Mongabay.co.id

Berharap Gunung Pesagi, Gunung Raya, Mekakau, dan Saka Menjadi Habitat Gajah Sumatera

 

 

Baca sebelumnya:

Gunung Raya, Rumah Gajah Sumatera yang Hilang

Gajah Sumatera yang Tidak Lagi Mendatangi Danau Ranau

Dulu Bersahabat, Kenapa Sekarang Manusia Memusuhi Gajah?

**

 

Dari masa lalu hingga hari ini, hutan dataran tinggi di Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan, merupakan habitat gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus]. Meskipun luasan hutan terus berkurang, banyak gajah ditangkap dan dipindahkan, namun sejumlah individu masih bertahan. Apa yang harus dilakukan?

“Harus dipertahanankan habitatnya dan dibuat koridor. Menghilangkan gajah yang hidup di OKU Selatan sama saja melawan hukum alam, yang dampaknya sangat buruk bagi kehidupan manusia dan lingkungan,” kata Hendra Setyawan dari Jejak Bumi Indonesia [JBI], sebuah organisasi peduli lingkungan di Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, awal Januari 2023.

Harus ada modal untuk mempertahankan hutan di Kabupaten OKU Selatan sebagai habitat dan koridor gajah. Pertama, secara budaya masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang arif dengan gajah. Mereka hidup harmonis.

“Pengetahuan ini dimiliki Suku Ogan, Suku Kisam, Suku Ranau, Suku Dayo, dan Suku Komering, yang hidup di sekitar atau di dalam hutan,” kata Hendra.

Kedua, hutan harus dipertahankan. Di OKU Selatan belum ada aktivitas penambangan mineral yang membuka dan mengubah bentang alam.

“Hutan konservasinya sekitar 173.029,38 hektar, seperti hutan lindung dan suaka margasatwa, serta hutan produksi [17.845 hektar] dan hutan produksi terbatas [10.238 hektar],” katanya.

 

Gajah sumatera di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Yusuf Bahtimi, peneliti gajah yang tengah menyelesaikan doktoral di Universitas Oxford, Inggris mengatakan, populasi gajah di OKU Selatan merupakan gajah sumatera tersisa yang hidup di dataran tinggi di Sumatera Selatan.

“Kondisinya kian kritis. Semua gajah sumatera tersisa harus dijamin ruang hidupnya. Termasuk di wilayah dataran tinggi OKU Selatan,” kata Syamsuardi, Ketua PJHS [Perkumpulan Jejaring Hutan dan Satwa].

Gajah itu menjaga hutan. Hutan itu sumber kehidupan kami.

“Sebenarnya, kami kecewa dengan pemindahan gajah saat konflik dulu [1985-1990-an], sebab masih ada cara lain. Misalnya, menghentikan semua aktivitas yang membuka hutan,” kata Iptoni [57], warga Desa Tanjung Kemala, Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan.

 

Hutan di Sumatera Selatan yang berkurang untuk dijadikan permukiman dan alih fungsi lahan lainnya. Foto drone: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Gunung Pesagi-Gunung Raya

Satu potensi penetapan habitat dan koridor gajah di Kabupaten OKU Selatan adalah Lanskap Gunung Pesagi-Gunung Raya. Sebab, masih banyak ditemukan kelompok gajah dan hutannya juga lebat.

“Kami yakin masi ada belasan hingga puluhan gajah. Hutannya juga berpotensi dihubungkan dengan kawasan TNBBS [Taman Nasional Bukit Barisan Selatan] di Lampung,” ujar Hendra.

Permukiman yang berada Lanskap Gunung Pesagi-Gunung Raya sebanyak 16 desa. Ada Pagar Dewa, Sukajaya, Kotabatu, Tanjung Jati, Tanjung Baru, Way Wangi, Gendung Ranau, Gunung Raya, Gunung Aji, Pilla, Bedeng Tiga, Sigigok Raya, Bumi Agung, Kiwis Raya, Mekar Sari, Remanam Jaya, serta sebagian desa yang masuk Kecamatan Buay Pemaca seperti Desa Sidodadi dan Desa Duren Sembilan.

