Mongabay.co.id

Perburuan Napoleon: Ikan Jenderal di Piring Oknum Perwira (2)

 

Raut wajah Aba (nama disamarkan) yang agak menua terlihat sumringah, ketika sedang mengeluarkan dua ekor ikan napoleon segar dari boks pendingin ikan ke atas lapak kaki lima miliknya, di area pasar basah Wameo, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, pada 7 September 2022. Dua ekor ikan itu berukuran nyaris sama, dengan ukuran tubuh masing-masing mencapai panjang hampir satu meter.

Ia memajang dua ikan napoleon itu di antara ikan-ikan karang jenis lainnya. Cara itu untuk menyamarkan ikan napoleon dari pandangan dari pengunjung pasar yang ramai. Bagi mata-mata yang tidak jeli, akan menjadi sulit untuk memperhatikan ‘bibir dower’ yang merupakan penanda khas ikan Cheilinus undulatus, yang lebih dikenal dengan sebutan napoloen. Julukan ini merujuk pada nama besar Napoleon Bonaparte, seorang jenderal dan Kaisar Perancis yang menaklukkan sebagian besar Eropa pada awal abad ke-19.

“Lebih 10 kilogram dua ekor ini, saya beli Rp.700.000,” kata Aba kepada tim liputan kolaborasi Bela Satwa. Ia mengaku jika sehari sebelumnya telah memperoleh ikan Napoleon yang dikirim langsung oleh penyuplai ikan dari Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, melalui jasa pengiriman kapal penumpang reguler ke dermaga bongkar muat di pelabuhan Jembatan Batu, yang berjarak 2 km dari pasar Wameo.

Berdasarkan pantauan tim kolaborasi liputan Bela Satwa sejak pertengahan tahun 2022, Aba adalah seorang pedagang ikan jenis karang campuran, yang juga kerap menjual ikan Napoleon segar bersumber dari nelayan tangkap perairan laut pulau pulau-pulau terdekat.

Pada Juni lalu, Aba sempat mengatakan, “Kalau sudah lihat (ikan Napoleon) itu, banyak yang minat, dari masyarakat. Biasanya Polisi”. Aba juga memberitahu memberitahu bahwa ada dua rumah makan penjual menu utama sup ikan karang terdekat yang kerap membeli ikan Napoleon darinya.

baca : Perburuan Ikan Napoleon: Ditangkap di Wakatobi, Transit di Bali, Jadi Sup di Hongkong (1)

 

Ikan napoleon (tengah) diperdagangkan secara bebas di lapak pasar basah Wamoe, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Berbekal petunjuk Aba, kami lalu mendatangi dua rumah makan tersebut yang bangunannya saling berdampingan. Mencoba untuk memesan menu sup ikan Napoleon.

Namun, karyawati di dua warung makan itu mengaku berhenti menjual menu sup ikan Napoleon. Terakhir menjual ikan Napoleon beberapa tahun lalu, dan berhenti menyajikan menu sup ikan napoleon setelah mengetahui jenis ikan napoleon merupakan satwa laut yang dilindungi–dilarang peredarannya.

Meski demikian, salah satu karyawati warung makan mengaku ‘ikannya mahal bos!’. Mereka kini hanya melayani permintaan mengolah ikan Napoleon menjadi santapan siap saji. “Kalau ada yang pesan saya carikan. Tapi untuk 10 orang, 20 orang. Tapi jarang yang pesan begitu. Biasa dari kepolisian, Polres. Dia bawa sendiri ikannya,” katanya.

Ia mencontohkan pada Mei lalu beberapa orang oknum berseragam polisi dari Kepolisian Resort (Polres) Baubau datang membawa ikan napoleon segar untuk dimasak. Dijadikan menu santap bersama para oknum kepolisian di dalam kantor Polres.

Kapolres Baubau AKBP Erwin Pratomo yang dikonfirmasi langsung pada 19 Oktober 2022 membantah tuduhan ada sajian ikan Napoleon pada acara makan-makan yang pernah digelar di dalam markas kepolisian.

“Makanan itu harus persetujuan Kapolres,” ujar Erwin, yang menjamin tidak pernah ada menu ikan Napoleon pada acara apa pun yang diselenggarakan oleh Polres Baubau.

