Mongabay.co.id

Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan

 

 

 

Tanaman sawit berbuah maupun masih usia muda bisa terlihat kalau memasuki kawasan ini. Kebun-kebun sawit ini terlihat di beberapa bagian seakan berada di area perkebunan padahal wilayah itu masuk dalam Taman Nasional  Tesso Nilo. Sebagian Tesso Nilo, terambah sejak lama antara lain jadi kebun sawit. Hingga kini pun kawasan konservasi ini belum aman dari perambahan.

Alfian Hardiman, Kepala Seksi Wilayah II Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (BPPHLHK) Sumatera, mengatakan, tidak mudah mengamankan TNTN.

Dia bilang, salah satu penyebab, akses menuju kawasan konservasi terbuka hingga memungkinkan tiap orang masuk dari mana saja untuk merusak hutan.

“Tangkap ini. Aman sebentar. Nanti muncul lagi pelaku baru. Pasang plang, satu hari kemudian hilang. Kita buat parit pemisah, dibuatnya (pelaku) jembatan darurat,” katanya pada Mongabay, awal Januari 2023.

Ketika penegakan hukum dilakukan, sebagian perambah melawan, bahkan gugat hukum. Akhir tahun lalu,  Pengadilan Negeri Pekanbaru, menolak gugatan praperadilan, Suwarto, buronan pemodal perambah TNTN.

Hakim tunggal Yuli Artha Pujayotama tidak menemukan kesalahan penyidik BPPHLHK Seksi II Pekanbaru, yang menetapkan pria 40 tahun itu sebagai tersangka. Berkat putusan yang diketok pada 28 Desember 2022 itu, penyidik pun enteng menuntaskan tunggakan kasus yang sempat terhenti ini.

Perburuan terhadap Suwarto berkat nyanyian empat orang suruhannya: Tamrin, Wagirin, Arismandianto dan Imran.

 

Penunjuk arah ke dusun-dusun di dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Foto: Rony Muharrman/ Mongabay Indonesia

 

Rencana penebangan hutan itu diawali komunikasi antara Suwarto dan Imran, sekitar Februari 2022. Su meminta Im, warga Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau, mengawasi anak buahnya membuka hutan dalam TNTN. Dia menawari upah Rp3 juta per bulan plus dua hektar lahan setelah pekerjaan selesai.

Berdasarkan uraian dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pelalawan yang dikutip Mongabay dari berkas putusan PN Pelalawan Nomor 175/Pid.B/LH/2022/PN Plw, ada jarak dua bulan sebelum rencana Suwarto terlaksana. Dia baru menelpon Tamrin untuk menawarkan pekerjaan 3 April. Suwarto juga janjikan upah Rp1,3 juta ditambah satu hektar lahan.

Aksi itu baru terlaksana 12 April. Tamrin mengajak Wagirin dan Arismandianto. Mereka merupakan warga Kecamatan Kuantan Hilir, Kuantan Singingi. Ketiganya membawa tiga gergaji mesin dan enam jerigen minyak. Suwarto bekali modal kerja Rp1 juta.

Suwarto sudah menunggu di sebuah pos, sebelum membawa orang-orang ke lokasi yang hendak ditebang. Areal ini merupakan hutan lebat dengan tegakan pohon-pohon besar di perbukitan. Seketika itu juga, masing-masing menyalakan chainshaw melaksanakan tugas menebangi pohon-pohon di Kawasan konservasi ini.

Sejurus kemudian, Imran datang dengan sepeda motor Suwarto. Berbekal parang, tugasnya memantau kedatangan orang-orang tak dikenal, termasuk mengawasi gajah yang rumahnya mereka musnahkan.

Dia menghancurkan hutan karena hendak menanam sawit. Pohon-pohon yang ditebang akan dibuat pondok sebagai tempat tinggal guna mengelola kebun, kelak. Lokasi ini berada di koordinat S.0 18’ 00.3” dan E.101 54’ 36.1”. Hutan alam yang telah dirusak sekitar seperempat hektar. Berdasarkan aturan area itu masuk zona rimba. Peruntukannya,  hanya buat pelestarian alam.

Tim Balai TNTN yang rutin patroli mengamankan kawasan konservasi mencegah agar kerusakan tak makin parah.

Setelah memantau dengan pesawat tanpa awak dan mendatangi langsung sumber ngauman senso, tim pertama kali mengamankan Imran, ketika melintas keluar lokasi. Disusul penangkapan Tamrin, Wagirin dan Arismandianto. Keempatnya langsung dibawa ke BPPHLK Seksi II Pekanbaru untuk diperiksa. Mereka kompak jawab: diupah Suwarto. Saat itu, Suwarto sudah meninggalkan lokasi.

