Mongabay.co.id

Petugas Gagalkan Penyelundupan Satwa Endemik Kalimantan dan Jawa via Gorontalo

 

 

 

 

Aksi penyelundupan oleh jaringan perdagangan satwa ilegal berhasil dihentikan petugas dari Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara dan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Sulawesi,  10 Februari lalu. Enam satwa,  terdiri dari empat bekantan atau proboscis monkey (Nasalis larvatus) dan dua owa Jawa atau silvery gibbon (Hylobates moloch) disita.

Syamsuddin Hadju, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo BKSDA Sulawesi Utara mengatakan, penggagalan penyelundupan satwa-satwa ini berawal dari informasi masyarakat soal ada sejumlah satwa dibawa pakai kendaraan multi purpose vehicle (MPV) atau minibus di wilayah Kota Gorontalo.

Mereka menuju Terminal 1942 (Andalas). Benar saja, ada minibus di pangkalan sedang membawa satwa-satwa itu.

Syamsuddin bilang, petugas langsung mengamankan satwa-satwa ini. Sopir mobil itu langsung ditahan Balai Gakkum Sulawesi.

Informasi sopir, owa Jawa dan belantan akan dibawa ke Manado Sulawesi Utara, melalui jalur darat. Katanya, sopir mobil membawa satwa itu dari Kota Palu, Sulawesi Tengah.

“Semua satwa itu bukan yang ada di Sulawesi. Kemungkinan, satwa ini berasal dari Jawa dan Kalimantan,” katanya kepada Mongabay.

 

Owa Jawa yang diamankan petugas saat razia kedaraan di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Dia menduga, satwa itu akan diperdagangkan ke Philipina melalui pelabuhan Sulut, seperti kasus yang terjadi Mei lalu. Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Manado (Sulawesi Utara)  jadi rute penyelundupan satwa ini ke luar negeri.

Sayangnya, kata Syamsuddin, dari enam primata itu, ada dua bekantan mati di perjalanan. Sisanya, langsung dibawa ke Kantor Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo untuk pengamanan dan perawatan. Kasus ini, katanya,  langsung diambil alih Balai Gakkum Sulawesi untuk proses hukum.

“Dua bekantan mati di perjalanan itu, satu dibuang sopir saat masih dalam perjalanan. Sedangkan, satu bekantan kita kuburkan di halaman kantor,” kata Syamsuddin.

Penyelundupan satwa liar dilindungi melalui jalur Gorontalo bukan pertama kali ini terjadi. Mei 2022, misal, Polres Boalemo menggagalkan penyelundupan puluhan satwa dilindungi saat razia kendaraan di depan kantor mereka.

Saat itu, polisi memberhentikan kendaraan yang melewati jalan itu. Ada satu minibus dicurigai gerak geriknya. Pasalnya, saat polisi sedang memberhentikan mobil itu, sopir mencoba putar balik.

Polisi pun mendapati boks dan karung berisi satwa-satwa satwa dilindungi beserta sejumlah minuman dan makan hewan. Dengan temuan itu, tak menunggu waktu lama, polisi langsung mengamankan mobil ke ke Mako Polres Boalemo untuk pemeriksaan lebih lanjut.

 

Orangutan yang disita Mei 2022 di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Satwa-satwa yang diamankan antara lain, satu anak orangutan, dua owa, satu siamang dan tiga lutung. Ada juga 37 kura-kura berbagai ukuran dan jenis, juga tiga biawak.

Dengan melihat modus penyelundupan satwa liar serupa di dua kasus itu, Syamsuddin menduga pemain orang dan jaringan sama. Dia bilang, perlu ada kerjasama antar pihak menangkal perdagangan satwa ini.

“Harus ada upaya maksimal mencegah eksploitasi satwa dilindungi, dengan kerja bersama antara semua pihak, khusus Kalimantan, Makassar, Palu, Gorontalo dan Manado,” katanya.

