Mongabay.co.id

SMP di Karangasem Ini Dalam Bahaya, Terancam Erupsi Gunung Agung, Erosi Sungai sampai Longsor

 

 

 

Siswa dan guru di SMPN 3 Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali,   mungkin  was-was setiap hari. Mengapa tidak, sekolah mereka berada di kawasan rawan bencana erupsi Gunung Agung, erosi sungai dan longsor. Saking dalam kondisi berbahaya, dalam jangka panjang, ahli merekomendasikan untuk relokasi sekolah.

Saat ini, sebagian bangunan sekolah malah sudah tidak bisa dipakai seperti ruang laboratorium komputer, ruang Sekretariat OSIS, Unit Kesehatan Sekolah (UKS), WC siswa, kantin, dan tempat sembahyang. Sarana ini sudah diberi garis polisi sebagai bagian mitigasi.

Dari hasil pemetaan, sebagian sekolah sudah masuk jarak tidak aman dengan sungai. Jarak aman sekolah diperhitungkan 29-51 meter dari sungai,. Jarak ekolah ini dari sungai kurang dari itu.

Made Wijana, Kepala Sekolah  SMPN 3 Bebandem mengirim surat permintaan pemetaan potensi risiko dan edukasi kebencanaan ke tim Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian IGOS ITB, dengan peneliti Asep Saepuloh, I Gusti Bagus Eddy Sucipta, dan Edi Riawan. Setelah mereka analisis pada 26-30 Desember 2022, para peneliti memberikan tiga rekomendasi.

“Rekomendasi jangka pendek penguatan siaga bencana untuk semua sivitas sekolah, penyiapan rute dan evakuasi teraman dan tercepat, dan latihan kondisi bahaya secara berkala,” katanya.

Jangka menengah, tim merekomendasikan antara lain rekayasa atau penguatan infrastruktur sekolah, normalisasi kemiringan aman lereng sungai, penguatan dinding sungai, dan kajian sipil rekayasa bangunan.

Untuk rekomendasi jangka panjang,  adalah relokasi sekolah.

Eddy Sucipta, peneliti ITB mengatakan, untuk jangka pendek bisa dengan penguatan sistem kewaspadaan dan mengimplementasikan sekolah siaga bencana (SSB). Untuk jangka menengah dan panjang, katanya,  perlu keahlian sipil rekayasa bangunan, geologi lingkungan, dan teknik planologi.

Sekolah pun berusaha mengurangi kerentanan ini antara lain lewat pelatihan mitigasi tanggap bencana erupsi dan erosi sungai. Seperti pada akhir Desember lalu, uluhan anak dan guru terlibat dalam pemetaan erosi sungai.

 

Analisis erosi sungai di dekat SMP 3 Bebandem, Bali.

Sebelumnya, usai erupsi Gunung Agung pada 2018, sekolah membuat rencana mitigasi dengan bantuan tim geologi Institut Teknologi Bandung.

Mereka simulasi evakuasi setelah mendapat perhitungan berapa waktu untuk menyelamatkan diri ketika awan panas menerjang atau lahar dingin mengalir. Kalau kecepatan lari orang dewasa 15 km perjam, ketika waktu bahaya tiba empat menit, maka jarak terjauh yang bisa dicapai satu km.

Pasca bencana longsor dan air bah di Bali pada 2022, ancaman lain membuat kondisi sekolah makin riskan. Selain banjir, sungai juga membawa material tambang dari lokasi-lokasi penambangan galian C. Sungai makin dangkal dan arus menghabiskan sempadan sampai halaman sekolah.

SMPN 3 Bebandem, salah satu sekolah di lereng Gunung Agung. Ia masuk kawasan rawan bencana III dengan potensi bahaya dari landaan awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu pijar, dan hujan abu.

Sekolah ini berdiri di atas endapan letusan besar Gunung Agung 1963 yang menewaskan sekitar 1.600 jiwa. Hasil kajian tim ahli itu juga menunjukkan, selain potensi bencana Gunung Agung, juga rawan longsor.

Laporan terbaru dari sekolah menyebutkan,  curah hujan tinggi di Karangasem saat ini menyebabkan debit sungai makin tinggi hingga erosi ke hulu makin besar. Kondisi ini, menyebabkan halaman sekolah dan tergerus dan sungai makin dekat ke dinding bangunan sekolah. Mulai terjadi kerusakan dinding bangunan sekolah di sisi yang dekat aliran sungai.

Laporan sekolah juga menyatakan, guna mengantisipasi bencana, perlu pemetaan bahaya aktual dengan mengubah pola aliran sungai akibat erosi ke hulu. Juga perlu pemetaan rinci berbasis pesawat tanpa awak (drone) untuk mengetahui kecepatan erosi dan prediksi awal erosi maksimal sebelum longsor.

 

Papan nama SMP 3 Bebandem. Foto: Sekolah Data Kemendikbud

 

Ida Wayan Tista, Wakil Ketua Kesiswaan, mengatakan,  sekolah tak berwenang memutuskan untuk urusan relokasi. Dia bilang, dari  pemerintah daerah, seperti,  bupati, Badan Penanggulangan Bencana, dan Satpol PP juga sudah melihat kondisi sekolah dan memasang garis polisi. Para pihak, katanya, sudah tahu rekomendasi itu.

Saat ini, sekolah sedang berupaya memanfaatkan fasilitas yang dinilai masih aman dengan risiko kekurangan ruangan dan sarana.

“Siswa dan guru diminta menghindari areal berbahaya, selain pasang garis polis juga dipasang pagar.”

Tista mengatakan,  komite sekolah membantu menurunkan alat berat untuk mengeruk dan mengalihkan aliran sungai guna membentengi sekolah dengan batu-batu sekitar. Aliran sungai pun diarahkan ke timur.

“Kekuatannya belum diketahui, dinilai tidak seberapa, hanya menahan sementara,” katanya.

Dia bilang, di sekitar sekolah banyak penambangan galian C. Kondisi ini, katanya, berdampak pada gerusan aliran sungai. Halaman sekolah sebelah timur yang jadi lapangan olahraga dan kebun sampai Padmasana habis.

Setelah air sungai meluap beberapa hari saat puncak musim hujan 2022,

katanya, ada retakan di gedung kelas dan aula. Banjir mengakibatkan lereng di lokasi sekolah longsor, ditambah deras aliran sungai membawa material galian C.

“Besar sekali airnya, isi pasir dan batu,” ingat Tista.

 

Jarak aman dari sungai

 

*****

 

 

Exit mobile version