Mongabay.co.id

Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur

 

 

 

 

Tumpukan batubara menggunung di tepian sungai di Sanga Sanga Muara RT 7, Kecamatan Sanga Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Januari lalu.  Dua eksavator sedang beraksi mengumpulkan benda hitam pekat itu di pelabuhan penumpukan batubara yang berada di tengah pemukiman ini.

Tambang batubara diduga ilegal ini sempat setop ketika ramai soal Ismail Bolong, seorang pemilik tambang batubara ilegal—tetapi Januari 2023,  alat berat sudah Kembali beraktivitas.

“ Dua puluh hari tiarap, lanjut aktivitas kembali,” kata warga setempat.

Pelabuhan batubara yang sudah beraktivitas sekitar satu tahun itu berpagar tembok setinggi tiga meter  dengan luas satu lapangan sepak bola ini.

Debu berterbangan, bising dan getaran dari aktivitas di pelabuhan batubara ini  mengganggu kenyamanan warga.

“Rumah sudah retak dan seng atap rumah bocor. Air yang dipergunakan sehari hari sudah tercemar limbah batubara,” kata Suhartono, warga setempat.

Sebagian warga terdampak sudah melaporkan kepada pemerintah dan aparat, dari kecamatan hingga provinsi mendesak agar aktivitas mengganggu ini setop.

Dedy, warga Sanga Sanga mengatakan, masih ada sekitar 20 pelabuhan diduga ilegal di sekitar Sanga-sanga hingga Anggana Kutai Kartanegara.

Eksploitasi tambang batubara ilegal sudah berlangsung lama di Kalimantan bersamaan ketika marak terbit izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah kabupaten dan kota mulai awal 2000-an.

 

 

Empat tahun terakhir mulai 2018 ini terutama di Kalimantan bagian timur, tambang ilegal makin menggila. Kasus tambang batubara ilegal ini jadi ramai, setelah video Ismail Bolong, mantan polisi juga pemilik tambang batubara ilegal jadi viral. Kasus Ismail masih proses hukum.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, sepanjang empat tahun terakhir ada 168 titik tambang batubara ilegal beroperasi di provinsi dengan luas wilayah sekitar 12 juta hektar ini.

Mareta Sari, Dinamisator Jatam Kaltim mengatakan, sejak 2018, Jatam sudah  melaporkan aktivitas tambang ilegal  kepada kepolisian di 11 titik  sampai November 2022. Laporan itu minim penindakan.

Dia bilang, hanya dua titik ditindaklanjuti, yakni, kasus tambang ilegal di Muang Dalam dengan Makroman di Samarinda.

Di media sosial kembali beredar rekaman pada 21 Januari 2023 tambang batubara ilegal kembali beroperasi di Muang Dalam.

Meski demikian,  Mareta tak menampik bisa jadi kepolisian sudah menindak di kasus tambang batubara ilegal selain laporan Jatam. “Mungkin mereka sudah melakukan penindakan karena tidak harus menyampaikan kepada Jatam juga,” katanya.

Polisi melakukan penindakan di Jonggon Kutai Kartenegara, beberapa bulan lalu. Penindakan itu dilakukan setelah cerita Ismail Bolong mencuat di media sosial.

 

Protes atas tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

Pola kejahatan tambang ilegal

Muhammad Jamil, Koordinator Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)  merinci pola operasi tambang ilegal ini, bukan sekadar tambang tak berizin, juga ada yang justru berizin tetapi masuk kategori ilegal.

Pola operasi tambang ilegal, kata Jamil seperti yang lazim dikenal di Kaltim sebagai tambang ’koridor’. Tambang jenis ini dikenal beraksi di kawasan area yang terhimpit dua perizinan. “Jaraknya bisa beberapa meter hingga ratusan meter,” kata Jamil tahun lalu.

Mareta memberikan contoh,  tambang koridor berlangsung di Desa Sumber Sari,  Kecamatan Loa Kulu,  Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tambang itu, katanya, berada di antara dua izin konsesi PT MHU dan PT MPP.

Bentuk lainnya, eksploitasi tambang di pertambangan legal, namun oleh orang yang tak memiliki dokumen izin pertambangan resmi. Model seperti ini,  katanya,  banyak terjadi di berbagai wilayah mulai dari Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, Kaltim dan Kalimantan Utara. “Mereka menyerobot masuk pada pemilik izin tambang.”

Pola lain,  katanya, tambang ilegal oleh tambang berizin. “Beroperasi di wilayah yang sesungguhnya dilarang Undang-undang,” katanya, seraya contohkan, penambangan di luar izin dengan melewati batas konsesi.