Tim Balai TNTN dan Gakkum LHK sebenarnya sudah mengendus aktivitas perusakan hutan konservasi itu beberapa minggu sebelumnya. Mereka terlebih dahulu mengamankan satu eskavator kuning merek CAT jenis 313D2 di sekitar lokasi tetapi tak menemukan seorang pun. Tim mengangkut alat itu ke Kantor BPPHLHK Pekanbaru.

 

Sosialisasi pada masyarakat di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo. Foto Balai TNTN

 

Hasil penelusuran tim ke PT Trakindo Utama Pekanbaru—dealer resmi alat berat—menemukan beko itu dibeli PT Murni Radja Makmur dan telah berpindah ke tangan Suwarto.

Sejak penangkapan orang-orang suruhan, Suwarto tidak pernah memenuhi dua panggilan Penyidik Gakkum KLHK. Meski dia menerima langsung surat panggilan yang dikirim pada 19 April dan 27 April. Karena tidak patuh, penyidik pun mengeluarkan surat penetapan daftar pencarian orang (DPO) pada 2 Juni.

Saat Suwarto masih dalam persembunyian, nasib Tamrin, Wagirin, Arismandianto dan Imran berakhir di PN Pelalawan. Majelis Hakim Ellen Yolanda Sinaga, Muhammad Ilham Mirza dan Deddi Alparesi menghukum keempat pelaku lapangan, itu 1,6 tahun penjara dan denda Rp500 juta pada 26 Agustus 2022.

Pada 10 November, personil Balai TNTN sempat mencium keberadaan Suwarto merambah hutan di lokasi lain namun masih dalam kawasan TNTN. Saat diamankan, dia melawan dan menggunakan kekerasan. Sampai Gakkum KLHK bentuk tim gabungan.

“Satu orang suruhannya yang ikut menghalangi tim bernama Iwan, kami tangkap. Suwarto juga tersangka dalam kasus penyerangan dan penghadangan,” kata Alfian.

Empat hari kemudian, setelah enam bulan buron, penyidik berhasil menangkap Suwarto pada 14 November. Sehari setelah itu, langsung diperiksa sebagai saksi. Besoknya, penyidik gelar perkara bersama Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polda Riau lalu jadi tersangka. Dia ditahan di Rumah Tahanan Polda Riau. Dia ajukan praperadilan.

Alfian bilang, pada hari ditangkap, Suwarto sempat terdeteksi di beberapa lokasi, termasuk di Kecamatan Tapung, Kampar. Tim baru berhasil memergoki malam hari bersantai bersama dua perempuan di Ruang Terbuka Hijau Tunjuk Ajar Integritas, seberang rumah Dinas Wali Kota Pekanbaru.

Su pun kena jerat UU 18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

“Kami akan terus berkomitmen mengungkap actor-aktor lain yang ada kaitan dengan kasus ini atau kasus-kasus lain,” kata Subhan, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, lewat siaran pers diterima Mongabay.

 

Tampak seorang warga tengah membersihkan kebun sawit di Tesso Nilo, Minggu (12/11/17). Foto: Rony Muharrman/ Mongabay Indonesia

 

Residivis

Suwarto bukan pemain baru dalam perambahan TNTN. PN Pelalawan sudah pernah menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara pada 2015. Kala itu, dia masih sebagai pemborong atau kontraktor yang diminta buat parit oleh Polin S—dalam kasus ini DPO—di TNTN.

Suwarto terima tawaran untuk buat parit sepanjang 13 kilometer atau sekitar 400 hektar di Dusun Kuala Renangan, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan. Upahnya, Rp25.000 per meter. Sekitar tiga bulan kerja, dia membuat parit 2×3 meter sepanjang 11 kilometer atau 529,24 hektar dan dapat bayaran Rp285 juta. Tim gabungan Polres Pelalawan dan Balai TNTN pun menangkapnya.

“Kami sempat diskusi untuk menelusuri kejahatan (Suwarto) ke tindak pidana pencucian uang. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi, penyidik pegawai negeri sipil sekarang sudah berwenang menyelidiki kasus money loundring. Informasi yang kami dapat, Suwarto ini juga menjual lahan-lahan yang dibukanya di TNTN itu.”

Sustiyo Iriyono, Plt Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK, mengatakan, TNTN terancam cukup serius dari perambahan. Guna pemulihan dan pengamanan kawasan konservasi ini, KLHK telah merevitaliasi ekosistem TNTN, rehabilitasi lahan kritis, penanggulangan kebakaran hutan, patroli dan operasi pengamanan hutan.

