Mongabay.co.id

Mengapa Harimau di Leuser Keluar ke Perkampungan?

 

 

 

Dalam tiga tahun terakhir,  2020-2022, harimau Sumatera dari Taman Nasional Gunung Leuser terlihat di luar kawasan hutan. Kemunculan mereka di sekitar pemukiman warga dekat Taman Nasional Gunung Leuser dalam kondisi berbeda-beda, ada yang sakit, luka-luka bekas jerat atau muncul dan memangsa ternak.

Data Balai Besar TNGL, sudah ada 10 harimau Sumatera keluar kawasan dan muncul di pemukiman serta perkebunan warga berhasil diselamatkan. Sebagian besar harus menjalani proses rehabilitasi dan habituasi ke sejumlah suaka satwa sebelum lepas kembali ke taman nasional.

Maman Rahman, Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, kepada Mongabay mengatakan, 10 harimau yang berhasil diselamatkan mulai dari Aceh hingga Sumatera Utara ini dilepaskan ke dalam hutan kembali dalam kondisi yang sehat.

Ada juga harimau saat ditemukan lumpuh, setelah menjalani pengobatan akhirnya layak pulang ke Taman Nasional Gunung Leuser.

Beberapa antara lain sudah lepas liar, seperti Sri Nabilah, harimau betina ini masuk kandang jebak 24  Agustus 2020 di Desa Kapus,  Kecamatan Aek Bilah, Kabupaten Labuhan Batu,  Sumatera Utara. Kondisinya harus mendapat perawatan. Pada 3 November 2020,  lepas liar di Taman Nasional Gunung Leuser.

 

Bestie, setelah lepas liar di zona inti, TNGL. Foto: BBKSDA Sumut

 

Ada juga Lhokbe, harimau yang diselamatkan 26 Juli 2022 di Lhok Bengkuang, Aceh Selatan. Pada 18 Agustus tahun lalu lepas liar di Gunung Leuser.

“Sebelum lepas liar, seluruh harimau menjalani pemeriksaan medis baik pengambilan sampel darah dan kotoran untuk mengetahui apakah ada terpapar virus atau kuman.”

Taman Nasional Gunung Leuser,  seluas 830.268,95 hektar, satu-satunya taman nasional di Indonesia yang memiliki empat mamalia besar hidup dalam satu tempat yaitu badak Sumatera, gajah Sumatera, orangutan Sumatera dan harimau Sumatera.

Persoalan muncul seperti konflik satwa dan manusia atau terkadang satwa ikut pergerakan mangsa buruan hingga keluar kawasan. Langkah-langkah sebelum penangkapan dan penyelamatan predator puncak ini, katanya, dengan menghalau atau mengusir melalui bunyi-bunyian dentuman keras seperti petasan atau mercon. Ia  berfungsi menghalangi satwa makin mendekat ke perkebunan atau pemukiman warga.  Harapannya, Kembali ke kawasan.

Untuk 10 harimau itu terus muncul dan terkesan terbiasa berada di sekitar pemukiman bahkan seakan merasa nyaman di situ.

Dia contohkan, harimau Bestie. Satwa ini terus berulang keluar dan sempat memangsa ternak warga hingga harus evakuasi.

 

Harimau Sumatera dari Leuser dievakuasi. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Mengapa beberapa harimau keluar kawasan, katanya, ada beberapa penyebab. Dia belum bisa pastikan penyebab utama, tetapi praduga kuat karena  harimau mau memperluas daerah kekuasaan atau wilayah jelajah, termasuk Bestie.

Dia bilang, memungkinkan harimau ini berusaha mencari teritori baru dan terus bergerak keluar kawasan apalagi area itu dulu wilayah jelajah mereka. Apalagi, katanya,  mangsa-mangsa buruan seperti babi hutan, kancil, rusa dan lain-lain berada di pinggir hutan.

“Bisa juga harimau mendengar lolongan anjing dari sekitar perkampungan yang dekat kawasan hutan yang dapat memancing keluar kawasan karena mangsa juga.”

Kemungkinan lain, katanya, karena mangsa buruan berkurang di dalam kawasan hingga di luar. Atau, dalam kawasan ada yang terganggu.

 

Harimau Sumatera keluar dari kawasan hutan dan direlokasi ke Taman Nasional Gunung Leuser. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Untuk di Taman Nasional Gunung Leuser, katanya, masih banyak mangsa buruan jadi harimau keluar bukan karena kekurangan makanan.

Faktor lain, katanya, bisa karena jarak antara hutan dengan perkampungan cukup dekat. Di TNGL. Jarak pemukiman ada yang berdempetan dengan TNGL. “Ini berbahaya sekali hingga mereka terus melakukan berbagai upaya salah satunya sosialisasi agar masyarakat bisa hidup berdampingan dengan satwa liar seperti harimau.”

Selain itu, kata Maman, tak memancing harimau keluar dari kawasan dengan membiarkan ternak peliharaan berkeliaran di sekitar TNGL.


Indra Exploiitasia Direktur KKH, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, sudah melakukan beberapa langkah seperti population viability assessment (PVA). PVA ini, katanya, semacam survei populasi pada 2016. Dari data ini, KLHK menemukan populasi ada 604 harimau Sumatera.

Dia bilang, kesulitan paling besar menjaga populasi dan habitat adalah perburuan satwa untuk diperdagangkan. Habitat yang terfragmentasi, katanya, juga jadi masalah besar.

Haryo t Wibisono,  Direktur Sintas Indonesia menyatakan, hampir tidak ada kawasan luas yang mencukupi bagi ruang harimau dalam jangka panjang, 50-100 tahun yang akan datang, kecuali Leuser dan Kerinci Seblat.

Karena itu, katanya,  keseriusan pemerintah dan para pihak harus ditingkatkan dalam pengelolaan habitat harimau. Selain itu, katanya, Juga mengidentifikasi kawasan-kawasan  habitat harimau yang masih mungkin untuk diperbaiki jadi habitat maupun koridor.

 

*******

Exit mobile version