Namun di akhir wawancara, Erwin mendadak spontan menutup pembicaraan dengan menyebut terdapat satu warung makan di pesisir sekitar Pasar Wameo yang mengaku-ngaku menjual hidangan sup ikan Napoleon di sekitar Pasar Wameo. “Yang di (warung makan) Mama Ardan itu, yang sup-sup itu bukan ikan napoleon itu. Saya tahu itu ikan kakap, ikan putih. Saya hafal mati, karena saya suka,” pungkasnya.

Keterangan itu kontras dengan pengakuannya di awal-awal wawancara, yang mengaku sebagai tipe orang yang tidak begitu gemar mengkonsumsi ikan.

baca juga : Ikan Napoleon yang Makin Langka di Laut Maluku Utara

 

4. Warung-warung penjual menu sop ikan berjejeran di kawasan pesisir Wameo, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Bangkai ikan Napoleon

Rupanya terdapat perbedaan pemahaman mengenai status perlindungan ikan Napoleon di jajaran struktural Polres Baubau. Erwin selaku Kapolres mengatakan ikan napoleon dilindungi dalam undang-undang. “Tidak bisa serta merta dikonsumsi. Ada persyaratan-persyaratan tertentu dalam hal mengkonsumsi ikan napoleon” ujarnya.

Keterangan itu berbeda dengan pernyataan Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Baubau, AKP Najamuddin yang sebelumnya ditemui di ruang kerjanya. Menurutnya ikan Napoleon yang sudah jadi bangkai bisa dikonsumsi. “Makanya saya tanya, kalau ada sampaikan ke kita supaya kita beli,” kata Najamudin dengan nada menggebu-gebu.

 

Pengawasan

“Orang sebenarnya paham tapi berkelit,” ujar Yuni Irawati, Kepala SKIPM (Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan) Kota Baubau, mengomentari alasan orang yang tetap mengkonsumsi ikan Napoleon karena sudah mati dan tidak dikembalikan ke laut, saat kami konfirmasi langsung mengenai perlindungan dan pengawasan ikan napoleon di Kota Baubau.

Ia menjelaskan bahwa sampai sekarang SKIPM Kota Baubau belum menempatkan petugas pengawas pendistribusian ikan yang keluar masuk antar pulau melakukan aktivitas bongkar muat ikan di Jembatan Batu. Katanya Jembatan Batu bukan ‘pelabuhan resmi’ pintu masuk laut ke Kota Baubau.

Yuni menegaskan, “Di pasar, kami tidak ada kuasa. Itu tugas Dinas Perikanan. Tugas kami di pasar hanya dalam hal pengendalian mutu,” mengomentari temuan tim liputan kolaborasi Bela Satwa akan maraknya perdagangan ikan Napoleon di Pasar Wameo.

Kami kemudian mengkonfirmasi ke Koordinator Wilayah Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kota Baubau, Marni, yang mengatakan sampai saat ini belum bisa melakukan pengawasan perdagangan satwa laut yang dilindungi secara terpadu melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan, Syahbandar Perikanan dan SKIPM wilayah setempat.

Pengawasan di pasar tidak terprogram secara mandiri, setiap tahun biasanya hanya dua kali turun ke lapangan, “Sesuai tupoksi kami,” kata Marni. Yang selama ini ‘belum pernah mendapati perdagangan ikan Napoleon di pasar-pasar lokal.

baca juga : Kenapa Natuna dan Anambas Ekspor Napoleon Kembali lewat Laut?

 

Ikan napoleon seberat puluhan kilo dipotong-potong di lapak pasar basah Wameo, untuk selanjutnya dijual ke pembeli berduit. Foto : istimewa

 

Terkait pengawasan distribusi ikan dari luar Kota Baubau yang katanya melakukan bongkar muat ikan Napoleon di pelabuhan Jembatan Batu, Marni mengatakan, “Itu bukan pelabuhan perikanan, itu pelabuhan biasa,” yang tidak untuk diawasi. PKSDP hanya menunggu ‘laporan’.

Marni lantas menjelaskan bahwa terkait permasalahan ikan Napoleon penanganannya mengacu pada Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 37 tahun 2013 tentang Perlindungan Ikan Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus), ikan napoleon berukuran berat antara 100 gram-1 kg/ekor dan ukuran lebih besar dari 3 kg/ekor dinyatakan sebagai ukuran yang dilindungi. Ikan napoleon yang berukuran dan berat di bawah ketentuan 100 gr/ekor dengan berat antara 1 kg –3 kg/ekor tidak termasuk dilindungi, artinya bisa dimanfaatkan.

