Mongabay.co.id

Penampungan Arang Bakau Diduga Ilegal di Batam Kena Segel

 

 

 

 

Rombongan DPR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BRGM dan instansi terkait lain inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan ekspor arang bakau di Batam, Kepulauan Riau, 25 Januari lalu. Mereka menyegel setidaknya tiga penampungan arang bakau diduga ilegal.

Diduga ratusan ribu batang bakau ditebang untuk keperluan ekspor ke Singapura dan Malaysia bahkan sampai Arab Saudi ini. Sumber arang bakau dari berbagai daerah, mulai dari Batam, Lingga, Karimun dan paling banyak dari Maranti, Riau.

Rombongan DPR juga mendapati ternak ayam berada di lahan berstatus taman buru. Sudin, Ketua Komisi IV DPR memerintahkan untuk menyegel semua yang melanggar, meskipun ada bekingan.

Kerusakan hutan mangrove di Kota Batam, Kepulauan Riau,  jadi atensi pemerintah pusat. Tak hanya kerusakan karena penimbunan untuk pembangunan tetapi penebangan mangrove untuk arang bakau.

Menindak lanjuti berabagai laporan, rombongan Komisi IV DPR mendatangi tiga lokasi perusahaan penampungan arang bakau ilegal di Batam.

 


Dalam rombongan yang diketuai Sudin ini, ikut juga Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KLHK.

Dalam kondisi hujan lebat rombongan memasuki penampungan pertama di dekat Jembatan 5, Sembulang, Batam. Penampungan berukuran sekitar setengah lapangan bola ini tepat di tepi laut. Tampak tersusun karung putih berukuran sedang. Di dalam karung sudah berisi arang bakau siap ekspor.

“Hari ini kita temukan ada tempat penampungan arang produksi hutan bakau di hutan konversi yang izin belum turun (keluar),” kata Sudin.

Dia bilang, setidaknya ada 11 titik penampung arang yang akan disegel. Sudin minta para pemilik diperiksa. “Kita minta Gakkum periksa 11 titik itu, melihat kesalahan mereka dan sanksi hukumnya,” katanya.

Saat sidak, sempat memanggil pemilik tetapi seorang pekerja mengatakan pemilik sedang pulang kampung ke Medan,  Sumatera Utara. “Bos pulang kampung,” kata Mardi pengawas di perusahaan itu.

Dia bilang, proses ekspor arang bakau ini melalui jalur resmi di Pelabuhan Batu Ampar.

 

Arang bakau di penampungan. Foto: Ypgi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Surat izin berkop KLHK

Sidak berlanjut ke Kuala Buluh, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Batam, sekitar 20 menit dari lokasi pertama. Di bagian depan gerbang masuk bertuliskan PT Anugerah Makmur Persada (AMP) berada  di pesisir laut.

Ada gudang penampungan arang bakau dan beberapa tungku tempat pembakaran kayu jadi arang. Dari google map setidaknya perusahaan ini memiliki tiga lokasi terpisah.

Sudin meradang ketika pemilik perusahaan menunjukkan surat izin nota pengangkutan arang bakau bekop logo KLHK. Sudin menanyakan kepada Rasio, Dirjen Gakum, bilang tak tahu.  Bertanya ke pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri juga.

“Saya minta usut logo itu.”.

Sudin juga memanggil salah seorang penyidik Gakkum di Batam. Dia menanyakan penindakan selama ini karena perusahaan sudah berlangsung puluhan tahun.

Setidaknya seharian itu rombongan menyegel tiga penampungan arang bakau siap ekspor ke berbagai negara. Di lokasi terakhir arang bakau sudah dikemas kardus bertuliskan bahasa Mandarin, dengan label ‘made in Indonesia’.

 

Gudang arang bakau disegel. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

Roy, sapaan akrab Rasio mengatakan, perusahaan ekspor ini berada di kawasan hutan produksi konversi yang tidak ada izin sama sekali. Mereka melanggar setidaknya UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Kehutanan.

Dia akan menurunkan penyidik KLHK untuk melakukan pemeriksaan di 11 lokasi yang terindikasi terjadi kegiatan ilegal itu.

Junaidi, pemilik AMP mengatakan, perusahaan hanya menerima arang jadi untuk ekspor. Sedangkan dokumen produksi arang atau dapur berada di lokasi produksi. “Arang bakau ini dari Meranti, Lingga dan Karimun, ada juga Batam,” katanya.

Arang bakau itu mereka ekspor ke Jepang, Taiwan, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi. “Satu bulan kita bisa kirim 30-an kontainer, satu kontainer 800 karung. Kita beli satu kilogram Rp5.000,” katanya.

Kalau sebulan 30 kontainer,  satu bulan setidaknya 24.000 karung alias pertahun 288.000 karung.

“Kita ekspor dari Pelabuhan roro Sekupang dan Batu Ampar.”

 

 

Junaidi enggan menyebutkan harga jual di luar negeri satu karung arang bakau.

Dia bilang, di Tembelan aka nada dapur. “Sudah dibangun, sudah dapat izin juga, kalau itu saya produksi sendiri,” katanya.

Junaidi sudah bekerja puluhan tahun di usaha arang bakau. Untuk usaha AMP baru tujuh tahun.

Hendrik Hermawan,  pendiri Akar Bhumi Indonesia mengatakan, pemerintah daerah seperti kecolongan dalam kasus ini karena penampungan arang bakau ekspor ini sudah puluhan tahun.

“Apakah pemerintah daerah buta atau dibutakan? Kenapa ini dibiarkan, pemerintah bisa kita sebut kecolongan,” katanya.

Selain arang bakau, penimbunan mangrove Ilegal banyak terjadi di Batam. “Kita minta DPR juga memperhatikan kerusakan mangrove dari penimbunan (reklamasi) untuk pembangunan di Batam,” katanya.

 

Arang bakau sedang proses pembungkusan. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia

 

*******

 

Exit mobile version