Mongabay.co.id

Maggot, Belatung Kaya Nutrisi dan Bermanfaat untuk Lingkungan

Larva atau maggot lalat tentara hitam. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

 

Maggot merupakan larva lalat tentara hitam atau black soldier fly [BSF]. Ukurannya 0,3 cm sampai 1,5 cm. Kelebihannya, Hermetyia illucens ini tidak menjadi vektor penyakit ke manusia.

Meski terlihat “menjijikkan” bagi sebagian orang, maggot yang disebut juga belatung, makin populer saja. Banyak yang memanfaatkannya sebagai pengurai sampah, juga sebagai pakan ikan.

Larva BSF diketahui memiliki nafsu makan tinggi, bisa makan dua kali lebih banyak dari berat badannya per hari. Maggot mampu mengurai sampah organik dalam waktu dua minggu hingga 20 hari.

Sebuah penelitian menunjukkan, setiap 1 ton maggot membutuhkan 5 ton sampah organik sebagai makanan untuk dua minggu. Sementara hasil percobaan Institut Teknologi Georgia memperlihatkan, 10 ribu maggot bisa menghabiskan pizza berukuran 16 inchi [40,61 cm] hanya dalam waktu dua jam.

“Pengolahan sampah organik melalui teknologi biokonversi maggot, diharapkan berperan mengurangi sampah organik dengan cepat dan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Juga, sebagai bahan baku alternatif pakan sepanjang waktu,” ungkap Slamet Soebjakto, sebelumnya sebagai Dirjen Perikanan Budidaya, kini Pengawas Perikanan Ahli Utama, seperti ditulis Mongabay sebelumnya.

Maggot merupakan metamorfosis fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa, yang kelak menjadi BSF dewasa. Maggot bisa dipanen dari usia 10 hingga 24 hari, yaitu saat telur BSF sudah menetas dan masuk fase larva hingga masuk fase pupa.

Maggot mengandung 41-42 persen protein kasar, 31-35 persen ekstrak eter, 14-15 persen abu, 4,18-5,1 persen kalsium, dan 0,60-0,63 persen fosfor dalam bentuk kering.

Baca: Maggot, Bahan Pakan Ikan Alternatif yang Murah dan Mudah

 

Maggot hasil budidaya di Dusun Larangan, Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah. Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sumber nutrisi

Kini, semakin banyak orang yang berhasil membudidaya maggot. Salah satunya Santoso, warga Desa Sadar Sriwijaya, Kecamatan Bandar Sribawono, Kabupaten Lampung Timur, Lampung.

Berkat maggot, Santoso diganjar penghargaan sebagai juara 1 Kategori Inovasi Tepat Guna Nasional XXII, Sistem Pengolah Diversifikasi Produk Berbasis Maggot, dari Kementerian Desa, Pembangunaan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, pada 20 September 2021.

Baca: Maggot yang Mengubah Jalan Hidup Santoso

 

Maggot atau larva lalat tentara hitam [Hermetia illucens] yang semakin dibudidayakan di masyarakat. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Secara bisnis, budidaya maggot juga pernah diteliti Yayasan Rockefeller, bekerja sama dengan International Centre of Insect Physiology and Ecology [ICIPE] di Kenya. Maggot dipakai sebagai sumber protein untuk peternakan dan perikanan. Mereka mencoba 28 serangga, termasuk jangkrik dan belalang, sebelum kemudian memutuskan menggunakan larva BSF.

“Maggot sangatlah istimewa,” kata Chrysantus Mbi Tanga, pakar di ICIPE, dikutip dari situs yayasan itu.

Kebutuhan larva BSF di negara itu sangat besar. Maggot kering untuk campuran pakan ternak hanya mampu dipasok sekitar 3.600 ton dari permintaan 90 ribu ton per tahun. Sejak 2015, ICIPE telah melatih lima ribu petani untuk membudidayakan dan memanfaatkan BSF sebagai tambahan pakan ternak.

Menurut laporan itu, ternak ayam yang diberi pakan maggot lebih cepat besar sehingga lebih cepat dijual. Sebelumnya, protein untuk makanan ternak didapatkan dari ikan dan kedelai. Dengan menggunakan maggot, konsumsi dari dua sumber makanan itu bisa dikurangi. Budidaya maggot juga terbukti menciptakan lapangan kerja baru, yang mendukung pelestarian lingkungan, sekaligus selaras dengan ekonomi hijau.

Baca juga: Lalat Tentara Hitam sebagai Satu Solusi Penanganan Sampah, Seperti Apa?

 

Lalat tentara hitam (Hermetia illucens) penghasil maggot. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Yu-Shiang Wang dan Matan Shelomi dari Jurusan Entomology, Universitas Nasional Taiwan, pada penelitiannya tahun 2017 melaporkan, dibandingkan serangga lain, pemanfaatan maggot secara komersial untuk makanan manusia lebih menguntungkan karena bisa mengurangi sampah, polusi, dan biaya.

Persoalannya, makan organisme yang makan sampah masih dianggap kurang pantas. Sebagaimana sebagian budaya yang masih menganggap makan serangga adalah tabu.

Catatan yang dikumpulkan dua peneliti itu menyebutkan, meski masih ambigu, hanya ada satu informasi bahwa larva BSF mungkin dikonsumsi oleh sebagian warga Kadazan Dusun di Sabah, Malaysia. Di sana, ada lebih dari 60 spesies serangga yang bisa dimakan, terutama oleh penduduk asli. Salah satunya adalah maggot, yang diperoleh dari proses fermentasi tapioka.

Penelitian lain di University of Queensland menyebutkan, maggot mengandung zinc dan besi lebih banyak dibanding daging. Mengutip data dari situs universitas itu, kandungan kalsium maggot lebih tinggi dibanding susu. Kurang dari setengah hektar larva BSL mampu memproduksi protein lebih banyak dibanding padang ternak seluas 1.200 hektar atau 52 hektar lahan kedelai.

“Jika Anda peduli lingkungan, Anda harus menerima dan mau makan protein dari serangga,” kata Professor Louw Hoffman, ilmuwan universitas itu.

 

Exit mobile version