Wilayah lain yang berpotensi dijadikan habitat dan koridor gajah adalah Mekakau-Saka. Desa yang berada di Mekakau atau di Kecamatan Mekakau Ilir sebanyak 15 desa yakni Air Baru, Bunut, Galang Tinggi, Kemang Bandung, Kepayang, Kota Baru, Kota Dalam, Pere’an, Pulau Duku, Selabung Belimbing Jaya, Sinar Marga, Sri Menanti, Sukaraja, Tanjung Besar, dan Teluk Agung.

“Saat ini populasi gajah di OKU Selatan dari berbagai kantong kisaran 100-an individu. Ini berdasarkan informasi berbagai kelompok masyarakat yang kami kumpulkan, yang melihat sejumlah kelompok gajah antara 5-8 individu. Tapi memang dibutuhkan penelitian lebih lanjut,” jelas Hendra.

Syamsuardi menambahkan, upaya perlindungan gajah di OKU Selatan dapat dimulai dengan mengoptimalkan fungsi Suaka Margasatwa Gunung Raya. Caranya, dengan menjaga Gunung Raya dari kerusakan, terutama dari perambahan.

“Selain itu memberikan penyadaran terhadap masyarakat dan pelaku usaha yang hidup di sekitar Gunung Raya dan koridornya untuk tidak berkonflik dengan gajah. Mengembalikan pengetahuan milik masyarakat lokal bahwa gajah bukan hama, tapi sahabat manusia.”

 

Salah satu lokasi yang dulunya tempat beristirahat kelompok gajah di Gunung Raya. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Forum bersama

Ada sejumlah tahapan untuk menjadikan hutan di OKU Selatan menjadi habitat dan koridor gajah sumatera tersisa.

Pertama, membentuk forum bersama semua pihak sehingga dapat dipetakan perhatian utama masing-masing pihak. Mulai masyarakat lokal, pendatang, pelaku usaha, pemerintah, dan organisasi konservasi,” kata Yusuf.

Forum ini memiliki pemahaman yang sama tentang konservasi. Konservasi sebagai suatu upaya inklusif dalam hidup harmonis dengan alam, sebagaimana kita pahami dalam visi bersama dalam Convention on Biological Diversity [UN CBD], yakni living in harmony with nature.”

“Artinya, konservasi bukan sesuatu yang eksklusif. Menjadi milik seorang atau beberapa pihak, yang kemudian pihak tersebut sebatas menjadi penegak aturan atau policing bagi pihak lain.”

Kedua, menjadikan ilmu pengetahuan berada di depan. Bukan terbatas sains [science], tapi juga disiplin lain dalam ilmu-ilmu humaniora dan sosial. Ilmu pengetahuan yang dikedepankan juga harus mengedepankan pandangan alam [worldview] khas masyarakat kepulauan Melayu. Juga, mengadopasi pemahaman masyarakat di OKU Selatan yang menyatakan ruang hidupnya bagian dari Bukit Barisan.

“Menjadikan Danau Ranau sebagai Cagar Biosfer UNESCO, sehingga menyatu dengan wilayah TNBBS yang sudah ditetapkan pemerintah, bisa pula dilakukan.”

Ketiga, mengakui dan memfasilitasi keberadaan komunitas adat di OKU Selatan. Salah satu penyebab berkurangnya populasi gajah di OKU Selatan adalah melemahnya peranan hukum adat dengan hadirnya pemerintahan desa.

“Jika sebelumnya hutan dijaga masyarakat adat, dengan hadirnya pemerintahan desa, hutan bukan lagi menjadi tanggung jawab mereka dengan hukum adatnya,” tegasnya.

 

Exit mobile version