“Misal, izin mereka 1.000 hektar tetapi menambang di luar yang tidak diberi izin.”

Dia juga menyebut pola tambang terbuka di kawasan hutan lindung. Kawasan yang wajib penambangan bawah tanah, itu sesungguhnya juga ilegal. Juga, ketika menambang di kawasan hutan produksi dapat dikonversi tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan juga termasuk kategori ilegal. Selain itu, katanya, menambang di kawasan rawan bencana.

“Kalaupun bisa harus ada kajian bencana,” kata Jamil. Wadas, misal, mau ada tambang untuk material Bendungan Bener, tetapi tidak punya kajian.

Begitu juga nasib beberapa pulau-pulau kecil yang secara eksplisit disebutkan dalam UU Pesisir dan Pulau Kecil, soal pelarangan pertambangan mineral di bawah luas 2.000 km persegi. “Banyak tambang (beropesrasi)  [di pulau] di bawah 2.000 km,” katanya.

Pertambangan ilegal ini, katanya,  sudah pasti tak punya dokumen lingkungan hidup dan tidak menetapkan kaidah lingkungan hidup.

Dia menilai,  tambang ilegal ini menimbulkan daya rusak lingkungan dan sosial. “Di wilayah tambang selalu ada konflik, jenis-jenis uang baru. Uang debu uang bising. Nama-nama sungai juga berubah.”

Jamil menyayangkan, sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama ini hanya menindak tambang ilegal di kawasan hutan. “Itu penghinaan serius terhadap masyarakat korban.”

Padahal,  KLHK memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum baik administratif maupun pidana terhadap tambang merusak, termasuk pertambangan tanpa izin.

 

Tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur, terus beraksi. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

Imingiming

Aktor tambang ilegal kerap berdalih sebagai pemberdayaan warga.  Pada 2019, tambang ilegal di Kecamatan Marang Kayu,  Kutai Kartanegara, marak.  Salah satu cara penambang meminimalkan protes dengan melibatkan warga setempat menjadi bagian dari aktivitas pertambangan ilegal itu.

Mareta menyebut ini seperti jebakan. Pada masa-masa sulit saat pandemi, kata Eta,   warga kesulitan ekonomi– susah cari pekerjaan— akhirnya masuklah dalam jeratan pertambangan ilegal.

“Mereka jadi pekerja di dalamnya bahkan juga jadi bagian. Misal,  menyewakan kendaraan untuk pertambangan. Atau jadi pekerja harian yang jaga perlintasan,” ucap Mareta.

Kemungkinan besar, katanya,  masyarakat tidak tahu kalau tambang itu ilegal. Pemerintah juga abai menginformasikan lebih awal kalau ada aktivitas ilegal yang harus dihindari masyarakat.

Romiansyah, warga Santan, Marang Kayu mengatakan, tambang batubara di hulu Kecamatan Marang Kayu, Kutai Kartanegara,  yang berbatasan dengan Kota Bontang,  sudah berlangsung sejak lama.

Perusahaan berizin yang beroperasi di Santan antara lain, PT Indominco Mandiri, PT Mahakam Sumber Jaya, PT Santan Bara. Ekonomi tambang ini tak banyak membantu warga.

Sedang desa pesisir mengandalkan ekonomi yang bergantung kepada kelapa yang kini dinilai mulai redup. Diduga karena sebagian dampak dari aktivitas tambang batubara di hulu yang menyebabkan banjir kawasan pesisir.

Romiansyah menilai,  ekonomi tambang besar tak berdampak luas bagi warga. “Orang lokal jarang bisa masuk perusahaan besar, akhirnya dengan ada tambang ilegal seperti juru selamat bagi anak-anak muda,” katanya.

Celah ini dilihat Ismail Bolong. Dia paham bagaimana memanfaatkan warga lokal untuk bekerja di tambang ilegal. Warga sebagai pengatur lalulintas di perlintasan angkutan truk batubara.

Dia juga memberdayakan warga ikut dalam bisnis batubara melalui jasa angkutan. Romiansyah bilang,  di Marang Kayu,  rumah warga yang dilintasi truk pengangkut dan dekat  stock pile (penumpukan batubara) juga mendapat uang bulanan dari usaha ilegal ini Rp500.000 setiap bulan. Stock pile ini masuk kecamatan tetangga, Muara Badak. “Mereka menyebut uang debu,” katanya.