Dalam lima tahun terakhir, katanya, Gakkum KLHK mengungkap 12 kasus tindak pidana kehutanan di TNTN, antara lain enam kasus pencurian kayu dan enam lagi perambahan hutan.

Berdasarkan data yang diperoleh Mongabay, pelaku tindak pidana perusakan hutan kebanyakan aktor lapangan. Baik berperan sebagai penebang pohon, operator alat maupun pengawas pekerjaan.

Sisanya pemilik kebun dan kayu. Ada juga satu orang penyewa alat berat yang ikut dijerat. Hukuman paling tinggi untuk kejahatan ini empat tahun penjara, paling ringan satu tahun.

 

Konservasi gajah untuk mendukung kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam TNTN. Foto Balai TNTN

 

Merana,  upaya perlindungan

Heru Sutmantoro, Kepala Balai TNTN menyebut,  TNTN terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Kini, berdasarkan citra terbaru, luasan hutan alam tersisa di TNTN yang masih dapat dipertahankan 13.000 hektar dari 81.000 hektar. Sekitar 40.000 hektar telah ditanami sawit di atas lima tahun atau hampir separuh dari luasan kawasan konservasi ini. Sisanya 28.000 hektar merupakan areal terbuka dan semak belukar.

Balai TNTN telah menginventarisasi dan identifikasi 25.000 hektar keberadaan kebun sawit dalam kawasan hutan ini. Sekitar 18.000 diusulkan ke pusat (KLHK). Hasil pendataan beragam. Sawit-sawit itu dimiliki masyarakat baik indvidu maupun kelompok berupa koperasi dan lain-lain.

“Nanti tim pengendalian dan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang diketuai Pak Sekjen KLHK, akan verifikasi dan pentahapan untuk dapatkan semacam upaya penyelesaiaan sesuai peraturan,” katanya, 9 Januari 2023.

Adapun untuk 28.000 hektar kawasan terbuka atau semak belukar, Balai TNTN akan merehabilitasi atau memulihkan kembali dengan tanaman-tanaman yang menguntungkan secara ekonomi dan berdampak positif bagi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan bersama BPDASHL Indragiri-Rokan dan perusahaan yang memiliki izin pemanfaatan kawasan hutan. Luas yang telah dikerjakan 3.500 hektar di tiga desa: Lubuk Kembang Bunga, Bagan Limau dan Air Hitam.

Konsepnya, areal 28.000 hektar akan dikembangkan dengan pola 70% tanaman kehidupan, berupa pohon atau tanaman hutan tidak pohon. Seperti aren atau durian yang bisa menghasilkan. Ada juga kemiri, jengkol, petai dan lain-lain. Kemudian 30% lagi, tanaman lokal endemik atau tanaman cepat tumbuh karena tujuannya untuk menegakkan kembali hutan alam.

“Intinya bagaimana bisa membangun kembali rumah gajah yang sudah rusak. Secara bertahap. Kemudian gajah nyaman. Populasi gajah yang saat ini banyak di luar, akhirnya nanti bisa masuk dalam kawasan konservasi,” ucap Heru.

Saat ini, di lanskap Tesso Nilo diperkirakan 150 gajah. Jumlah yang eksis dalam TNTN sekitar 60 gajah. Meski begitu, kata Heru, gajah di luar taman nasional sering berkunjung ke dalam. Karena bagi gajah hutan alam semacam rumah sakit atau apotek. Begitu juga satwa liar lain.

“Saya meyakini, gajah membutuhkan zat-zat esensial dari tumbuhan. Baik akar, daun dan batangnya. Untuk bisa pertahankan kehidupan dan perpanjang umur, gajah butuh tumbuhan di hutan alam. Populasi gajah dan satwa lainnya di TNTN masih cukup bagus dan memadai. Walaupun secara daya dukung tidak sesuai lagi.”

TNTN juga dioptimalkan pemanfaatan jasa lingkungan seperti wisata alam. Ia dikelola secara tanpa melanggar aturan, mempertimbangkan berbagai hal, termasuk pelibatan masyarakat sekitar. Wisata ini didorong untuk kelestarian dan perekonomian. Sekaligus mengubah pola pikir agar tidak hanya menanam sawit.

Konservasi gajah merupakan daya tarik wisata TNTN. Hutan tersisa juga dimanfaatkan untuk camping, hiking dan tracking. Kegiatan menikmati alam ini juga dipadukan dengan program sanjung sapo—satu pengunjung satu pohon—yang sempat terhenti karena pandemi COVID-19.

Tahun ini, Balai TNTN minta dukungan Dinas PUPR Riau untuk mempermudah akses dari lintas timur ke Kantor Seksi Wilayah I TNTN. Harapannya,  ada pengelolaan wisata ramah lingkungan dipandu masyarakat sekitar.

