Mongabay.co.id

Jamur Zombie di Dunia Nyata yang Menginspirasi Film Serial Populer ‘The Last of Us’

 

 

Dalam film-film zombie yang mungkin sering kita tonton, seperti The Walking Dead, World War Z, Train to Busan, atau banyak film lain, diceritakan bagaimana virus yang misterus dengan cepat mengubah manusia menjadi monster haus darah.

Tapi, dalam film seri yang saat ini populer di HBO, The Last of Us, mengambil perspektif berbeda bagaimana manusia bisa berubah menjadi zombie yang ganas.

Dalam film tersebut, inang manusia pembawa patogen bukanlah “mayat hidup”, justru mereka masih hidup. Bukan juga virus yang menginfeksi mereka, melainkan jamur. Yang menjadi pertanyaan banyak orang adalah, apakah jamur itu ada di kehidupan nyata?

Film ini bercerita bahwa jamur mematikan tersebut berasal dari sebuah gudang terigu di Jakarta, sebelum menjangkiti beberapa orang dan menjalar ke seluruh dunia, termasuk ke AS, setting film tersebut.

The Last of Us dibuat berdasarkan game populer produksi 2013. Siapa sangka, pembuat permainan tersebut mengatakan bahwa mereka terinspirasi serial dokumenter “Planet Earth” BBC, saat jamur mengambil alih pikiran semut. Para ahli jamur tentu saja tidak ambil pusing bagaimana patogen jamur bisa mengambil alih manusia dengan mengendalikan pikiran.

Menurut Davis David Hughes, ahli entomologi di Penn State University, dikutip dari The Washington Post, hal tersebut tidak masuk akal. Meski begitu, ada ilmuwan yang, meski sependapat dengan Davis Hughes, menyatakan bahwa ada beberapa bagian dalam game dan film The Last of Us yang terinspirasi sains nyata.

“Ini tidak terlalu mengada-ada bagi saya. Memang terdenger seperti fiksi, namun dalam taraf tertentu, benar kejadian [meski bukan pada manusia],” kata Matthew Kasson, ahli mikologi di Universitas Virginia Barat.  Selain itu, gagasan tentang perubahan iklim dan penyakit yang sedang dihadapi para ilmuwan saat ini, perlu digarisbawahi, tambahnya.

Dalam film dokumenter “Planet Earth” yang ditayangkan BBC yang menginspirasi game The Last of Us, jamur Ophiocordyceps menginfeksi semut peluru. Jamur tumbuh dalam serangga, mengubah separuh tubuhnya menjadi jamur. Yang menarik, otak semut tetap utuh, memungkinkannya memanipulasi perilaku serangga.

Ophiocordyceps mengarahkan semut untuk memanjat dahan pohon, lalu mati di sana. Kemudian, jamur tumbuh dari kepala semut, memungkinkannya menyebarkan spora secara efektif dan menginfeksi lebih banyak inang.

Tiga puluh lima spesies Ophiocordyceps diketahui dapat memengaruhi perilaku serangga dan para ahli memperkirakan bahwa ratusan lainnya masih belum ditemukan, kata João Araújo, ahli mikologi dari New York Botanical Garden.

Ada juga jamur Ophiocordyceps dan Cordyceps yang menginfeksi serangga lain seperti tawon dan lalat, bahkan laba-laba. Lalu ada kelompok jamur lain, dalam urutan Entomophthorales, yang juga melakukan manipulasi -dan spesies ini tidak terlihat seperti Ophiocordyceps. Manipulasi telah berevolusi berkali-kali di seluruh kerajaan jamur. Keanekaragaman hayati jamur ini mungkin sangat tinggi, para ilmuwan belum menemukan semuanya.

Baca: Terungkap. Rahasia Tardigrada Sebagai Hewan Paling Tangguh di Dunia

 

Semut Ophiocordyceps. Sumber: Flickr/Katja Schulz/Public Domain

 

Bagaimana jamur bisa menginfeksi semut, dan ‘mengambil’ alih?

Menurut de Bekker, dikutip dari CNN, awalnya semut mengambil spora [sejenis benih jamur] ketika mereka pergi mencari makan. Spora menginfeksi sel semut dan jamur mulai tumbuh di tubuhnya.

Semula, semut mungkin bertindak normal. Namun lambat laun, ia berhenti berpartisipasi dalam upaya mencari makan di koloninya, dan berhenti berkomunikasi dengan kawanannya.

Kemudian, semut ini mulai menjadi hiperaktif dan tidak lagi memiliki ritme harian yang sama dengan semut lainnya. Sebagian besar semut tukang kayu [Camponotus] misalnya, mencari biasa makan malam hari, tetapi setelah terinfeksi, mereka aktif sepanjang waktu.

