Mongabay.co.id

Vonis Bersalah Tak Hentikan Operasi PT Kallista Alam [2]

 

 

 

 

Meskipun putusan bersalah pada PT Kallista Alam di Aceh, sudah berkekuatan hukum tetap,  perusahaan sawit ini masuh terus beroperasi di lapangan. Panen masih jalan dan minyak sawit mentah pun masih produksi di lahan seluas 5.769 hektar dan mengalir ke pembeli-pembeli sampai ke produk akhir.

Ramli, warga Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya mengatakan, sampai saat ini sawit di kebun Kallista Alam masih panen dan pabrik masih tetap produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

“Kawan-kawan saya masih bekerja memetik buah sawit di kebun Kallista Alam, ada juga yang bekerja sebagai pengangkut dan pengendara truk CPO,” katanya.

Hasil investigasi Rainforest Action Network Juni 2020 menemukan,  . Kallista Alam memasok minyak sawit mereka ke Nestlé dan Mars.

Gemma Tillack, Direktur Kebijakan Hutan RAN pada 15 Juni 2020 kepada Mongabay mengatakan, tim investigasi RAN menemukan Kallista Alam terus beroperasi memanen tanda buah segar (TBS) sawit  di dalam perkebunan itu, di sebelah wilayah konsesi yang masih berkasus hukum.

Mereka juga aktif menjual minyak sawit mentah ke kilang minyak Permata Hijau di Belawan, Sumatera Utara,  yang diketahui memasok minyak sawit ke merek-merek global seperti Nestlé, dan Mars.

Permata Hijau memiliki perusahaan cabang di Singapura bernama Virgoz Oil and Fats, menjadi satu diantara 10 perusahaan pengolah dan pedagang minyak sawit terbesar di Indonesia yang dikenal memasok ke pasar dunia, termasuk Amerika Serikat, India, Tiongkok, Bangladesh, Pakistan, dan Rusia.

“Permata Hijau tidak dapat dipercaya sebagai pemasok minyak sawit yang diproduksi bertanggung jawab karena tidak memiliki komitmen berarti untuk melindungi Kawasan Ekosistem Leuser.”

Mereka, katanya, tak punya sistem pemantauan dan kepatuhan untuk memastikan tidak memasok minyak sawit dari perusahaan yang bertanggung jawab menghancurkan hutan dan lahan gambut Leuser.

 

Baca juga: Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]

Kebun Sawit PT. Kallista alam yang dipotret Selasa (16 Oktober 2018). Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Gemma bilang, kebijakan dan kode etik pemasok menyatakan, setiap perusahaan mewajibkan pemasok mematuhi praktik nol deforestasi, nol gambut, dan nol eksploitasi.

“Tetapi penyelidikan RAN telah menemukan mereka terus memproses dan menjual minyak sawit bermasalah yang diproduksi Kallista Alam. Dari bukti menunjukkan, Permata Hijau tak memperlihatkan kemampuan melacak minyak sawit sampai ke ke lokasi TBS,” tambah Gemma.

RAN menyerukan,  merek-merek besar dan pedagang minyak sawit mendukung upaya Pemerintah Indonesia menegakkan sanksi kepada Kallista Alam. “Agar perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan dan segera membayar denda karena membakar lahan gambut.”

Permata Hijau Group dalam website mereka menanggapi temuan RAN. Dalam pernyataannya, Permata Hijau mengakui membeli CPO dari Kallista Alam.

“Kami telah melakukan tinjauan internal menyeluruh terhadap daftar pemasok dan menemukan kami membeli CPO dari Kallista Alam pada semester kedua 2019. Berlanjutnya pembelian CPO dari Kallista Alam dan kegagalan untuk memasukkan dalam daftar kami adalah pengawasan yang tak menguntungkan dan tidak dapat diterima.  Seharusnya tidak terjadi sejak awal. Kami sangat menyesal,” kata mereka mengakui.

Roni Saputra, Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga mengatakan, hingga kini perusahaan masih memanen buah sawit dan memproduksi CPO dari lahan yang sudah disita negara. Bahkan,  pada 2019 ditemukan perusahaan ini menjual CPO mereka kepada Permata Hijau.

“Pemerintah atau KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sebenarnya juga dapat mempidanakan Kallista Alam karena melawan petugas yang melaksanakan tugas sah. Mencegah atau menggagalkan tindakan petugas yang menjalankan ketentuan Undang-undang, melaksanakan hak yang sudah dicabut oleh pengadilan dan mengambil keuntungan dengan cara melawan hukum,” katanya.

