Mongabay.co.id

Sensasi Mata Allo: Asyik Berarung Jeram sambil Jaga Alam

 

Arus Mata Allo siang itu cukup besar, arusnya mengombang-ambingkan perahu karet yang kami naiki. Beberapa kali perahu berkapasitas 8 orang itu kandas tersangkut atau menabrak gundukan batu.

Suara pemandu di bagian belakang perahu pun terus berteriak memberi instruksi ‘maju, mundur, kiri, kanan’. Semua orang di perahu pun mengikuti arahannya.

Sungai Mata Allo berada di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Ia melintasi sejumlah kecamatan, Buntu Batu, Baraka, Anggeraja, Alla, Curio, Malua dan Enrekang.

Sejak setahun lalu, tepatnya April 2022, arung jeram atau rafting menjadi aktivitas yang sedang hype di Enrekang. Wisata ini, dikembangkan oleh komunitas anak muda yang tergabung dalam Mata Allo Rafting.

Menurut Darwin, -salah satu pendirinya, ide awal arung jeram ini muncul saat dia menempuh pendidikan di Yogyakarta. Melihat wisata petualangan ini berkembang di sana, dia pun memikirkan hal yang sama di kampung halamannya.

Gayung bersambut, proposal yang mereka buat diterima oleh Pemda Enrekang. Di akhir 2021, mereka mendapat bantuan usaha dua unit perahu. Kini mereka sudah memiliki 5 perahu karet yang kadang semua terpakai di akhir pekan.

“Mulai komersial sejak April 2022. Respon masyarakat positif, para pejabat di Enrekang hampir semua sudah pernah rafting,” sebutnya.

Mereka pun sudah memiliki beberapa rute arung jeram. Rute moderat dari Desa Lunjen sampai Balla berjarak 7 km. Waktu tempuh sekitar 3 jam.

Rute lain yang lebih menantang, dari  Pasui hingga Lunjen, berjarak 4 km dengan durasi 4 jam. Rute lain yang termasuk ekstrim yaitu dari Saruran ke Tebing Mandu/Tebing Tontonan. Jarak tempuh 2 km, dengan waktu arung sekitar 2 jam.

 

Arung jeram (rafting) di sungai Mata Allo memberi sensasi tersendiri memompa adrenalin, namun di sisi lain memberi ketenangan karena kedekatan dengan alam. Foto: Mata Allo Rafting

 

Arung jeram, jaga alam

Tidak saja sensasi menabrak batu sungai saat berarung jeram, di sepanjang sungai wisatawan dapat menikmati pemandangan alam. Di kejauhan terlihat kawasan pegunungan yang diselimuti awan. Di beberapa titik, dapat terlihat bentang sawah, kebun dan permukiman warga hingga pohon-pohon rindang

Namun, pemandangan yang cukup mengganggu adalah sisa-sisa sampah di sekitar dan badan sungai. Di beberapa akar pohon di pinggir sungai, tampak terlihat pakaian bekas yang tersangkut.

Masih adanya sampah buangan warga di sekitar bantaran sungai, Darwin pun menyebut, kini sudah makin berkurang.

“Sejak ada rafting kesadaran warga tidak buang sampah ke sungai meningkat. Mereka malu orang luar lihat aliran sungai di tempat mereka penuh sampah.”

Terlepas dari berbagai gangguan tersebut, kondisi sungai Mata Allo masih cukup baik. Di beberapa titik kami bertemu dengan warga yang sedang menikmati mandi di bantaran sungai.

 

Darwin, pengelola Mata Allo Rafting menanam pohon di sekitar sungai sebagai upaya menjaga dan melestarikan ekosistem sungai. Foto: Mata Allo Rafting

 

Adanya wisata arung jeram juga mendorong pelestarian sungai. Mata Allo Rafting bersama warga beberapa kali menanam pohon di sekitar sungai. Tujuannya memperkuat sempadan dari potensi longsoran ke badan sungai.

“Kita ajak aparat pemda untuk ikut rafting. Supaya lihat sendiri kondisi sungai. Di beberapa titik memang agak rusak, termasuk satu bendungan yang rusak parah,” ujar Darwin. Dengan melihat langsung, program perlindungan sungai bakal semakin nyata.

Di titik perjalanan arung jeram seperti di Kampung Simpin, kelompoknya juga bekerjasama dengan masyarakat lokal. Beberapa gerai kopi dan jajanan lokal pun telah dibangun.

“Sambil berwisata rafting, wisatawan bisa merasakan nikmatnya kopi Enrekang,” ungkapnya. Dengan demikian ekonomi lokal pun diharap dapat berkembang.

 

Exit mobile version