Sementara di wilayah laut Wakatobi, pihak Balai TN Wakatobi mengeluarkan larangan tidak membolehkan aktivitas penangkapan dan penjualan ikan napoleon dalam bentuk ukuran, berat, dan dalam kondisi apapun untuk menjaga keseimbangan biodiversitas laut. Kecuali untuk tujuan penelitian, dengan catatan yang bersangkutan mengajukan permohonan izin. “Untuk kepentingan konsumsi atau komersial tidak diperbolehkan,” ujar Kepala Balai TN Wakatobi, Darman, saat dikonfirmasi langsung.

 

Pembeli Berduit

Di pasar Wameo, terdapat beberapa penjual yang memperdagangkan ikan Napoleon kepada pembeli berduit. Katanya, pelanggan rata-rata senang menyantap ikan Napoleon yang sisiknya telah berubah warna menjadi terlihat hijau, dengan kisaran bobot tubuh ikan diatas 20 kg.

Selain mengaku melayani permintaan dari oknum kepolisian, mereka mengaku ada oknum pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) yang gemar menyantap ikan Napoleon.

Seorang penjual ikan mengaku dagangan ikan napoleon miliknya yang seberat 26 kg dibeli oleh pejabat lingkup aparatur sipil kota Baubau. “Kemarin ada (ikan Napoleon) yang besar, kita jual Rp1 juta kita jual. Yang beli bendaharanya Kota, ” ujarnya.

Bendahara Sekretariat Daerah Kota Baubau, Ardin Nadimin, yang kami konfirmasi langsung pada 22 Oktober 2022, mengaku hampir setiap bulan membeli daging ikan Napoleon yang telah dipotong-potong menjadi beberapa bagian dari penjual ikan di pasar basah Wameo, dengan kisaran harga jual rata-rata Rp200 ribu per bagian potongan.

“Napoleon yang ukuran sepuluh jari, untuk dikonsumsi saja. Biasanya beli sendiri,” ujar Ardin, yang seingatnya terakhir kali belanja ikan Napoleon sekitar lima bulan lalu (Mei 2022). Ardin mengaku tahu jika ikan Napoleon merupakan jenis satwa yang dilindungi undang-undang, namun tidak mengetahui persis bagaimana status perlindungan perdagangan ikan napoleon yang telah mati untuk dikonsumsi.

perlu dibaca : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi

 

Penjual di pasar basah Wameo, Kota Baubau, memperlihatkan ikan napoleon seberat puluham kilogram hendak diperjualbelikan secara bebas. Foto : Istimewa

 

Perdagangan Bebas

Berdasarkan pantauan dan penelusuran tim liputan kolaborasi Bela Satwa selama Juni – Oktober, perdagangan bebas ikan Napoleon ilegal di pasar Wameo sudah berlangsung lama, termasuk sejak ikan Napoleon ditetapkan secara undang-undang masuk dalam perlindungan terbatas pada tahun 2013.

Dalam penelusuran digital yang kami lakukan contohnya. Kami mendapati akun instagram seorang fotografer lokal kota Baubau yang pada akhir 2017 lalu memposting aktivitas pedagang ikan di pasar Wameo sedang memotong-motong badan ikan Napoleon untuk diperjualbelikan.

Kami lalu menemui fotografer tersebut untuk mengkonfirmasi kebenaran aktivitas pengolahan daging ikan Napoleon oleh penjual ikan di pasar basah wameo? Ia mengakui bahwa foto tersebut adalah hasil jepretannya.

“Itu kan ikan yang dilindungi,” ujarnya, mengemukakan alasannya memotret aktivitas perdagangan bebas ikan napoleon. Di akhir pertemuan, ia bersedia memberikan salinan foto itu kepada kami untuk dipublikasikan.

Kami juga menemui seorang penjual ikan lain yang tidak lain adalah rekanan penjual ikan Napoleon dalam foto tersebut di pasar Wameo, mengaku memiliki pelanggan oknum polisi suruhan petinggi Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara menginginkan ikan Napoleon segar dari mereka. Ikan Napoleon yang dibeli memiliki rata-rata ukuran panjang sekitar setengah meter.

