Mongabay.co.id

Studi: Setengah Gletser di Bumi Diperkirakan Hilang Tahun 2100

Salju abadi di wilayah Cartenz. Foto: Dok. Taman Nasional Lorentz/KLHK

 

 

Diperkirakan, tahun 2100 nanti, setengah gletser di Bumi akan mencair dan hilang. Penyebabnya adalah perubahan iklim.

Kehilangan gletser tentunya akan memengaruhi kenaikan permukaan laut, sumber daya air, dan meningkatkan bahaya alam.

Perkiraan tersebut dibuat oleh beberapa ahli dari Carnegie Mellon University, University of Alaska Fairbanks dan Universitas Innsbruck dalam Jurnal Science, Vol 379, dengan judul Global glacier change in the 21st century: Every increase in temperature matters.

Regine Hock, David R. Rounce dan kolega dalam penelitian tersebut membuat empat skenario peningkatan temperatur global yakni 1.5 derajat Celsius; 2.0 derajat Celsius; 3.0 derajat Celsius, dan 4.0 derajat Celsius.

Proyeksi tersebut sebagai upaya menyesuaikan skenario perubahan suhu global untuk mendukung diskusi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim COP 27. Prediksinya, dunia akan kehilangan sebanyak 41 persen dari total gletser di Bumi yang dampaknya akan menenggelamkan banyak pulau.

“Setiap kenaikan suhu menghasilkan lebih banyak pencairan,” kata Regine Hock, dilansir dari Sciencealert.

Baca: The Last Glacier, Runtuhnya Salju Abadi Papua

 

Salju abadi di wilayah Cartenz yang mulai mencair. Foto: Dok. Taman Nasional Lorentz/KLHK

 

Hock mengatakan, suhu global rata-rata saat ini diperkirakan meningkat sebesar 2.7 derajat Celcius yang akan mengakibatkan hilangnya gletser di Eropa Tengah, Kanada Barat, Amerika, dan Selandia Baru.

“Daerah dengan es yang relatif sedikit seperti Pegunungan Alpen, Kaukasus, Andes, atau Amerika bagian barat, akan kehilangan hampir semua es pada akhir abad ini, apa pun skenarionya.”

Jika terjadi skenario terburuk, yaitu kenaikan suhu global hingga 4,0 derajat Celcius, maka gletser raksasa seperti yang ada di Alaska akan begitu terdampak dan 83 persen gletser di Bumi akan hilang pada akhir abad ini.

Padahal, kenaikan suhu 1.5 derajat Celcius menyebabkan naiknya permukaan laut sekitar 9 sentimeter. Sedangkan kenaikan suhu 4.0 derajat Celcius menyebabkan kenaikan permukaan laut 15 sentimeter.

“Perhatian utamanya adalah bukan selisih kenaikan permukaan laut global, tetapi gelombang badai yang akan membuat banyak kerusakan,” jelasnya.

Baca juga: Taman Nasional Lorentz, Situs Warisan Dunia yang Terancam Proyek Jalan Trans Papua

 

Kondisi gletser di sekitar Puncak Jaya yang direkam melalui citra satelit pada 5 Desember 2017. Foto: NASA

 

Waktu yang lama

David Rounce, peneliti studi ini, dikutip dari Sciencedaily mengatakan cara gletser merespons perubahan iklim membutuhkan waktu lama. Dia menggambarkan gletser sebagai sungai yang bergerak sangat lambat.

“Pengurangan emisi hari ini tidak akan menghilangkan efek gas rumah kaca sebelumnya, juga tidak dapat langsung menghentikan dampak buruk akibat.”

Sebagai gambaran, jika penghentian total emisi dilakukan, kita masih membutuhkan waktu 30 hingga 100 tahun untuk mencegah kehilangan gletser.

“Banyak proses yang menyebabkan gletser mencair.”

Rounce menjelaskan, studi ini diharapkan memacu pembuat kebijakan iklim untuk menurunkan target perubahan suhu.

“Wilayah seperti Eropa Tengah, Andes, dan Amerika Utara akan terpengaruh secara tidak proporsional oleh kenaikan suhu lebih dari 2 derajat Celsius. Pada kenaikan 3 derajat Celsius, daerah glasial ini bisa hilang.”

Studi ini, kata Rounce, memperingatkan kita bahwa pembuat kebijakan memiliki waktu kurang dari tiga tahun untuk bertindak, guna mencegah bencana dan perubahan yang tidak dapat diubah pada iklim kita.

Skenario masa depan, hal penting yang harus diperhatikan terkait perubahan iklim adalah faktor populasi, pertumbuhan ekonomi, pendidikan, urbanisasi, dan inovasi.

“Tren sosial ekonomi dapat berdampak pada emisi gas rumah kaca di masa mendatang. Ini semua, bergantung pada seberapa besar upaya mitigasi yang kita lakukan,” ujarnya.

 

Exit mobile version