Mongabay juga berusaha mengkonfirmasi kepada Kallista Alam melalui telepon, pada 30 Desember lalu, namun semua telepon yang dihubungi tidak bisa terhubung.  Mongabay juga mencoba menghubungi perwakilan perusahaan yang melakukan kegiatan ke masyarakat, namun pesan yang dikirim belum mendapat tanggapan.

 

Baca juga: Kapan Pengadilan Negeri Suka Makmue Mengeksekusi Lahan PT. Kallista Alam?

Kondisi Rawa Tripa, setelah pohon ditebangi. Foto: Junaidi Hanafiah/ Mongabay Indonesia

 

Tak ada alasan tunda eksekusi

Fahmi Muhammad,  tim legal Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA) mengatakan, proses terhadap Kallista Alam semua sudah jelas, tak ada alasan bagi PN Suka Makmue tak segera eksekusi terhadap perkusiusahaan ini.

“Jika,  PN Suka Makmue berdalih eksekusi belum terlaksana karena belum ada hasil dari penilaian aset Kallista Alam, ya seharusnya PN berperan dalam penghitungan aset ini.”

“Apakah dalam bentuk pendampingan penilaian aset atau meminta bantuan kepolisian untuk pengamanan terhadap tim penilai agar jangan sampai ada gangguan, penolakan dan penghadangan,” katanya.

Kalaupun ada penolakan dan penghadangan dari masyarakat, katanya, pengadilan bisa meminta pihak berwajib menindak pelaku karena menghalang-halangi penegakan hukum.

Dia juga menilai aneh ada penghadangan dari ‘masyarakat’ ini. “Yang dieksekusi itu kan Kallista Alam, kenapa masyarakat yang menghadang? Patut kita duga ada yang memprovokasi dengan memberikan informasi tidak benar. Atau jangan-jangan ini suruhan agar proses eksekusi tertunda terus,” kata Fahmi.

Kalau putusan pengadilan terhadap Kallista Alam ini tidak berjalan, kata Fahmi, akan memberikan citra dan contoh buruk terhadap penegakan hukum di Indonesia terutama penegakan hukum lingkungan.

Saat ini,  banyak putusan pengadilan dengan kasus serupa Kallista Alam alias sudah vonis dan berkekuatan hukum tetap tetapi belum eksekusi. Kalau, ada contoh eksekusi tak jalan, katanya, kemungkinan besar putusan lain juga alami nasib serupa.

Selain itu, eksekusi terhadap perusahaan ini penting, katanya, juga menepis kesan penegakan hukum hanya terlaksana atau kuat bagi masyarakat biasa. “Untuk korporasi ditunda-tunda.”

Senada dikatakan Gaussyah, Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Dia mengatakan, secara hukum, putusan terhadap Kallista Alam sudah berkekuatan hukum tetap dan tak ada alasan bagi perusahaan menghindar dari kewajiban hukum.

Eksekusi, katanya, sangat tergantung politik hukum atau kemauan pemerintah.  Karena secara hukum sudah selesai, katanya, sekarang tergantung apakah secara politik pemerintah mau mengeksekusi putusan hukum ini atau tidak.

Gaussyah  bilang, yang terlibat dalam eksekusi setiap putusan hukum adalah Ketua Pengadilan Negeri, jurusita atau panitera, pemohon eksekusi, termohon eksekusi dan kepolisian untuk memberikan bantuan pengamanan. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi juga harus terlibat untuk menyelamatkan keuangan negara atau potensi pendapatan negara.

Dalam UU, KPK bertugas menindak atau melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap.

“Ini tugas yang diamanatkan UU kepada KPK, hingga lembaga negara ini wajib turun ikut terlibat dalam eksekusi Kallista Alam.”

Kalau Ketua Pengadilan Negeri tak berani bertindak, katanya, Mahkamah Agung dapat mengambil peran membantu PN Suka Makmue.

“Ini penting untuk memberikan kepastian hukum, kepolisian juga harus terlibat aktif membantu proses penegakan hukum ini,” katanya.  (Selesai)

 

Baca juga: PT. Kallista Alam Tetap Melawan, RAN: Perusahaan Masih Beroperasi di Rawa Tripa

Penutupan kanal di lahan gambut di Rawa Tripa. Foto: Junaidi Hanafiah/ Mongabay Indonesia

 

Operasi perusahaan di kebun sawit mereka di Rawa Tripa masih terus jalan walaupun vonis bersalah sudah berkekuatan hukum tetap. Foto: Junaidi Hanafiah/ Mongabay Indonesia

*******

 

 

Exit mobile version