Mongabay.co.id

Mewaspadai Penyakit yang Menyerang Anak Harimau Sumatera

Harimau sumatera yang hidupnya tak pernah lepas dari ancaman jerat dan perburuan liar. Foto: Shutterstock

 

 

Satu individu anak harimau sumatera liar [Panthera tigris sumatrae], ditemukan sakit di kebun masyarakat Desa Pulo Sepang, Kecamatan Lawe Alas, Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, Rabu [04/01/2023]. Kondisinya kurus dan lemah.

Sebelumnya, pada 23 Desember 2023, masyarakat Pulo Sepang yang memiliki kebun di pinggir Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], melaporkan lima harimau yang terdiri induk dan anak berkeliaran di area tersebut.

“Anakan yang tertinggal itu tidak banyak bergerak. Kabar terakhir yang saya dengar sudah mati,” ujar Rusli Munte, warga setempat, Kamis [05/01/2023].

Namun, lanjut Rusli, pada Rabu itu juga, seorang warga Pulo Sepang yang hendak ke kebun karet kembali menemukan satu anak harimau terkulai lemas. Anakan itu bergerak perlahan ketika melihat orang datang.

“Masyarakat telah melaporkan keberadaan harimau sejak pertama kali terlihat ke kepolisian dan personil pengamanan hutan,” ungkap Rusli.

Baca: 2 Tahun 6 Bulan Penjara, Hukuman untuk Pembunuh Harimau Sumatera di Aceh Timur

 

Harimau sumatera yang semakin terdesak hidupnya akibat rusaknya hutan sebagai habitatnya. Foto: Shutterstock

 

Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Bramanti Agus Suyono, membenarkan temuan anak harimau sakit itu. Begitu pula dengan yang mati.

“Keberadaan anak harimau sakit dilihat langsung oleh personil Polsek Lawe Alas.”

Anak harimau masih dibiarkan di sekitar kebun masyarakat, menunggu tindakan tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh.

“Mengevakuasi anak harimau butuh tim khusus berpengalaman, termasuk ada dokter hewan,” ujar Kapolres.

Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto kepada Mongabay Indonesia mengatakan, timnya bersama BBTNGL dan lembaga mitra terus mencari anak harimau yang sakit.

“Evakuasi butuh tim yang sangat paham karakter harimau, agar tidak ada yang terluka,” katanya, Kamis [05/01/2023].

Agus membenarkan bila anak harimau yang sakit dan mati dari satu kelompok.

“Tim medis memperkirakan, anak harimau yang mati maupun sakit, menderita penyakit yang sama. Dipastikan, bukan karena zoonosis,” terangnya.

Baca juga: Wawancara Dwi Adhiasto: Mengenali Motif Perburuan Harimau Sumatera

 

Harimau sumatera yang statusnya Kritis. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pemeriksaan menyeluruh

Ketua Forum HarimauKita drh. Erni Suyanti mengatakan, ketika ada harimau atau satwa lain yang menderita penyakit tertentu di lokasi yang sama dan kasusnya lebih dari satu, harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh.

“Dapat dicurigai adanya penyakit menular,” terangnya, Sabtu [07/01/2023].

Penyakit dapat terjadi karena bakteri, virus, parasit, bahkan cacing. Untuk itu, pemeriksaan tidak hanya dilakukan dengan diagnosa dari gejala, tapi juga cek laboratorium.

Bila hasilnya menunjukkan harimau positif terserang parvovirus, maka hewan peliharaan masyarakat seperti kucing maupun anjing di sekitar lokasi kejadian, harus diperiksa juga.

“Parvovirus itu penularannya sangat cepat dan angka kematiannya sangat tinggi. Seingat saya, parvovirus belum pernah terjadi di Sumatera.”

Selama ini, tambah Erni, parvovirus hanya menyebar atau menular di hewan peliharaan masyarakat baik itu anjing dan kucing.

“Penularannya dapat terjadi karena kontak langsung, atau harimau melewati wilayah jelajah yang terjangkit penyakit ini.”

Saat ini, Forum HarimauKita fokus meneliti penyakit yang diderita harimau sumatera, termasuk yang diderita mangsanya.

“Kami siap membantu pemerintah melakukan pemeriksaan laboratorium,” paparnya.

 

Exit mobile version