Balai TNTN juga meminta dukungan Pemerintah Pelalawan untuk perlindungan kawasan konservasi di wilayahnya. Terutama untuk tutupan hutan alam tersisa.

Tahun 2023, Balai TNTN akan lebih intensifkan pengamanan. Tahun lalu single fighter dan mengandalkan sumber daya yang ada. Ke depan, katanya,  kerjasama dengan kepolisian. Patroli 24 jam di dalam hutan juga melibatkan masyarakat dan aparat pemerintahan desa, termasuk perkuat aparat penegak hukum.

 

Warga membersihkan kebun sawit yang baru dibeli di Taman Nasional Tesso Nilo, Minggu, 12 November 2017. Foto: Rony Muharrman/ Mongabay Indonesia

 

Kesadaran meningkat

Yuliantoni, Direktur Eksekutif Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN), bilang, TNTN belum aman dari perambahan antara lain karena pertambahan penduduk tak sebanding dengan ketersediaan sarana produksi seperti tanah dan lahan. Saat ini, orang banyak berharap dan bergantung pada sawit.

“Lahan tidak bertambah. Orang yang ingin berusaha sawit makin banyak. Akhirnya,  mencari lahan-lahan dengan cara mengubah hutan jadi perkebunan,” katanya, saat dihubungi, 14 Januari 2023.

Meski begitu, dia bersyukur karena tidak ditemukan kematian gajah atau mengalami cedera, seperti sakit dan mati karena sebab tidak alami, sepanjang 2022. Berdasarkan pengamatan tim YTNTN, selama patroli 15 hari per bulan, setidaknya ada dua faktor yang membuat gajah di kawasan konservasi ini aman dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Pertama, warga selalu melapor ketika gajah masuk ke kebun mereka. Cara pandang warga sekitar TNTN ketika berhadapan dengan gajah cenderung berubah ke arah lebih baik. Mereka sudah menerapkan cara-cara lebih ramah gajah. Kesadaran gajah harus dilindungi juga meningkat. Mereka paham konsekuensi kalau gajah mati.

“Pertemuan dengan gajah makin banyak tapi cara manusia menghadapi lebih ramah satwa. Intinya,  ada perubahan perilaku.  Mereka sudah tahu kalau hadapi konflik jangan sampai melukai gajah,” kata Yuliantoni.

Namun, dia memandang ketahanan warga terhadap konflik gajah justru berkurang. Hal itu dinilai dari banyak permohonan bantuan yang mereka terima. Di satu sisi bagus, katanya, karena warga sudah sadar untuk tidak melakukan mitigasi yang merugikan gajah. Sisi lain, katanya, perlu dukungan pada warga agar berani dan memitigasi mandiri sebelum tim datang beri pertolongan.

“Tapi kita harus menjaga kepercayaan diri masyarakat, situasi maupun perubahan perilaku itu. Karena kalau lambat respon ketika mereka minta bantuan, sudah mulai ada nada negatif berupa ancaman kepada gajah. Respon cepat penting. Karena itu pula masyarakat merasa percaya diri hingga tidak menggunakan racun mengusir gajah.”

Yuliantoni sarankan,  peningkatan keterampilan dan kapasitas mitigasi pada warga yang sering berhadapan dengan gajah. Terutama, beri pemahaman mengenai ruang atau wilayah untuk mengatur pergerakan gajah. “Ini paling utama dan sangat penting dalam mitigasi konflik satwa liar. Sebab di lapangan harapan masyarakat terhadap hutan terus berkurang. Ekonomi bertumpu pada sawit, sehingga hutan ditargetkan untuk perkebunan.”

Kedua, pemburu gajah yang sering beraksi masih dalam penjara. Dia merujuk Anwar Sanusi dan kawan-kawan yang dihukum tiga tahun dan empat bulan penjara oleh PN Rengat, setelah ketahuan hendak memburu gading gajah di Simpang Kelayang, Indragiri Hulu, April 2020.

Menurut Yuliantoni, pemburu gading gajah di Riau pelakunya itu-itu saja. Anwar alias Ucok, sebelum kejadian di Kelayang, juga pernah ditangkap karena memburu gading gajah pada 2014-2015 di TNTN dan Giam Siak Kecil, Bengkalis. Bahkan, ketika beraksi lagi di Indragiri Hulu, dia baru bebas dari penjara Tebo, Jambi. Juga karena berburu gading.

 

Batang kayu sisa-sisa hutan alam yang terbabat jadi kebun sawit di Taman Nasional Tesso Nilo. Foto: Rony Muharrman/ Mongabay Indonesia

*******

Exit mobile version