 

Owa Jawa sitaan di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Di pulau-pulau itu, katanya, merupakan jalur perdagangan satwa. “Pintu perdagangan dalam negeri maupun keluar negeri juga harus dijaga ketat,” katanya.

Feny Reny Rimporok, dokter hewan di Gorontalo berharap, satwa-satwa itu, segera dilepas liarkan. Satwa liar itu hidup bebas, katanya, kalau berada di kerangkeng atau dikurung bisa stres dan depresi lalu mati. Untuk itu, katanya, perlu ada tindakan cepat melepaskan kembali satwa itu ke alam bebas.

Tak hanya itu, kata Feny, penyakit seperti salmonella, gangguan fungsi otak hingga tuberculosis, bisa mengancam satwa-satwa ini.

 

Kucing  emas yang dievakuasi, tak lama mati. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Kucing emas mati

Di Gorontalo, satwa selundupan dua mati, di Sumatera Barat, satu kucing emas (Catopuma temminckii) mati tak lama setelah evakuasi, baru-baru ini.

Kucing emas ditemukan warga sakit di Kelurahan Laiang, Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok, Sumatera Barat. Ia berkeliaran di sekitar Balai Benih Ikan beberapa hari. Setelah dievakuasi, tak lama malah mati.

Baswandi, Kepala Evakuasi Damkar Solok mengatakan, saat ditangkap, kondisi fisik kucing emas terlihat kurus dan lemah diduga karena sakit.

Jumanda Putra, Pengendali Ekosistem Hutan dari BKSDA Resort Barisan Solok mengatakan, pantauan fisik kucing emas ini mengalami malnutrisi.

Meski sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan dari tim dokter hewan BKSDA Sumatera Barat, kucing emas ini akhirnya mati.

 

Kucing emas dievakuasi dengan alat seadanya. Kucing emas kondisi tubuh kurus, diduga malnutrisi. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Ardi Andono, Kepala BKSDA Sumbar, mengatakan, kucing emas diduga penyebab kucing itu mati karena sakit. “Diduga karena sakit. Ada bekas luka gigitan lawan di kaki, kurang nutrisi dan dehidrasi,” kata Ardi.

Erwin Willianto, pendiri Save Indonesian Nature & Threatened Species (Sintas) Indonesia dan anggota Fishing Cat Working Group, mengatakan, penyebab ekologi kucing emas keluar dari hutan.

Pertama, bisa jadi mangsa di hutan kurang banyak, sementara populasi kucing emas besar hingga ekspansi. Kedua, populasi kucing emas sedikit dan mangsa juga terbatas, namun sebaran sangat luas dan bisa sampai ke pinggir hutan. Ketiga, satwa mangsa banyak namun populasi kucing emas sedikit.

“Itu harus dilihat menyeluruh, tidak bisa kita asumsikan sendiri, karena mereka punya teritorial. Saya kurang tahu pasti, bisa saja homerange-nya sampai pinggir hutan karena sifatnya jarang bertemu manusia, bahkan cenderung menghindar hingga kita selalu menyangka di hutan,” katanya.

Bisa juga, katanya, di daerah sekitar perbatasan justru lebih kaya satwa mangsa, hingga memungkinkan kucing emas gunakan areal ini tetapi tidak seluruhnya.

“Bisa saja dia melintas berpindah, karena Sumatera Barat yang konturnya naik-turun atau terjal. Itu yang membuat kucing emas mencari jalan tertentu akhirnya memaksa melewati batas hutan.”

Untuk di Agam, kebiasaan masyarakat memasang jerat harus jadi sorotan utama. Beberapa kali, katanya,  harimau kena jerat meskipun sasaran babi.

Erwin menyarankan, BKSDA aktif penyuluhan kepada masyarakat, mengingat konflik satwa liar tinggi di Sumatera Barat. “Terutama edukasi soal jerat, harus ada alternatif mengusir hama babi tanpa membahayakan satwa lain.”

*********

Exit mobile version