Mongabay.co.id

Bekas Cakar Beruang Ditemukan di Gua yang Tak Tersentuh Ribuan Tahun

 

 

Para peneliti di Spanyol mendapat kesempatan langka, mengeksplorasi habitat gua yang telah tertutup ribuan tahun. Saat mereka menjelajahi sistem gua di Cueva del Arco, mereka menemukan sebuah gua besar bawah tanah, yang terpisah dari dunia luar.

Ternyata, ini merupakan rumah beruang gua yang sudah lama punah. Bekas-bekas cakarnya masih terlihat di antara stalaktit raksasa yang menggantung di langit-langit gua.

Ekspedisi ke Cueva del Arco yang berada di Cañón de Almadenes di Cieza, Spanyol, dipimpin peneliti dari University of Murcia. Di antara mereka adalah Profesor Ignacio Martín Lerma, orang pertama yang melihat gua saat dia menjulurkan kepalanya ke bawah batu untuk melihat apa yang ada di sisi lain dinding gua.

Apa yang awalnya diyakini hanya sebuah celah biasa, ternyata adalah gua dengan langit-langit ketinggian lebih dari 20 meter dari dasar gua.

“Kamar-kamarnya sangat besar. Stalaktitnya tak tertandingi, beberapa di antaranya memiliki panjang 3 meter dan lebar 1 sentimeter, yang berarti mereka tumbuh dalam stabilitas hampir tak tertandingi berkat isolasi gua selama ribuan tahun,” kata para peneliti dikutip dari IFL Science.

Baca: Mengenal Delapan Spesies Beruang di Dunia  

 

Gua tempat ditemukannya bekas-bekas cakar beruang gua yang diperkirakan punah sekitar 24 ribu tahun lalu. Foto: University of Murcia

 

Salah satu temuan paling luar biasa yang diperoleh dari ruang gua adalah bukti bekas cakar beruang gua, di sepanjang dindingnya. Beruang gua [Ursus spelaeus] diperkirakan telah punah sekitar 24.000 tahun lalu dan merupakan spesies besar, berat sekitar setengah ton dan panjang tubuhnya mencapai 3 meter.

Mereka singgah di gua tersebut mungkin untuk berhibernasi. Banyak fosil beruang gua juga ditemukan di dalamnya, mungkin sebagai akibat kematian selama hibernasi.

Kematian selama hibernasi cukup umum bagi beruang gua, terutama mereka yang gagal secara ekologis selama musim panas karena kurang pengalaman, sakit, atau usia tua. Beberapa tulang beruang gua menunjukkan tanda-tanda berbagai penyakit, termasuk fusi tulang belakang, tumor tulang, gigi berlubang, resorpsi gigi, nekrosis [terutama pada spesimen yang lebih muda], osteomielitis, periostitis, rakhitis, dan batu ginjal.

Martín Lerma, direktur ilmiah proyek tersebut, mengatakan temuan itu telah “melampaui” semua harapan dan “Ini membuka pintu baru pada prasejarah.”

Penemuan gua yang dapat membawa para peneliti dan wisatawan ke wilayah tersebut, Martín Lerma, mendesak orang-orang untuk memberi para ahli waktu untuk menyelesaikan studi mereka. Sebelum situs tersebut dibuka untuk umum.

Baca: Mengapa Beruang Madu Disebut juga Beruang Matahari?

 

Gua yang menjadi tempat ekspedisi para peneliti saat menemukan bekas cakaran beruang. Foto: University of Murcia

 

Wilayah hidup beruang gua melintasi berbagai negara Eropa, dari Spanyol dan Irlandia di barat, Italia, sebagian Jerman, Polandia, Balkan, Rumania, Georgia, dan sebagian Rusia, termasuk Kaukasus, dan Iran utara.  Jumlah terbesar fosil beruang gua telah ditemukan di Austria, Swiss, Italia utara, Spanyol utara, Prancis selatan, dan Rumania.

Beruang gua mendiami daerah pegunungan rendah, terutama di daerah yang kaya akan gua kapur. Mereka tampaknya menghindari dataran terbuka, lebih memilih medan berhutan atau tepi hutan.

Kepunahan beruang gua masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Namun, banyak yang meyakini bahwa sinus mereka yang besar membuat mereka sulit untuk menyesuaikan pola makan selama cuaca dingin yang parah.

Beruang gua memiliki pola makan nabati, punah kira-kira 24.000 tahun lalu ketika suhu anjlok selama glasial maksimum terakhir.

Baca juga: Mengapa SpaceX Membawa Beruang Air, Cumi-cumi, dan Kapas ke Luar Angkasa?

 

Gambar pemodelan beruang gua yang diperkirakan punah pada 24 ribu tahun silam. Sumber: Wikimedia Commons/Sergiodlarosa/CC BY-SA 3.0

 

Alejandro Pérez-Ramos di University of Malaga di Spanyol dan rekan-rekannya, dikutip dari NewScientist, mengambil CT scan dari tengkorak empat beruang gua dan delapan spesies beruang moderen. Termasuk, beruang cokelat dan menggunakannya untuk membuat simulasi komputer dari gaya mengunyah beruang yang berbeda.

Dia menemukan bahwa beruang gua memiliki sinus besar yang membentuk tengkorak sedemikian rupa sehingga hanya bisa mengunyah dengan gigi belakang. Para peneliti berpendapat bahwa ini mungkin menjelaskan mengapa beruang gua punah ketika iklim mendingin dan makanan nabati menipis, karena mereka tidak dapat beralih makan daging, yang biasanya membutuhkan penggunaan gigi depan.

Dibandingkan dengan beruang gua, beruang cokelat memiliki sinus yang lebih kecil dan fleksibilitas tengkorak lebih besar untuk mengunyah dengan gigi depan atau belakang. Ini mungkin, mengapa mereka selamat di zaman itu: karena mereka bisa makan tumbuhan atau daging, kata Pérez-Ramos. [Berbagai sumber]

 

Exit mobile version