Mongabay.co.id

Buaya Badas Hitam, Satwa Liar Dilindungi Ikon Kutai Timur

Buaya badas hitam atau buaya siam [Crocodylus siamensis] di Lahan Basah Mesangat. Foto: Konsorsium KEE Lahan Basah Mesangat Suwi

 

 

Baca sebelumnya: Lahan Basah Mesangat Suwi, Ekosistem Penting Bagi Kehidupan Manusia dan Satwa Liar

**

 

Di Kalimantan Timur [Kaltim] terdapat jenis buaya yang hidup tenang di habitatnya, tidak berkonflik dengan masyarakat setempat.

Namanya buaya badas hitam atau buaya siam [Crocodylus siamensis].

Jenis ini hidup di perairan air tawar lahan basah Mesangat di Kawasan Ekosistem Esensial [KEE] Lahan Basah Mesangat – Suwi [LBMS], Kabupaten Kutai Timur [Kutim], Provinsi Kalimantan Timur.

Buaya tersebut terdaftar sebagai satwa Apendiks 1, artinya tidak boleh diperdangangkan menurut CITES dan dalam status konservasinya Kritis [Critically Endangered] berdasarkan IUCN.

Melalui Program Konsorsium Yasiwa – Yayasan Ulin, buaya badas hitam yang menjadi salah satu ikon Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, dilestarikan bersama habitatnya.

“Konsorsium itu melibatkan banyak orang, Pemkab Kutim, masyarakat, dan semua pihak yang ada di KEE. Sejauh ini, buaya badas hitam dikenal sebagai satwa lindung yang baik. Bahkan dapat hidup berdampingan dengan nelayan yang mencari ikan di KEE,” ujar Plt Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Kutai Timur, Andi Palesangi, awal Desember 2022.

Baca: Lukisan Figuratif Satwa Tertua di Dunia Ada di Kalimantan Timur

 

Buaya badas hitam atau buaya siam [Crocodylus siamensis] di Lahan Basah Mesangat. Foto: Konsorsium KEE Lahan Basah Mesangat Suwi

 

Berbeda dengan buaya muara, buaya badas hitam cenderung lebih tenang dan tidak agresif jika bertemu manusia.

Peneliti Konsorsium Yasiwa – Yayasan Ulin, Ngareng Mohammad Zulfikar, mengutarakan hal tersebut.

Menurut dia, KEE LBMS menyediakan pakan yang cukup untuk buaya itu. Meski nelayan juga mencari ikan di habitat mereka, namun pakannya tetap melimpah dan tidak berkurang.

“KEE LBMS dipenuhi ikan air tawar, jika ada nelayan datang, buaya cenderung menghindar. Jadi sebenarnya memang minim konflik, berbeda dengan buaya muara yang ada juga di Kalimantan Timur,” katanya.

Baca: Satwa Langka di Ibu Kota Baru Indonesia

 

Lahan Basah Mesangat Suwi [LBMS] di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial. Foto: Konsorsium KEE Lahan Basah Mesangat Suwi

 

Dijelaskan Ngareng, untuk memastikan keberadaan dan persebarannya, konsorsium rutin melakukan penelitian dan survei. Salah satunya di lahan basah Mesangat yang terletak di antara dua sungai, Kelinjau dan Telen, bergabung pada persimpangan hilir menuju Sungai Kedang Kepala. Selanjutnya, mengalir ke Sungai Mahakam.

“Kondisi air di lahan basah ini mengikuti cuaca dan musim. Pernah saat kemarau, air benar-benar kering dan buaya di sana bergerak. Faktor inilah yang menyebabkan, buaya badas hitam tidak berada dalam satu tempat di Kutim,” katanya.

Selain di Mesangat, buaya badas hitam juga ditemukan di Danau Suwi dan beberapa danau di Kecamatan Muara Ancalong. Buaya akan membuat sarang dan mudah dikenali nelayan. Tak jarang, anakannya muncul ke permukaan dekat pepohonan.

“Sejauh ini, survei buaya badas hitam agak sulit. Terutama, ketika mengambil gambarnya karena sensitif terhadap cahaya. Jadi, ketika kita sorot matanya dia  cepat menyelam,” kata Ngareng.

Baca juga: Pari Bakal Temani Pahu di Suaka Badak Kelian

 

Lahan Basah Mesangat – Suwi yang penting bagi kehidupan satwa liar dan masyarakat sekitar. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Setrum ikan yang mematikan

Di beberapa danau di KEE LBMS, kerap terdapat laporan masyarakat tentang penangkapan ikan menggunakan alat setrum. Meski kerap berurusan dengan pihak berwajib, namun ada saja pihak yang menggunakannya di habitat buaya badas hitam itu.

Dikatakan Ngareng, tegangan listrik yang digunakan hanya membuat ikan pingsan. Akan tetapi, aliran listrik ini dapat mematikan hewan kecil.

“Matinya telur ikan, anak-anak ikan, dan hewan-hewan kecil, sangat berpotensi merusak ekosistem.”

Sejauh ini, masih banyak kegiatan penyetruman ikan di wilayah KEE.

“Kami khawatir, pola negatif ini dapat membunuh anakan atau buaya badas hitam remaja,” jelasnya.

 

LBMS merupakan bentang lahan basah meliputi sungai, limpasan banjir, rawa, dan danau. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Populasi

Penanggung Jawab Project Konsorsium, Suimah, menjelaskan populasi buaya badas hitam belum bisa dihitung secara langsung. Namun pada penelitian Behler [2010 – 2012], yang dihitung pada luasan ruang jelajah.

“Jadi ada metode yang digunakan. Jenis ini menempati area lebih luas dari yang bisa disurvei sebelumnya. Populasi dapat dihitung manual, tapi jumlahnya bisa lebih banyak dari perkiraan yang ada,” ujarnya.

 

Ini merupakan anakan buaya sinyulong yang tengah diteliti. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan estimasi, peneliti menemukan sebanyak 75 individu dalam area survei seluas 20 km persegi. Jika dihitung dari luas wilayah, estimasi buaya badas hitam di seluruh wilayah Mesangat sekitar 300 individu non-tukik. Jumlah itu bisa lebih, lantaran dipengaruhi migrasi dikarenakan kondisi lanskap sekitar.

“Hingga saat ini estimasi jumlah masih sama,” jelasnya.

 

Terlihat nelayan mencari ikan di lahan basah yang juga merupakan habitat buaya badas hitam. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Untuk proses survei, kesulitan yang kerap dialami peneliti konsorsium adalah kurangnya penampakan cahaya bulan karena tertutup kanopi hutan. Kecuali menggunakan alat bantu peneran seperti senter dan lampu.

Sebagai informasi, buaya badas hitam dikategorikan empat kelas ukuran. Ada tukik [< 30cm], remaja [30-80 cm], dibawah dewasa [80-180 cm], dan dewasa [> 180 cm].

“Untuk pola pemeriksaan, para peneliti langsung mengamankan buaya dan mengukur langsung di tempat penemuan,” tandasnya.

 

Exit mobile version