Mongabay.co.id

Pertanian Organik dengan Hidroponik, Mengapa Tidak?

 

 

Kesadaran untuk hidup sehat sekaligus ingin berkontribusi positif terhadap lingkungan, mendorong sejumlah orang mengonsumsi produk organik. Bahkan, sebagian ada yang menaman sendiri, baik sebagai hobi maupun bagian dari ketahanan skala kecil.

Benarkah pertanian organik, seperti hidroponik, butuh lahan luas dan keterampilan khusus?

Tentang ini masih menjadi perdebatan. Ada yang berpendapat bahwa pertanian organik wajib dilakukan di atas tanah, karena berkaitan dengan cara membuat ekosistem sehat yang berdampak pada lingkungan. Seperti diketahui, mikroorganisme membantu menyuburkan tanah dan memperkayanya dengan unsur hara yang diserap tanaman.

Sementara kelompok lain mengatakan, pertanian hidroponik lebih hemat dalam penggunaan air dan energi, dibanding pertanian konvensional di atas tanah. Selain itu, pertanian hidroponik bisa dilakukan di mana saja, di gedung bertingkat sekalipun, sehingga bisa mendekatkan produksi pertanian ke konsumen yang berarti mengurangi jejak karbon.

Namun secara umum, prinsip bertani secara organik bisa dilakukan di lahan sempit, yang umumnya berada di wilayah urban. Di sudut kampung, di atas gedung bertingkat, di lahan tak terpakai, yang banyak terdapat di kawasan perkotaan. Prinsip dasarnya bisa diterapkan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Asal mau belajar mempraktikkannya.

Di negara-negara maju saat ini ada kecenderungan tumbuhnya pertanian hidroponik dalam skala industri. Mereka menggunakan teknologi terkini, termasuk kecerdasan buatan untuk meniru kondisi alamiah, sehingga bisa meningkatkan produksi pertanian tanpa tergantung musim, iklim, dan lokasi.

Baca: Pertanian Organik sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan

 

Hidroponik yang merupakan solusi pertanian organik di wilayah urban. Foto: Pixabay/sippakorn/Publik Domain

 

Apa prinsip dasar pertanian organik? Mengacu pada International Federation of Organic Agriculture Movement [IFOAM], organisasi dengan keanggotaan lebih dari 100 negara, pertanian organik memiliki empat prinsip dasar.

Pertama, kesehatan. Pertanian organik harus mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tanah, tumbuhan, hewan, manusia, serta Bumi sebagai satu kesatuan. Kedua, ekologi. Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan ekologi yang lestari dan  berkelanjutan.

Ketiga, keadilan. Pertanian organik harus dibangun di atas hubungan yang menjamin keadilan lingkungan bersama dan hak untuk hidup. Keempat, kepedulian. Pertanian organik harus dikelola sungguh-sungguh dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan masa datang, juga lingkungan.

Merujuk Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia [FAO], pertanian organik merupakan satu cara pertanian berkelanjutan. Contoh lain, sistem pertanian dengan merotasi tanaman, tumpangsari, atau pertanian terintegrasi yang menggabungkan perternakan dengan pertanian.

Dua hal yang menurut FAO tidak bisa dilepaskan dari pertanian organik, jika itu menyangkut aturan dan sertifikasi organik, adalah hampir semua bahan sintetis dilarang digunakan dan tanah tempat tumbuh tanaman harus semakin baik.

Baca: Kebun Hidroponik di Atap Hotel, Siasat Pasok Pangan di Nusa Penida

 

Kebun wisata petik melon hidroponik di green house Desa Besito, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Pentingnya mikroorganisme

Guru Besar Perlindungan Hama dan Penyakit Tanaman Universitas Hasanuddin Makassar, Sylvia Sjam dalam tulisan Mongabay sebelumnya, menjelaskan penanganan hama dan penyakit tidak hanya melalui pestisida sintetik. Sementara pupuk alami bisa dibuat sendiri yang lebih murah dan terjangkau, sekaligus sehat bagi ekosistem pertanian. Pengetahuan ini harus disebarluaskan kepada para petani.

“Tanah subur membuat tanaman jauh lebih bagus tumbuhnya,” katanya beberapa waktu lalu.

Jika tanah banyak mengandung bahan sintetik maka mikroorganisme tidak berkembang. Padahal, mikroorganisme berfungsi penting menjaga keseimbangan ekosistem.

Sylvia mencontohkan, penggunaan pupuk urea cukup tinggi untuk padi dan sayur-sayuran, justru berdampak menurunkan kualitas tanah dan membunuh mikroorganisme tanah.

“Dikarenakan pertanian organik menggunakan bahan-bahan alami, maka pada sistem hidroponik unsur yang diperlukan tumbuhan sebagai makanan juga harus alami.”

Baca juga: Pertanian Bawah Tanah, Solusi Pangan Masa Depan?

 

Kebun hidroponik yang dikembangkan Setiaji Bintang Pamungkas di Kelurahan Hajimena, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Lampung. Foto: Chairul Rahman/Mongabay Indonesia

 

Biasanya, para petani akan memanfaatkan kompos yang dimasukkan ke dalam kantong lalu dimasukkan ke media air tempat tumbuh tanaman. Nutrisi yang terlarut menjadi sumber makanan tumbuhan itu.

Bahan lain yang sering digunakan sebagai pupuk alami hidroponik adalah minyak ikan, tepung darah, tepung cangkang telur, juga rumput laut. Sementara untuk mengusir hama bisa menggunakan larutan bawang atau cengkih. Penggunaannya pun sangat hemat. Sebagai pupuk dasar, untuk satu galon air, hanya diperlukan sekitar satu setengah sendok teh minyak ikan, rumput laut, dan tepung darah.

Dalam skala industri, investor mempergunakan hasil penelitian laboratorium untuk memformulasikan ukuran pemberian pupuk yang tepat bagi tanaman hidroponik. Begitupun dengan suhu dan cahaya yang diperlukan. Untuk skala lebih kecil, misalnya rumah tangga, bisa dilakukan dengan cara memberikannya sedikit demi sedikit terlebih dahulu sampai dirasa paling optimal bagi tanaman.

Bagi yang memiliki lahan terbatas, namun berharap bisa memetik daun selada atau buah tomat organik sendiri, maka menanam dengan cara hidroponik bisa menjadi solusi. Selain lebih yakin terkait asal usul makanan karena dari hasil menanam sendiri, kegiatan merawat tanaman pun bisa mengusir stres. Tertarik?

 

Exit mobile version