Semut yang terinfeksi kemudian mengembara, menjauhi koloninya, mencari tempat di hutan untuk memanjat dan menggigit [ranting atau tanaman merambat]. Di sinilah jamur dengan cepat memakan tubuh semut dari dalam, dan inangnya.

Jamur menggunakan energi itu untuk menumbuhkan batang dengan tubuh buah yang memiliki spora, yang akan terbang keluar dan menginfeksi semut semut lain.

Dengan memanjat lebih tinggi di hutan, semut pada dasarnya membantu jamur menyebarkan spora. Tempat spesifik yang dipilih dapat membantu perkembangan jamur. Seluruh proses ini bisa memakan waktu berhari atau berminggu, bahkan berbulan.

“Tidak seperti di film zombie, atau The Last of Us, mereka berubah menjadi zombie atau monster dalam hitungan detik atau menit,” kata de Bekker.

Baca: Baikal, Danau Tertua dan Terdalam di Dunia yang Dihuni Ikan Kanibal

 

Ophiocordyceps unilateralis atau yang dikenal dengan nama serangga zombi. Sumber: Wikimedia Commons/David P. Hughes, Maj-Britt Pontoppidan/Free to share

 

Namun, beberapa tema dari game dan film The Last of Us memang relevan bagi para ilmuwan saat ini. Salah satunya adalah infeksi jamur pada manusia relatif kurang dipelajari dan sulit diobati. Sementara kita menghirup spora jamur dengan setiap napas, kebanyakan tidak berbahaya, kata de Bekker.

Dari 1,5 hingga 5 juta spesies jamur, manusia hanya menjadi sakit dari beberapa ratus di antaranya, yang sebagian besar mengancam orang dengan gangguan kekebalan tubuh.

Tetapi lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terkena infeksi jamur yang serius setiap tahun, dan sekitar 1,5 juta di antaranya meninggal, menurut laporan dari Wired’s Rose Eveleth, tahun 2021. Bagian dari apa yang membuat infeksi ini mematikan adalah karena sangat sulit diobati.

“Jamur lebih dekat kekerabatannya dengan hewan daripada tanaman,” kata Matthew Kasson. “Sulit untuk melawan mereka tanpa melawan diri kita sendiri. Jadi, mereka harus menemukan jenis senyawa khusus yang dapat membunuh jamur tanpa membahayakan inangnya.”

“Umat manusia harus melakukan lebih banyak usaha dalam mempelajari jamur, kerajaan terbesar di planet ini,” kata Arturo Casadevall, ahli mikrobiologi di Johns Hopkins.

Baca juga: Asli Indonesia, Mengapa Dinamakan Pepaya California?

 

Morfologi Ophiocordyceps unilateralis. Sumber: Wikimedia Commons/Lenapcrd/Free to share

 

Dalam game dan film The Last of Us juga ditunjukkan bahwa yang mendorong planet ini bisa diambil alih oleh jamur adalah suhunya yang menghangat. Sebagian besar jamur lebih menyukai suhu yang lebih rendah daripada tubuh manusia, kata de Bekker.

“Itu tidak aneh, argumen bahwa pemanasan global telah meningkatkan toleransi termal jamur,” Ilan Schwartz, yang mempelajari infeksi jamur invasif di Duke University, North Carolina.

“Itu belum terbukti. Ini adalah hipotesis dan ini terjadi dalam skala yang cukup lambat. … Tapi itu mungkin terjadi”

Jamur Candida auris, yang kebal terhadap beberapa obat antijamur dan mengancam orang dengan sistem kekebalan yang lemah, diteorikan telah beradaptasi dengan suhu tubuh manusia menurut sebuah studi.

Tapi jangan panik, pandemi jamur yang meluas tidak mungkin terjadi karena infeksi menyebar pada manusia, kata Dimitrios Kontoyiannis, ahli mikologi di University of Texas.

Apalagi, ada fakta bahwa manusia telah lama makan jamur Cordyceps, selama berabad sampai sekarang tanpa menjadi zombie. Jamur ini juga adalah bahan obat tradisional Tiongkok, digunakan untuk mengobati penyakit ginjal dan lainnya. Bahkan, banyak perusahaan medis dunia memasarkannya.

De Bekker menyatakan, segala sesuatu di tubuh manusia sangat berbeda dari serangga yang biasanya diinfeksi oleh jamur ini, termasuk fisiologi kita, jaringan saraf dan dan suhu tubuh kita. Jamur berevolusi mengembangkan strategi untuk memanipulasi inang serangga tertentu selama jutaan tahun.

“Mereka bukan generalis. Setiap spesies hanya tahu cara menangani satu serangga tertentu,” pungkasnya. [Berbagai sumber]

 

Exit mobile version