Ia berujar, “Kalau Kapolda, dia suruh anak buahnya, tinggal dia telepon, datang memakai seragam Polisi,” lalu ia mempertegas pengakuannya dengan menirukan ulang perkataan oknum polisi suruhan tersebut, ‘Carikan saya ikan, napoleon, karena ini kita mau kirim ke Kendari!’.

Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, membantah dugaan pejabat tinggi lingkup internalnya disebut-sebut memesan ikan Napoleon untuk dikonsumsi, saat kami konfirmasi langsung pada 9 Agustus 2022.

“Ikannya saja kita tidak pernah lihat, apalagi mau konsumsi,” kata Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Sultra, Kombes Tiswan, mewakili Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sultra, Kombespol Ferry Walintukan.

Tiswan mengaku pihak Polda Sultra intens berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sultra untuk mencegah terjadinya penyelundupan satwa liar yang dilindungi. Dan sampai sekarang belum ada kasus atau laporan yang ditangani pihaknya mengenai penyelundupan ikan napoleon.

“Masyarakat juga tidak akan berani melakukan penjualan bebas karena ikan Napoleon dilindungi dan di pasar-pasar tidak ada ikan itu,” kata Tiswan. Jika ada masyarakat yang kedapatan melanggar undang-undang perlindungan satwa langka akan dikenai pelanggaran hukum yang berujung pada proses pidana.

baca juga : Kisah Nelayan Penyelam Kompresor Berburu Ikan Karang

 

Ikan napoleon diperdagangkan secara bebas di pasar sentral Wangi-wangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Ada Uang, Ada Napoleon

Di pasar Wameo, ikan napoleon segar langsung dipasarkan kepada pelanggan melalui telepon seluler atau fasilitas percakapan media sosial. Ikan Napoleon yang telah mendapatkan pembeli, akan disembunyikan ke dalam boks gabus berisi es sampai pelanggan datang sendiri yang datang mengambil ikan tersebut. Namun jika belum mendapatkan pembeli, ikan napoleon dijajakan secara terbuka di atas lapak.

Kepala Pasar Wameo, Ririn, mengaku kepada kami bahwa setiap bulan kadang menyaksikan seekor ikan Napoleon segar diperjualbelikan di pasar. Pernah sekali mendapati seorang pedagang di pasar basah menjual ikan napoleon segar seberat kurang lebih 50 kg, dengan kisaran harga Rp2-3 juta.

Modusnya, ada calon pembeli yang datang menanyakan stok ikan Napoleon ke penjual-penjual ikan. Kalau ada, akan dibawakan langsung ke pemesan. Ririn menjelaskan dirinya tidak mengetahui persis apa manfaat ikan Napoleon sampai begitu digemari, sampai-sampai dibutuhkan oleh orang-orang yang mampu membeli dengan harga tinggi. “Kadang-kadang dibutuhkan oleh bos-bos, orang-orang penting,” ujar Ririn.

Pernyataan Ririn sejalan dengan pengakuan Aba sang penjual ikan Napoleon di pasar basah Wameo, “Nanti ada yang pesan baru kita telepon. Tergantung, kadang lebih dari 50 kg”.

Katanya, pulau Binongko dan pulau Tomia di Wakatobi adalah penyuplai ikan Napoleon terbanyak dengan ukuran besar-besar seberat puluhan kilogram. Terkadang juga ikan Napoleon dikirim dengan cara disamarkan, dipotong-potong menjadi beberapa bagian hingga tidak dikenali saat digabung bersama jenis ikan lain dalam boks gabus.

Tidak jauh dari pasar Wameo, ikan Napoleon juga diperjualbelikan secara bebas oleh pedagang sore ikan bakar kaki lima di bahu Jalan Airlangga, Kelurahan Lanto, Kota Baubau. Pelapak mengaku ikan Napoleon diperoleh langsung dari para nelayan, lalu dijual ke pelanggan tetap yang katanya ‘orang-orang berduit’. (***)

 

 

Liputan kolaborasi ini merupakan kerja sama Mongabay Indonesia, Kendari Pos, dan Rakyat Sultra dan terselenggara berkat dukungan Garda Animalia dan Auriga Nusantara dalam program Bela Satwa

 

 

Exit mobile version