Mongabay.co.id

Haruskah Kegiatan Reklamasi Merusak Terumbu Karang?

 

Kegiatan reklamasi pesisir yang dilaksanakan oleh PT TJ Silfanus di Pantai Minanga, Kelurahan Malalayang 1 Barat, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara menuai protes keras dari masyarakat sekitar.

Protes dilakukan, karena terjadi perusakan terumbu karang saat kegiatan reklamasi berjalan. Padahal, kawasan pantai tersebut diklaim masyarakat sebagai bagian dari wilayah hukum adat yang sudah berjalan turun temurun.

Dampak buruk yang sudah timbul tersebut, sebenarnya sudah dilaporkan ke instansi Negara yang berwenang langsung. Namun hingga kini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang ikut mengawal kasus tersebut, mengungkapkan bahwa kegiatan reklamasi dilaksanakan untuk proyek pembangunan hotel dan fasilitas pendukung lain.

Selain KKP, pihak yang berwenang di kawasan tersebut adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tetapi, hingga hari ini lembaga Negara itu juga belum memberikan tanggapan terkait dampak buruk yang timbul akibat reklamasi di pantai Minanga.

Bagi KIARA, belum adanya tanggapan dari KKP dan KLHK sudah cukup menjelaskan bahwa ada pertimbangan lain yang harus mereka jaga. Dugaan itu mengerucut pada kegiatan investasi yang bernilai tidak sedikit.

baca : Begini Dampak Merusak Reklamasi Pantai Malalayang Dua Manado

 

Terumbu karang yang rusak karena tertimbun material untuk reklamasi di pesisir pantai Minanga, Malalayang, Manado. Foto : Scientific Exploration Team

 

Bersama masyarakat pesisir Minanga, KIARA mengawal desakan kepada KKP dan KLHK untuk melakukan tindakan atas perusakan pesisir dan ekosistem di perairan pantai. Tidak cukup sekali, permintaan dilayangkan secara resmi hingga dua kali, yakni pada 16 dan 17 Januari 2023.

Tetapi, sampai 5 Februari 2023 belum ada tindakan tegas yang dilakukan oleh KKP dan KLHK. Ketiadaan tanggapan itu secara tidak langsung menjelaskan bahwa kedua lembaga membiarkan terjadi perusakan.

Fakta itu semakin kuat, karena enam orang warga yang ditangkap dan ditahan oleh Kepolisian Resor Kota (Polresta) Manado akibat protes kegiatan reklamasi, hingga kini masih mendekam di balik jeruji besi. Padahal, mereka berjuang untuk masyarakat pesisir Minanga.

Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mendesak kepada PT TJ Silfanus untuk segera menghentikan aktivitas penimbunan pantai dan perairan Minanga. Mengingat, kegiatan tersebut masuk dalam kategori pelanggaran tindak pidana.

Pelanggaran itu terjadi karena kegiatan reklamasi bertentangan dan melanggar pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 jo. UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“KKP dan KLHK harus segera bertindak dalam penyelamatan keberlanjutan ekosistem perairan Minangan beserta masyarakat yang bergantung terhadap perairan Minanga, sebagaimana yang dimandatkan oleh konstitusi,” terang dia awal pekan ini di Jakarta.

baca juga : Terpinggir Karena Reklamasi, Nasib Nelayan Teluk Manado Kini [2]

 

Peneliti Scientific Exploration di Perairan Malalayang Dua. Foto : Scientific Exploration/Mongabay Indonesia

 

Perlunya dilakukan tindakan segera, karena pantai, laut dan daratan Minanga merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilihat secara terpisah dalam pengelolaan ruang oleh masyarakat adat bantik beserta masyarakat lokal lainnya.

Di sepanjang pesisir pantai tersebut, Susan Herawati menyebut kalau secara de facto itu adalah ruang kelola yang digunakan masyarakat adat bantik. Selain itu, juga digunakan oleh nelayan tradisional sebagai pemukiman nelayan, dan sebagai lokasi pengolahan hasil tangkapan ikan oleh nelayan dan perempuan nelayan.

 

Biota Laut

Sementara, di dalam perairan pantai Minanga, KIARA menilai bahwa itu adalah tempat berkumpulnya ekosistem pesisir dan pantai seperti terumbu karang tepi (fringing reefs), serta biota laut moluska jenis kima (Tridacna gigas).

Selain itu, ada juga ikan raja laut yang populasinya sudah masuk dalam daftar Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) dengan status rentan (Vulnerable), karena populasi yang sedikit dengan pertumbuhan yang lambat. Jika terus dibiarkan, maka ancaman kepunahan tak bisa dihindari.

Baik kima ataupun ikan raja laut, keduanya sudah ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi melalui Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Lebih khusus, ikan raja laut dilindungi juga oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 106 Tahun 2018.

Walau belum ada tanggapan resmi dari KKP, namun lembaga yang dipimpin Sakti Wahyu Trenggono pada saat bersama merilis keterangan yang menyebutkan mereka sudah menghentikan dua proyek reklamasi yang dilaksanakan di Provinsi Kepulauan Riau.

Penghentian tersebut harus dilakukan, karena kedua proyek reklamasi milik PT BSSTEC dan PT MPP itu belum mengantongi dokumen izin reklamasi dan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL).

baca juga : Reklamasi Pesisir Batam, Luhut Ingatkan Pembangunan Jaga Lingkungan

 

KKP menghentikan proyek reklamasi oleh PT MPP di Batam, Kepulauan Riau. Foto : KKP

 

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Adin Nurawaluddin menjelaskan bahwa KKP masih mencari bukti permulaan dari kasus tersebut. Jika ditemukan bukti permulaan yang cukup bahwa pelaku usaha dengan sengaja mengabaikan seluruh ketentuan perizinan berusaha, maka mereka akan dikenakan sanksi administratif.

“Setiap pelaku usaha yang memanfaatkan ruang dari perairan pesisir wajib dilengkapi PKKPRL,” tutur dia di Batam, akhir pekan lalu.

Sebelum KKP menemukan fakta ada kegiatan reklamasi, kedua pelaku usaha diketahui melaksanakan perjanjian pinjam pakai tanah dengan masing-masing seluas 30.000 meter persegi (m2) untuk PT BSSTEC dan 53.623 m2 untuk PT MPP.

Kegiatan menimbun tanah untuk reklamasi sudah dimulai oleh PT BSSTEC sejak 10 November 2022. Sementara, PT MPP memulai kegiatan reklamasi di lokasi pesisir pantai lebih awal lagi, tepatnya sejak 2 September 2022.

Berdasarkan temuan di lapangan, Adin Nurawaluddin menyimpulkan bahwa kedua perusahaan sudah melanggar aturan dan dikenakan sanksi merujuk pada Permen Kelautan dan Perikanan No 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif.

“Kedua perusahaan akan dikenakan sanksi Paksaan Pemerintah untuk investigasi lebih lanjut,” tegas dia.

Dia mengungkapkan, langkah tegas KKP dalam menghentikan proyek ini sementara, merupakan wujud keseriusan KKP dalam menyukseskan salah satu dari lima program prioritas ekonomi biru, yaitu pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan sebelumnya selalu berkampanye bahwa KKP memiliki komitmen kuat untuk memulihkan kesehatan laut dan mempercepat ekonomi laut yang berkelanjutan.

 

Exit mobile version