Sebenarnya,  kata Romiansyah,  tambang ilegal di Marang Kayu sudah berlangsung lama sejak lama bahkan sebelum 2020. Saat pandemi COVID-19, tambang ilagal justru marak.

“Menggilanya pas COVID,” katanya.

Saat eksploitasi iru, katanya, sampai ratusan truk antri di dekat pelabuhan. Mereka bekerja 24 jam. Batubara berasal dari Santan Ulu ini diangkut dengan truk melintasi jalan di depan kantor kecamatan dan pasar menuju pelabuhan.

Tak semua warga kegirangan dengan kehadiran tambang ilegal ini. Sebagian warga protes dengan penggunaan jalan yang dilintasi truk pengangkut batubara itu seperti di pasar terganggu, warga menggelar protes.

Orang Marang Kayu memiliki penyebutan tempat tempat khusus yang bertalian dengan tambang ilegal, salah satu silkar. Silkar, kata Romiansyah, merupakan nama kawasan yang dibongkar tambang batu bara ilegal.  Di kawasan ini juga dia sebut tambang Ismail Bolong beroperasi.

Jalur itu sebelum tambang ilegal sepi, sekarang banyak rumah, bengkel warung panjang.

Tambang ilegal di Santan Ulu Marang Kayu kini sudah berhenti beroperasi sejak kasus Ismail Bolong mencuat ke publik. Meskipun masih ada tumpukan batubara.

 

Tumpukan batubara ilegal berada di tepian sungai, yang berisiko mencemari perairan. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

Presiden harus turun tangan

Fathul Huda, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda menilai,  penanganan skandal tambang ilegal yang melibatkan aparat kepolisian, Ismail Bolong,  tak trasnparan. Meskipun Ismail Bolong sudah sebagai tersangka namun dia menduga polisi “saling kunci” karena soal soal dugaan suap tak muncul lagi. Yang terdengar,  hanya dengan tambang ilegalnya.

Padahal, Ismail Bolong pernah menyebutkan pernah menyetor uang koordinasi ke salah satu petinggi Polri. Meskipun dia kemudian membantah kalau pernyataan di awal tidaklah benar.  “Butuh presiden turun tangan,”  katanya kepada Mongabay akhir Desember 2022 di Samarinda.

Muhammad Isnur, Ketua YLBHI mengatakan, hukum dan aspek perlindungan lingkungan hidup tak jalan,  terutama karena aparat kepolisian.  “Itu fakta pertama yang harus diungkap.”

Isnur bilang, hasil riset di Papua memperlihatkan, keterlibatan pejabat kepolisian, militer, intelijen dalam komisaris perusahaan. “Itu jelas relasi oligarkinya nyambung semua,” kata Isnur dalam keterangan pers November lalu.

Fathul bilang,  presiden bisa membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) berkenaan dengan skandal tambang batubara ilegal yang kian menggila di Kalimantan.

Maraknya pertambangan batubara  ilegal yang melibatkan aparat kepolisian seperti Ismail Bolong sebagai pengepul batubara, dia nilai,   ada indikasi pengawasan internal di kepolisian yang lemah. Meskipun Ismail Bolong sudah dinyatakan tidak aktif lagi di lembaga Bayangkara sejak Juli 2022.

“Pengawasan internal di kepolisian perlu dikuatkan selain Kompolnas.”

Selain itu, kata Fathul, sistem pengawasan di  Kementerian Energi  dan Sumber Daya Mineral (KESDM) juga lemah. Dia contohkan, posisi inspektur tambang khusus mengawasi tambang di daerah.  Saat kewenangan pengawasan ke pemerintah pusat membuat pemerintah daerah seperti tidak mau tahu dan lempar tanggung jawab.

“Seolah-olah yang di daerah ini sudah nda mau tau. Merasa tidak punya kewenangan. Akhirnya mereka bilang itu kewenagan pusat.”

Untuk itu, devisi penegakan hukum perlu ada di KESDM juga, tak hanya di KLHK. KESDM, kata Fathul, khusus menangani minerba  dan sistem harus diatur. “Jangan ada conflict of interest di Gakum.”

Saat ini, inspektur tambang, sudah tidak efektif karena pengawas hanya 12 orang dengan 1.400 IUP tambang batubara di Kalimantan Timur. Dengan luasan tambang 5,2 juta hektar itu, katanya, mustahil bisa mengawasai dengan baik.

“Apalagi,  dengan banyak tambang ilegal. Sistem pengawasan pun dipastikan lumpuh.”

 

 

 

Exit mobile version