintasi batas negara,” lanjut Agus.

Dari dua tempat itu, Sabah memiliki populasi lebih banyak. Merujuk penelitian Alfred, pada 2010 ada sekitar 1.184 – 3.652 individu di Sabah. Namun, angka itu terus menurun, bahkan dari analisis Sabah Wildlife Department 2020-2029 diperkirakan hanya 1.000-1.500 individu.

Di Kalimantan Utara lebih sedikit lagi, pada 2007 peneliti mencatat hanya ada 20-80 individu. Lima tahun kemudian menjadi 20-30 individu. Data terakhir 2019, diperkirakan tersisa 13 individu.

Penyebab utama menurunnya populasi gajah borneo di Kalimantan Utara adalah alih fungsi hutan dan lahan menjadi perkebunan sawit yang dimulai sejak 2004-2005.

“Bahkan, arealnya beririsan dengan habitat gajah, akibatnya konflik manusia dan gajah terjadi,” tutur Agus.

Data FKGI menunjukkan, konflik pertama manusia dengan gajah terjadi tahun 2005 di Kecamatan Tulin Unsoi. Kejadian sama terulang hingga 2013, bahkan terjadi juga di Kecamatan Sei Menggaris.

“Tahun 2014 tak ada kejadian.”

Namun 2015 hingga 2018, konflik terjadi lagi di Kecamatan Tulin Unsoi, sementara di Sei Menggaris terjadi pada 2017.

“Kabar baiknya, selama empat tahun terakhir tidak ada konflik.”

Baca: Studi: Gajah Kalimantan Telah Ada Sejak Ribuan Tahun Silam

 

Gajah di perkebunan kelapa sawit di Kinabatangan. Foto: Rudi Delvaux.

 

Ancaman lain adalah perburuan dan perdagangan gading. Pada 2017, tercatat ada empat kasus penyelundupan, total 12 gading. Kasus terjadi di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan [3 kasus] dan di Bandara Tarakan [1 kasus].

“Gading selundupan berasal dari gajah borneo di Sabah, Malaysia, dan akan dibawa ke Nusa Tenggara Timur untuk dijadikan mahar pernikahan. Tiga kasus di Nunukan telah divonis hukuman 1-1,5 tahun penjara dengan denda 50 juta.”

Sementara pada 2019, terjadi dua kasus dengan total 14 gading. Pelaku hendak menyelundupkan di Pelabuhan Tunon Taka, dengan tujuan Nusa Tenggara Timur untuk dijadikan mahar pernikahan.

“Pelaku divonis 1-1,5 tahun penjara dan denda 50 juta,” terang Agus.

Baca juga: Penyelundupan Gading Gajah dari Malaysia ke Nunukan Kembali Digagalkan

 

Gajah Kalimantan betina di Sungai Kinabatangan. Foto: John C. Cannon/Mongabay

 

Kondisi di Sabah

Permasalahan gajah borneo di Sabah, Malaysia, hampir sama dengan gajah di Kalimantan Utara. Namun, populasinya lebih banyak dibandingkan Indonesia.

Nurshafarina binti Othman, pendiri Biodiversity Conservation Society Sabah [Seratu Aatai] menjelaskan, saat ini gajah di Sabah sekitar 1.500 individu. Mereka tersebar di tiga wilayah, yaitu Sabah, Tabin, hingga Kinabatangan.

Dosen University Malaysia Sabah tersebut menjelaskan, tantangan kegiatan konservasi gajah borneo di Sabah adalah lemahnya keragaman genetik, konflik manusia dengan gajah, serta perencanaan tata ruang untuk kehidupan gajah.

Data Sabah Wildlife Department 1997-2018 menunjukkan, ada 650 kasus konflik manusia dengan gajah di Sabah. Ada 70 gajah yang dipindahkan sekitar 2016 dan 213 kasus gajah mati sejak 2010-2022.

“Tingginya kasus disebabkan gajah borneo di Sabah hidup di hutan sekunder. Tentu hal ini bukan sepenuhnya salah gajah, sebab perkebunan sawit masuk habitatnya.”

Nurshafarina mengusulkan, untuk menanggulangi konflik ini dengan menanam pisang di area inti hutan. Atau, bisa juga menanam rumput maupun kelapa.

Dia mengambil contoh Thailand. Di negara tersebut, masyarakat dan perusahaan menanam pisang dan rumput, sebagai penyangga koridor gajah.

 

Exit mobile version