Mongabay.co.id

Pertama di Indonesia, Nelayan Pulau Bisa Malut dapat Izin Rumpon. Bagaimana Ceritanya?

 

Sekitar 85 orang nelayan Madopolo Pulau Bisa, Obi Utara, Halmahera Selatan, Maluku Utara, berkumpul di depan Balai Desa Madopolo Tengah. Hari itu, Selasa (24/1/2023) terasa membahagiakan bagi mereka karena akan diserahkan dokumen armada tangkap atau yang dikenal dengan Tanda Daftar Dokumen Kapal (TDKP).

Ada 120 dokumen TDKP untuk kapal berkapasitas 1 gross tonnage (GT) yang diserahkan kepada nelayan. Dokumen penting ini diperoleh setelah difasilitasi pengurusannya oleh Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), LSM yang mendampingi nelayan lima tahun terakhir.

Sebelum penyerahan dokumen, terlebih dahulu dilakukan sosialisasi terkait prosedur pengurusan izin pemasangan rumpon di laut wilayah tangkap nelayan kecil. “Nelayan Pulau Bisa akhirnya bisa mendapatkan izin rumpon. Ini mungkin izin rumpon pertama di Indonesia,” jelas Putra Satria Timur, Fisheries Lead MDPI usai kegiatan sosialisasi itu.

Proses pengurusan ini terbilang panjang dan melelahkan bagi nelayan kecil, terutama pengurusan dengan input data yang dilakukan secara online.

Tidak hanya mendapatkan satu izin rumpon dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Nelayan Pulau Bisa juga telah mendapat dokumen TDKP sebagai salah satu syarat izin rumpon,

Mereka sudah menanti sekitar 7 bulan untuk bisa mendapatkan izin pemasangan rumpon ini dari KKP yang telah diserahkan akhir 2022 lalu, karena sebelumnya rumpon mereka dan pengusaha telah dibersihkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara. Penertiban rumpon ini dilakukan setelah adanya konflik di tingkat nelayan dalam memanfaatkan rumpon. Akhirnya, para nelayan mesti mengurus izin pemasangan rumpon sesuai aturan KKP

baca : Mayoritas Rumpon di Perairan Maluku Utara Tak Berizin, Kenapa?

 

Proses pelepasan rumpon yang penempatannya tak sesiai aturan oleh tim DKP Malut bersama petugas dari Lanal Ternate bersama nelayan. Foto : DKP Maluku Utara

 

Nelayan Pulau Bisa Obi Kantongi SIPR

Pemasangan rumpon sebagai tempat berkumpulnya beragam ikan pelagis, masih menjadi masalah. Penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan agar lebih efektif dan efisien bersama dengan kapal penangkap ikan

Sayangnya masih banyak nelayan belum memiliki izin penempatan rumpon. Perizinan rumpon menjadi isu penting di Maluku Utar dan Indonesia, terutama untuk rumpon berjangkar yang mengumpulkan ikan cakalang (SKJ), tuna sirip kuning (YFT) dan tuna mata besar (BET).

Pemerintah telah mengatur pengelolaan rumpon melalui berbagai aturan, seperti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.18/2021.

Sarno La Jiwa, nelayan Pulau Bisa, Maluku Utara mengeluhkan keberadaan rumpon yang menjamur dan semakin banyak kapal purse seine  dari luar daerah yang menyebabkan nelayan setempat kesulitan memperoleh ikan.

“Kondisi itu membuat saya mulai mengalihkan target tangkapan menjadi ikan karang agar tetap bisa menyambung hidup. Bahkan beberapa nelayan beralih profesi menjadi tukang ojek dan mengadu nasib menjadi penambang emas,” ujarnya.

baca juga : Merugikan Nelayan Pulau Obi, Rumpon Liar Dibersihkan

 

Salah satu rumpon di di perairan Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Foto : MDPI

 

Keberadaan rumpon yang menjamur ternyata kian menurunkan ukuran ikan yang ditangkap dan lokasi penangkapan semakin menjauh. Selain itu, rumpon yang dipasang dan tidak berizin sering kali menghalangi jalur pergerakan kapal. Sehingga perlu penataan rumpon sesuai aturan.

LSM MDPI membantu mendampingi nelayan di Pulau Bisa Obi, Halmahera Selatan, mendapatkan izin rumpon. “Kita berusaha membantu nelayan dengan menyiapkan berbagai dokumen dan data yang dibutuhkan dalam perizinan tersebut,” kata Direktur MDPI Yasmin Simbolon.

Mengingat pengurusan perizinan rumpon merupakan hal baru dan banyak tahapannya, MDPI membantu memfasilitasi proses perizinan penempatan rumpon, mulai dari pengurusan dokumen dasar Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) hingga penyediaan data pendukung dokumen dasar berupa data pasang surut, data arah dan kecepatan arus, tinggi gelombang, peta kedalaman laut, data sosial ekonomi masyarakat dan lain sebagainya.

“Setelah pengurusan dokumen dasar melalui Online Single Submission (OSS), dokumen PKKPRL akhirnya terbit. Proses ini tidak berhenti begitu saja, namun nelayan Pulau Bisa dengan dampingan MDPI kembali bergerak untuk melakukan pengurusan SIPR di pemerintah daerah. Hal ini sejalan dengan peraturan yang berlaku, di mana pemerintah daerah memiliki kewenangan atas rumpon yang pemasangannya diajukan di bawah 12 mil,” jelas Putra Satria Timur.

baca juga : Pentingnya Alokasi Ruang dan Perizinan Rumpon untuk Menjaga Keserasian Ruang Laut

 

Penyerahan dokumen kapal kepada nelayan oleh Direktur MDPI Jasmin Simbolon kepada kepala desa Madopolo Timur mewakili nelayan. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Nelayan Pulau Bisa Obi yang tergabung dalam Koperasi Komite Tuna Bisa Mandioli akhirnya mendapatkan Surat Izin Penempatan Rumpon (SIPR) diterbitkan KKP setelah direkomendasikan DKP Malut dan Kantor Syahbandar, saat Pertemuan Reguler Komite Pengelola Bersama Perikanan Tuna Provinsi Maluku Utara pada 21 Desember 2022.

“Rumpon yang kita tanam ini harus punya izin. Kami tidak mau punya barang yang illegal karena sertifikasi Fair Trade mengajarkan kita untuk melakukan kegiatan penangkapan yang legal,” jelas perwakilan nelayan Koperasi Komite Tuna Bisa Mandioli, Sarno La Jiwa.

Harapannya dengan SIPR pertama ini akan diikuti pengurusan SIPR pada rumpon-rumpon lainnya di Indonesia dan melegalkan status ikan yang ditangkap oleh nelayan kecil yang tergabung dalam nelayan bersertifikasi.

Sedangkan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Malut ikut mendukung upaya mendapatkan rumpon berizin ini. “Konsen kita adalah mendorong secepatnya penerapan Permen KP No.18/2021 di Malut. Hal ini dilakukan mengingat embrio konflik terkait penempatan rumpon ini sudah terlihat antara nelayan lokal dengan nelayan dari luar Malut,” jelas Hamka Karapesina Pengurus HNSI Malut. (***)

 

Exit mobile version